Tahun 2013, presiden SBY malah membuat keputusan 'abu-abu, tidak dapat memilih antara dua pilihan, tapi malah menyodorkan skenario, pertama mempertahankan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dengan syarat direncanakan dan dibangun dengan benar-benar, atau kedua, memindahkan Pusat Pemerintahan keluar dari Jakarta.
Barulah di era kepemimpinan Presiden Jokowi, periode keduanya (2019) beliau sembari memohon ridho dan rahmat dari Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan Tokoh Bangsa, terutama pada seluruh rakyat Indonesia, dengan ini memohon izin untuk memindahkan Ibu Kota Negara ke Pulau Kalimantan.
Artinya apa? Artinya masalah IKN ini bukanlah masalah baru yang perlu menjadi booming dan viral dan perlu dipertentangkan lagi, tapi sudah masalah sejak lama yang perlu diperjuangkan dan didukung proses pembangunannya hingga diawasi dan menjadi bagian dari proses naik kelasnya Indonesia menjadi negara maju yang sangat diperhitungkan oleh dunia internasional.
Pemindahan ini bukanlah 'ujuk-ujuk' cari sensasi, tapi memang suatu keharusan yang apabila tidak dilaksanakan dari sekarang akan malah menjadikan Indonesia menjadi negara yang susah bangkit dari keterpurukan. Bagaimana tidak? Urgensinya pemindahan Ibu Kota Negara ini ke Kalimantan Timur sudah memang harus diperhitungkan dari sekarang.
Seabrek masalah di DKI Jakarta menjadi pemicu IKN harus terwujud, diantaranya hal gampang yang kita ingat mengapa IKN harus terwujud. Masalah Jawa Sentris, dimana sekitar 57% Penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, kontribusi ekonomi Pulau Jawa 59,0% terhadap PDB alias Produk Domestik Bruto Nasional. Krisis ketersediaan air, konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa, dimana dalam beberapa dasawarsa terakhir, Pulau Jawa mengalami konversi lahan terbesar diantara gugus pulau lainnya di Nusantara, dan tren tersebut diperkirakan akan berlanjut hingga beberapa tahun ke depannya.
Pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi, berakibat pada dampak kemacetan yang tinggi hingga kualitas udara yang tidak sehat. Tahun 2013, DKI menempati peringkat ke-10 kota terpadat di dunia (UN, 2013) meningkat di tahun 2017 menduduki peringkat ke-9 (WEF, 2017). Kemacetan yang tinggi mengakibatkan polusi udara. Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia (AirVisual, Agustus 2019).
Belum lagi masalah penurunan daya dukung lingkugan Jakarta, dimana 7,5 -- 10 Cm/tahun muka air tanah turun, 57% air waduk tercemar berat, 61% air sungai tercemar berat, dan 25 -- 50 Cm kenaikan muka air laut. Belum lagi ancaman bahaya banjir, gempa bumi dan tanah turun menjadi lampu kuning mengapa IKN sangat perlu.
DKI Jakarta berada dalam ancaman aktivitas Gunung Api Krakatau dan Gunung Gede. Belum lagi potensi gempa bumi tsunami Megathrust Selatan, Jawa Barat dan Selat Sunda, dan gempa darat Sesar Baribis, Sesar Lembang, dan Sesar Cimandiri. Sementara ancaman tanah turun sudah mencapai 35 -- 50 Cm selama kurun waktu dari tahun 2007 sampai 2017.
Butuh Kajian Membangun, Bukan Menjelek-Jelekkan
Pemerintah tentunya butuh dukungan semua pihak, karena Undang-Undang IKN sudah disahkan dengan nama Nusantara. Apalah sebuah nama, yang pasti Presiden Jokowi sudah memikirkan dengan matang penamaan Nusantara demi masa depan Indonesia, bukan untuk kepentingan pribadinya bukan?
Kajian sangat dibutuhkan terkait fase awal pemindahan empat kementerian ke ibu kota yang baru, dimana sejak tahun 2020 sampai 2024 adalah proses pembangunan infrastruktur utama dan pemindahan ASN tahap awal.