Nama Nusantara bukanlah bahasa baru dalam benak, hati dan pemikiran kita, karena kata Magis ini sudah didengung-dengungkan dan dibuktikan jauh ribuan tahun lalu ketika seorang mahapatih dari kerajaan Majapahit bernama Patih Gajah Mada mengucapkan janji untuk menyatukan nusantara dalam Kerajaan Majapahit. Kinipun Presiden Jokowi sangat berharap agar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berdiri kokoh dalam wilayah Kesatuan yang kerap disebut dengan kata Nusantara.
Nusantara menggambarkan Indonesia dengan seluruh isinya. Nusantara adalah sebuah konsep kesatuan yang mengakomodasi kekayaan kemajemukan yang ada di Indonesia. Dengan nama Nusantara, Ibu kota negara baru yang dikenal dengan nama Ibu Kota Republik Indonesia mempresentasikan realitas kemajemukan yang ada.
Nusantara dideskripsikan sebagai konseptualisasi atas wilayah geografis Indonesia dengan konstituen pulau-pulau yang disatukan oleh lautan. Nusantara sendiri menggambarkan kesatuan pulau geografi- antropologi.
Kata Nusantara kembali didengungkan dengan gigihnya oleh Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara dan Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno untuk menggelorakan penggunaan kata Nusantaran mengganti nama Hindia Belanda yang kala itu digunakan bagi negeri kita bekas jajahan Belanda.
Lantas mengapa ditolak oleh PKS? Apakah PKS tidak suka dengan nama Nusantara? Mereka bisanya menyumbangkan nama apa untuk ibu kota negara baru?
Ada juga pertanyaan mengapa pindah ibu kota? Mengapa harus di Kalimantan Timur? Pemindahan Ibu Kota Negara ini didasarkan pada keunggulan wilayah dan sejalan dengan visi lahirnya sebuah pusat gravitasi ekonomi baru di tengah Nusantara, dimana dilihat dari empat segi.
Pertama, dari sisi lokasi letaknya sangat strategis karena berada di tengah-tengah Wilayah Indonesia, yang dilewati alur laut Kepulauan Indonesia, yaitu Selat Makassar yang juga berperan sebagai jalur laut taman nasional dan regional.
Kedua, lokasi Ibu Kota Negara memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, yaitu bandara, pelabuhan dan jalan yang lebih baik, serta ketersediaan infrastruktur lainnya seperti jaringan, energi, dan air minum yang memadai.
Ketiga, lokasi ibu kota negara berdekatan dengan dua lokasi pendukung yang sudah berkembang, yaitu kota Balikpapan dan kota Samarinda.
Keempat, miminmya resiko terkena bencana alam. Yang terutama, kita harus membangun pola pikir baru dengan resminya pemindahan Ibu Kota Negara, dimana nantinya akan terwujud Pusat Pemerintahan yang berbasis inovasi dan teknologi, serta berbasis Green City alias Kota Hijau.
Jangan dilupakan juga bahwa Ibu Kota Negara baru ini nantinya akan menjadi strategi baru pemerataan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tak lagi bertumpu di Pulau Jawa saja atau JawaSentris, tetapi akan terwujud pemerataan ekonomi baru dari Sabang hingga Merauke.