Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

E-KTP Digital dan Potensi Kebocoran Datanya

17 Januari 2022   11:24 Diperbarui: 17 Januari 2022   11:26 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar-benarlah rakyat Indonesia itu rakyat yang latah, bagaimana tidak? Entah Iri atau terkejut bathin dengan apa yang dicapai oleh seorang Ghozali Everday yang tiba-tiba booming dan menciptakan kehebohan baru dengan pencapaian luar biasanya atas eksistensinya tidak pernah absen untuk berswafoto alias berselfie ria, dari tahun 2017 hingga kini hingga foto-foto selfienya bisa dihargai hingga Rp 1,5 Miliar.

Aksinya yang menterang bisa meraup miliaran rupiah di OpenSea membuat rakyat Indonesia latah dan mengikuti jejaknya. Banyak sekarang beralih ke OpenSea dengan NFT-nya dengan harapan bisa setenar Ghozali Everday, sampai-sampai banyak yang jual KTP-nya di OpenSea. Dilansir dari berbagai berita online, di OpenSea sekarang banyak dipampang foto-foto berbagai macam produk, hingga foto selfie KTP juga beredar marak di OpenSea.

Ini adalah fenomena baru dan tidak perlu ditiru harusnya, kenapa? Masa foto tanda pengenal diri harus ditampilkan di OpenSea? Apakah memang ada investor yang tertarik untuk membeli foto selfie KTPnya? Entahlah, yang pasti NFT tidak hanya mengakibatkan terjadinya peluang praktik pencucian uang, tetapi bisa juga berpotensi maraknya penjualan data-data pribadi karena terjadinya upload foto identitas diri kita bukan?

Apalagi sekarang pemerintah lewat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah melakukan uji coba KTP Elektronik (E-KTP) dalam bentuk digital. Membaca ini (E-KTP) digital, ingatan saya langsung tertuju pada masalah besar di masa era pemerintahan SBY, sekitar tahun 2010-an yang sampai sekarang belum tuntas ke akar-akarnya. Ya, Korupsi E-KTP alias KTP elektronik yang menjadi skandal besar di negeri ini.

Tidak hanya proyek mega E-KTP ini aja yang masalah, tapi juga data E-KTP, dimana hologram E-KTP adalah buatan Cina dan Perancis, artinya data dan NIK rakyat Indonesia ini diproses atau dikerjakan di luar negeri, bukan di dalam negeri. Apakah negara kita tidak sanggup untuk membuat proyek mahal E-KTP ini? Hingga data rakyat Indonesia berpotensi bocor sampai ke luar negeri?

Ya, mega skandal korupsi E-KTP yang dulu saja sampai sekarang tidak tuntas-tuntas diusut oleh KPK, kini sudah muncul E-KTP baru lagi yang namanya digital. Pertanyaan saya, apakah E-KTP yang dulu itu tidak sama dengan yang sekarang? Dulu juga namanya E-KTP alias Elektronik KTP. Apa bedanya KTP dulu dengan yang sekarang?

E-KTP Zaman Setya Novanto vs E-KTP Digital

Baru-baru ini pemerintah lewat Kemendagri kembali meluncurkan program baru bernama uji coba KTP Elektronik (e-KTP) dalam bentuk digital. Uji coba sendiri sudah dimulai sejak tahun 2021 lalu dan baru menjangkau 58 Kabupaten/Kota di Indonesia. Sayapun penasaran dengan cara kerja dan perbedaan apa yang ada dengan E-KTP yang kita miliki sekarang?

Ohh ternyata setelah saya telusuri bedanya hanya dalam bentuk fisiknya saja, dimana jika E-KTP yang dikenalkan dan kita miliki sejak tahun 2009 itu masih dalam bentuk fisik dan dapat kita kantongi dan kita tunjukkan E-KTP kita itu sebagai bukti legalitas dari data pribadi kita. Sementara E-KTP Ditigal yang dimaksud disini adalah KTP digital, dimana data-data pribadi kita ini berbentuk aplikasi yang tersimpan di telepon pintar kita atau SmartPhone ataupun HP kita.

Secara sederhana, e-KTP Digital ini bentuknya adalah aplikasi yang memuat tentang identitas diri dari seorang warga, seperti yang tertera pada e-KTP fisik, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama lengkap, tanggal lahir, alamat, dan sebagainya. Jadi nantinya, E-KTP digital yang dimaksud cara pengoperasiannya hampir mirip dengan aplikasi PeduliLindungi yang sekarang trend kita gunakan untuk menunjukkan apakah kita sudah divaksin atau belum.

Jadi dalam E-KTP digital ini, ada semacam Barcode atau QR Code yang bisa dipindai. Masyarakat juga akan bisa menyimpan e-KTP digital ini dalam smartphone/ponsel masing-masing, dimana warga harus mengunduh aplikasi ini dan mendaftarkan diri terlebih dahulu, dengan mencocokkannya pada data identitas pribadi yang ada di e-KTP fisik.

Tidak hanya itu, e-KTP Digital atau Identitas Digital juga bakal memuat data lain yang terintegrasi dengan NIK, seperti Kartu Keluarga, Kartu Vaksin Covid-19, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), Kepemilikan Kendaraan, dan sebagainya. Dengan Identitas Digital, warga tidak perlu lagi membawa e-KTP fisik. Identitas diri akan tersimpan dalam aplikasi yang ada di ponsel. Kemudian, kebutuhan administrasi yang membutuhkan data identitas diri nantinya juga tidak perlu menggunakan e-KTP fisik.

Masalahnya, apakah semua rakyat Indonesia sudah punya dan mampu mengakses SmartPhone alias telepon pintar dengan baik? Bagaimana dengan para lansia (lanjut usia) yang sudah pikun, tidak mampu membaca aplikasi lagi dengan baik dan butuh pendampingan?

Potensi Kejahatan Berfoto Dengan E-KTP Digital

Satu hal yang pasti ditakuti efek dari kesuksesan seorang Ghozali Everday saat bermain NTF alias Non-fungible Token adalah faktanya banyaknya orang Indonesia yang latah dan pengen sukses instan seperti dialami Ghozali, padahal pria asal Semarang ini menggeluti dunia NFT dengan OpenSea-nya yang kini menghasilkan miliaran Rupiah itu berlangsung sejak lima tahun lalu.

Namun kini banyak yang instan dengan mengupload foto selfienya dengan E-KTPnya, bahkan diperkirakan ketika Aplikasi Identitas Digital (Digital ID) ini benar-benar dirilis dan sudah ada di toko aplikasi Google Play Store (Android) atau di App Store (iOS), maka bukan suatu yang mustahil, bakal banyak yang berselfie diri dengan menampilkan aplikasi E-KTP atau kartu pengenal dirinya di NFT.

Dan itu sangat berbahaya, ketika mengupload itu di bisnis digital semacam NFT alias Non-fungible Token, kenapa? Karena dengan uploadnya data diri maka kita sudah masuk ke ranah penjualan dan pengunggahan foto dokumen kependudukan yang sangat rentan terhadap kejahatan.

Penjualan foto dokumen kependudukan dan selfie dengan dokumen e-KTP di samping sangat rentan terhadap penipuan dan kejahatan oleh pihak-pihak pengumpul data-data elektronik untuk ditipu atau diperjualbelikan. Foto dokumen kependudukan yang berisi informasi data pribadi dapat dengan mudah digunakan oleh pelaku kejahatan, karena data kependudukan itu bisa dijual kembali di pasar gelap atau digunakan dalam transaksi ekonomi online, misalnya data-data kita itu digunakan untuk merayu kita masuk perangkap seperti pinjol (pinjaman online).

Kenapa penting untuk tidak upload foto data diri di NFT? Karena NFT merupakan produk digital yang dapat dijual dan dibeli menggunakan teknologi blockchain. NFT memiliki fungsi seperti sertifikat digital yang menunjukkan kepemilikan atau otoritas atas sebuah karya seni. NFT dapat diperdagangkan di pasar online atau pasar OpenSea, yang pertama kali didirikan oleh Devin Finzer dan Alex Atallah pada Maret 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun