Indonesia memiliki banyak cerita rakyat, baik itu legenda ataupun mitos, maupun cerita rakyat yang sebenarnya terjadi ratusan tahun lalu, namun masih terpelihara dengan baik karena dikisahkan dari mulut ke mulut secara turun temurun hingga kini banyak dituliskan dalam buku cerita rakyat.
Dari Sabang hingga Merauke, kita temui alam maupun benda-benda sejarah memiliki kisah dan nilai cerita yang tinggi dan unik, terbaik serta mememberikan makna maupun pesan moral sebagai adab ketimuran yang wajib kita lestarikan dan menjadi kekayaan Nusantara yang tidak akan habisnya untuk jadi pembelajaran bagi generasi muda bangsa ini.
Tak kalah menarik apabila cerita rakyat kita ini diangkat menjadi sebuah film dengan alur cerita yang masih relevan dengan kenyataan hari ini. Banyak cerita mistis yang bakalan melejit dan menjadi film layar lebar favorit apabila ditampilkan dengan baik lengkap dengan alur cerita yang sebenarnya dan bisa membawa penonton untuk memahami dan penasaran akan kejadian masa itu, juga menunjukkan bahwa di Indonesia, jauh ratusan tahun lalu, seperti di daerah Sumatera Utara ada sebuah cerita yang mirip dengan fenonema yang terjadi sekarang, dimana terjadi fenomena Spirit Doll alias fenomena Adopsi Boneka Arwah.
Entah mengapa, namun itulah kenyataannya bahwa sekarang pun marak dikalangan tertentu muncul fenomena Spirit Doll alias mengadopsi boneka arwah. Boneka arwah sendiri menurut beberapa informasi yang saya himpun adalah boneka yang didesain mirip seperti bayi yang hidup dan diasuh oleh pemiliknya seperti bagaimana dia mengasuh bayi sesungguhnya.
Sebenarnya memiliki boneka hal biasa dan di Indonesia sejak tahun 1990-an kita dimanjakan oleh penampilan seniman ventriloquist Ria Ernes bersama boneka Susannya yang tentunya mengundang decak kagum anak-anak yang tumbuh di tahun 90-an dan 200-an. Bagaimana tidak? Dalam acara tersebut Ria Ernes dan boneka Susan bisa berkomunikasi dengan baik. Sangat terhibur dengan percakapan dan komunikasi mereka. Ketika ditanya mengapa Ria Ernes lebih memelihara boneka Susan ketimbang anak-anak yang sebenarnya anak-anak?
Jawabannya sederhana, itu adalah bagian dari hasil imajinasinya.
Dia berkata, "Tergantung, itu kan kalau misalnya kita anggap itu (sebagai anak), itu kan dari imajinasi kita," kata Ria Enes dalam wawancara eksklusif virtual bersama Kompas.com, Kamis (6/1/2022).
"Imajinasi kita sudah ke mana-mana, sudah membayangkan apa aja, kemudian muncul ikatan emosi, ada sugesti, atau mungkin akhirnya menjadi kalau boleh dibilang ajimat. Lebih ekstremnya seperti itu ya," lanjut Ria.
Ditambah lagi memelihara boneka menurut Ria Enes memberi efek lucu dan terkesan menghibur bagi mereka yang merawatnya. Kurang lebih begitulah yang dialami Ivan Gunawan, Soimah maupun artis papan atas lainnya saat memelihara spirit doll.
Nah, kembali ke cerita boneka arwah dan film-film horor yang diciptakan dengan boneka arwah ini. Banyak film horor bercerita tentang Spirit Doll, seperti Annabelle yang memang menyeramkan itu. Sampai-sampai saya malas menonton film ini sampai habis, bukan karena apa tapi memang ceritanya tidak masuk akal, beda dengan cerita yang saya ketahui dari cerita Si Gale-Gale dari Sumatera Utara.
Si Gale-Gale, Cerita Rakyat Sumatera Utara Tentang Boneka Kayu Arwah
Menurut saya, ini menurut saya yah, dunia perfiliman tanah air bakal akan lebih terkenal dengan film-film horornya apabila dunia sinematografi kita mau menggali dan menuliskan skrip tentang cerita asal muasal terbentuknya Si Gale-Gale.
Ya, siapa itu Si Gale-Gale? Si Gale-Gale adalah kisah rakyat dari Pulau Samosir, Pulau di tengah-tengah Danau Toba, di Sumatera Utara.
Diceritakan awal adanya boneka patung ini, dimana kala itu, sekitar ratusan tahun lalu di Pulau Samosir berdiri sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana dan bijaksini bergelar Rahat. Berkat kebijaksanaannya dia sangat dihormati oleh rakyat di Pulo Samosir.
Namun, sayang disayang, isterinya telah meninggalkan Sang Raja, sehingga Raja hidup berdua dengan putra tunggalnya bernama Manggale. Kerajaan sangat tentram dan damai serta makmur karena Raja dan Putra Mahkota memerintah dengan baik dan bijaksana, namun suatu hari prajurit yang menjaga perbatasan datang melapor bahwa tidak jauh lagi dari perbatasan sudah datang pasukan musuh yang banyak untuk menyerang kerajaan Rahat.
Maka Sang Raja segera memanggil pasukan terbaiknya, dan mengangkat putra mahkotanya, Manggale menjadi panglima perang terbaiknya serta mengutusnya ke medan perang untuk memerangi musuh yang akan menyerang dan berniat mengambil sumber daya alam yang ada di kerajaannya.
Dengan berat hati, Raja Rahat mengutus pasukannya dan puteranya. Berkecamuk dan tidak tenang, ada ketakutan dalam diri Raja Rahat bahwasanya anaknya tidak akan kembali dari medan pertempuran. Dan kegelisahan itupun terjawab sudah usai pasukannya pulang dari medan perang dengan kemenangan.
Namun, puteranya harus gugur di medan pertempuran saat terjadi perang sengit. Putera mahkota gugur demi memperjuangkan kerajaannya dari musuh. Mendengar itu Raja Rahat sangat sedih tiada tara dan akhirnya jatuh sakit. Bagaimana tidak sedih? Manggale adalah putera kerajaan satu-satunya dan bakal jadi penerus mutlak menjalankan roda pemerintahan. Tak hanya raja, seluruh rakyat kerajaan sedih atas kematian Manggale.
Kondisi sakit raja sudah sangat mengkhawatirkan, dikabarkan sang raja terlihat pucat, terbaring lemas dan tak bisa berbicara. Maka penasehat raja meminta para datu (dukun) untuk mengobatinya dan kesimpulan datu bahwa raja sakit karena memikirkan putra mahkota yang sudah meninggal dan cara satu-satunya menyembuhkan sang raja adalah dengan menghadirkan sosok seperti Manggale ke hadapan Raja Rahat.
Tapi itu adalah perkara sulit, bagaimana caranya menghadirkan orang yang sudah meninggal untuk menjelma menjadi manusia lagi? Tapi ada seorang datu bernama Datu Mangatas menyampaikan ide.
"Bagaimana kalau kita membuat patung yang menyerupai wajah Manggale. Harapannya dengan melihat patung itu semoga saja kerinduan raja bisa terobati", pungkas Datu Mangatas.
Gondang Si Gale-Gale
Tapi ide itu tidak serta merta diterima yang lain karena banyak yang akan dikerjakan, siapa pembuat patung? Lalu bagaimana agar patung itu terlihat hidup dan bisa berkomunikasi dengan raja? Semuanya terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Aku mengenal seseorang yang pintar membuat patung manusia di Lumbanjulu Jonggi Nihuta. Kita bisa memintanya membuatkan patung yang mirip dengan Pangeran Manggale. Sesudahnya, kita bisa memanggil roh Manggale untuk masuk ke dalam patung tersebut," ucap Datu Mangatas kemudian.
"Tapi bagaimana caranya kita memanggil roh Manggale agar mau datang?" tanya salah satu datu.
"Tiupkan Sordam dan tabuhkan Gondang Sabangunan. Kemudian dengan melakukan manortor (menari), kita bisa memanggil roh Manggale," jawab Datu Mangatas.
Dengan jawaban tersebut, para penasehat kemudian menyiapkan segala yang diperlukan. Mereka meminta pengrajin di Lumbanjulu Jonggi Nihuta untuk membuatkan patung manusia. Patungnya dibuat semirip mungkin dengan Pangeran Manggale. Mulai dari wajah hingga tinggi dan bentuk perawakannya. Proses tersebut membutuhkan waktu selama tiga bulan. Setelah selesai, mereka menunggu sampai bulan purnama untuk melakukan upacara pemanggilan roh Manggale.
Singkat cerita, ketika malam bulan purnama tiba, para tetua dan penasehat menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk upacara pemanggilan roh. Mereka berencana melakukannya di tengah lapangan. Seluruh rakyat diundang untuk berkumpul di sekeliling lapangan tersebut, sementara Patung Manggale diletakkan di tengah kerumunan. Seluruh warga yang datang duduk dalam keheningan menanti hingga raja dan Datu Mangatas tiba.
Tak lama kemudian, Raja Rahat dan Datu Mangatas sampai di lapangan tersebut. Ketika melihat patung yang ada di tengah lapangan, pecahlah tangis sang raja. Ia menatap dengan penuh ketidakpercayaan kalau ia bisa melihat putranya kembali.
"Putraku Manggale," bisik Raja Rahat lirih di antara tangisannya. Sontak seluruh hadirin merasa terharu.
Datu Mangatas kemudian memberikan kode kepada pargonci atau penabuh gendang untuk memulai upacara. Tiupan Sordam pun terdengar nyaring diikuti dengan tabuhan Gondang Sabangunan. Datu Mangatas sendiri mengambil tiga buah tali dengan warna yang berbeda, yakni hitam, putih, dan merah. Ketiga tali tersebut ia ikatkan dengan rapih di kepala patung. Kemudian ia mengenakan ulos dan berdiri di tengah lingkaran. Setelah merapalkan mantra, ia menari mengelili patung tersebut sebanyak tujuh kali.
Tiba-tiba, patung Manggale itu mulai bergerak dan mengikuti gerakan manortor yang dilakukan Datu Mangatas. Sang datu kemudian mendekati Raja Rahat untuk ikut melakukan manortor bersama-sama. Raja pun menyambut sang datu dengan bangkit berdiri dan ikut melakukan manortor.
Tabuhan Gondang Sabangunan semakin terdengar bertalu-talu. Rakyat Uluan yang melihat tarian sang raja pun tak tinggal diam. Mereka langsung berdiri dan ikut bergabung manortor bersama-sama hingga matahari terbit.
Ketika matahari sudah mulai menunjukkan cahayanya di ufuk timur, pesta dan tarian tersebut harus segera diakhiri. Karena hal tersebut termasuk isi dari perjanjian yang dibuat Datu Mangatas dengan roh Manggale. Sesudahnya, patung itu tak bisa bergerak lagi.
Patung itu kemudian disimpan oleh Raja Rahat. Ketika sang raja merindukan putranya, ia akan mengeluarkannya dari penyimpanan kemudian mengadakan upacara pemanggilan roh.
Film Si Gale-Gale Bisa Jadi Ajang Promosi Wisata
Sampai sekarang, tor-tor dan gondang Si Gale-Gale masih terpelihara dan menjadi ikon wisata di Danau Toba, khususnya di Tomok dan sekitarnya. Para pengunjung alias wisatawan lokal maupun mancanegara tak akan lengkap mengunjungi Danau Toba jikalau belum ikut serta dalam acara tor-tor maupun gondang Si Gale-Gale.
Bahkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno menilai film sangat efektif menjadi medium promosi destinasi pariwisata nasional. Menurutnya, industri perfilman juga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat.
Sehingga sangat berharap film kisah haru, sedih dan banyak mengandung unsur mistis dalam cerita Si Gale-Gale bisa menjadi film mengangkat kisah kearifan lokal dengan cerita yang lebih bisa diterima akal, dimana menjawab kerinduan ayahnya akan keberadaan puteranya, meminta dibuatkan sebuah boneka patung dari kayu dan bisa bergerak karena dimasuki roh.
Dengan adanya film ini dipastikan akan laris manis dan mampu mengangkat serta melestarikan cerita rakyat, kita juga mampu mengembangkan parawisata lokal yang menjadi parawisata unggulan. Dari kisah ini, sebagai bentuk lain dari kecintaan kita untuk mewarisi kebudayaan lokal.
Sumber Artikel :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H