Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Setelah WFO, Guru dan Murid Semangat Belajar Tatap Muka Terbatas

23 November 2021   05:24 Diperbarui: 25 November 2021   03:09 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru kembali WFO. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Banyak tantangan dan kendala harus dihadapi Pendidik dan peserta didik kala harus WFH akibat pagebluk Covid-19 yang tiba-tiba menyerang hampir seluruh dunia ini. Ya, pandemi global mengharuskan guru mengajar muridnya dari rumah saja.

Rutinitas selama ini, dimana Guru datang ke sekolah memberikan pembelajaran langsung, tatap muka, tiba-tiba harus membiasakan diri mengajar dari rumah saja manfaatkan perangkat teknologi agar proses pembelajaran tetap berlangsung.

Walau disadari banyak kekurangan dan tidak maksimal karena harus diakui bahwa tidak semua Pendidik dan Peserta Didik siap dengan dunia teknologi dan bahkan tidak semua peserta didik memiliki perangkat teknologi seperti smartphone maupun laptop yang mumpuni untuk mendukung proses pembelajaran jarak jauh alias daring atau dalam jaringan internet.

Di awal Maret 2020 Pemerintah mengharuskan semuanya WFH alias Work From Home untuk menghindari dan menekan kasus penyebaran pagebluk Covid-19. 

Tidak hanya dunia pendidikan, kantor-kantor juga mengharuskan karyawannya bekerja dari rumah saja membuat suasana dan perilaku kerja juga berubah.

Dampak Covid-19 sangat terasa dalam dunia pendidikan bukan? Ya, banyak kendala ketika pembelajaran jarak jauh diterapkan. Penulis merasakan, bagaimana setiap ada zoom meeting memanfaatkan aplikasi Microsoft Teams, peserta didik banyak tidak hadir dengan alasan yang memang masuk akal.

Ada karena faktor ekonomi, dimana tidak sanggup beli smartphone yang support dengan aplikasi, ada dengan alasan satu handphone dipake oleh adeknya yang juga dalam waktu bersamaan sedang mengikuti pembelajaran daring, dan masih banyak alasan lainnya.

Bersyukur rasanya, setelah setahun lebih penerapan pembelajaran jarak jauh (distance learning) dan ketakutan akan learning loss serta setelah gencarnya vaksinasi massal untuk tenaga pendidik dan kependidikan, tenaga kesehatan.

Serta warga sekolah dari tingkat SMP sampai perguruan tinggi pun untuk masyarakat umum, maka saya mengapresiasi keberanian pemerintah pusat dan daerah yang berkolaborasi kembali membuka Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) sehingga semua tampak senang dan bahagia ketika kembali menjalani rutinitas dengan WFO (Work From Office).

Syarat Agar WFO Maksimal Manfaat dan Minimal Penyebaran Covid-19

Tidak dapat dipungkiri, walau sudah kembali kelihatan normal dengan aktivitas tatap muka di sekolah, namun tetap memiliki rasa was-was dan khawatir akan penyebaran pandemi yang belum tuntas tentunya.

Ketakutan akan serangan gelombang berikutnya membuat kita semua waspada tentunya. Penerapan Protokol Kesehatan dengan ketat dan tidak kendor adalah syarat mutlak agar pembelajaran tatap muka terbatas tetap terlaksana dengan baik.

Langkah-langkah yang diterapkan di sekolah dan di kelas agar Work From Office bagi pendidik bisa terlaksana dengan baik sehingga upaya penyampaian materi pembelajaran lebih optimal dan meminimalisir penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah, tentunya dengan penerapan langkah-langkah berikut:

Pertama, disiplin dalam penerapan 5M, tidak cukup hanya 3M, di sekolah-sekolah Tenaga Pendidik dan Kependidikan harus ketat dalam menerapkan protokol kesehatan.

Meski angka Covid-19 di tanah air mulai melandai dan turunnya level PPKM di tiap daerah, namun pembiasaan dan kebiasaan baru penerapan 5M tidak boleh kendor tentunya.

Dimana 5M itu adalah Menggunakan Masker. Setiap tenaga pendidik dan kependidikan dan peserta didik, meliputi Kepala Sekolah, Guru, Karyawan, dan pastinya peserta didik sejak dari rumah sudah harus sarapan alias mengisi perut.

Memakai masker dan sesampainya di sekolah petugas pengecek suhu melakukan tugasnya dan menyemprotkan handsanitizer ke tangan siswa atau siswa memilih untuk mencuci tangan sebelum masuk ke kelas.

Dengan sistem ganjil-genap dan dua gelombang, satu gelombang tiga jam pelajaran dengan durasi 45 menit memang tidak maksimal.

Namun, setidaknya komunikasi dua arah (two ways communications) berjalan dengan baik, dalam penyampaian materi tidak ada gangguan sinyal serta pendidik bisa melanjutkan pendampingan pembelajaran menggunakan media berbasis Information and Communication Technology (ICT).

Selain tidak kendor menggunakan masker selama di linkungan sekolah dan saat pulang ke rumah, juga wajib menjaga jarak antara 1 sampai 1,5 meter. 

Memang hal ini masih sangat sulit diterapkan, namun dengan pembiasaan dan sering diingatkan maka tradisi menjaga jarak ini semoga bisa menjadi kebiasaan.

Saat bel berbunyi, tidak berkerumun dan rajin mencuci tangan juga disiplin harus diterapkan. Guru yang masuk di les terakhir wajib memastikan saat pulang peserta didik tidak berdesak-desakan di pintu tetapi keluar satu per satu.

Dengan protokol kesehatan dan tentunya memastikan di lingkugan sekolah maupun sekitar sekolah tidak membuka kantin atau melarang berjualan, sehingga peserta didik fokus langsung pulang ke rumah dan dapat mengurangi aktivitas tidak perlu di luar jam sekolah.

Kedua, sebagai guru mapel Informatika yang tentunya mengajarkan tidak hanya berpikir komputasional, tapi juga sekaligus praktek pemecahan masalah memanfaatkan berbagai aplikasi, membuat saya harus banyak berinteraksi dan melihat serta memperbaiki hasil praktek peserta didik di Lab. Komputer.

Tidak hanya itu, dikarenakan selama pembelajaran jarak jauh dalam jaringan, banyak peserta didik yang tidak memiliki smartphone, maka kebijakan sekolah adalah menghadirkan mereka untuk belajar di Lab. Komputer.

Sehingga saya tetap datang ke sekolah dan membuka ruangan lab, menyediakan tempat bagi peserta didik yang tidak memiliki akses untuk pembelajaran jarak jauh tersebut.

Merangkum dari laman Sahabat Keluarga Kemendikbud, hasil survei UNICEF tanggal 18-29 Mei 2020 dan 5-8 Juni 2020, UNICEF menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari peserta didik di 34 provinsi Indonesia melalui kanal U-Report yang terdiri dari SMS, WhatsApp, dan Messanger.

Terkait pengalaman siswa belajar dari rumah selama masa pandemi Covid-19, menyebutkan sebanyak 66 persen dari 60 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di 34 propinsi mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi Covid-19.

Dari jumlah tersebut, 87 persen siswa ingin segera kembali belajar di sekolah, 88 persen siswa juga bersedia mengenakan masker di sekolah dan 90 persen mengatakan pentingnya jarak fisik jika mereka melanjutkan pembelajaran di kelas.

Meski begitu, siswa telah menyadari dampak Covid-19 bila mereka kembali ke sekolah, sehingga sehingga menurut mereka akan lebih baik untuk menunggu sampai jumlah kasus Covid-19 berkurang.

Dan setelah dua minggu lebih pembelajaran tatap muka terbatas terwujud, maka semuanya senang kala kembali ke bangku sekolah, semoga pandemi ini bisa berubah jadi endemi sehingga semuanya kembali normal, sebab Guru memang harus WFO karena tugasnya mendidik...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun