"Saya punya tiga puteri, yang paling tua masih umur empat tahun, saya selalu punya bayangan bahwa dalam sepuluh tahun lagi mereka akan menanyakan saya, 'Bapak, ngapain sih buat melindungi kita waktu jadi menteri?' dan permen ini akan menjadi jawaban saya kepada anak-anak puteri saya, bahwa saya telah melakukan apapun yang bisa saya lakukan, untuk melindungi mereka dan generasi muda kita ke depan". Itulah alasan mengapa Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim harus membuat dan mengaplikasikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan kampus.
Tidak dapat dipungkiri, realita banyaknya korban kekerasan seksual di lingkungan kampus menjadi sorotan yang harus diberantas, diawali dengan diterbitkannya Permendikbud Ristek yang memang secara spesifik dan bisa menjadi pegangan bagi korban kekerasan seksual di kampus untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya.
Selama ini kita melihat bahwa banyak korban kekerasan seksual tidak berani berbicara karena memang tidak ada payung hukum dan peraturan yang spesifik yang bisa menjadi pegangan korban untuk melaporkan kejadian kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen, pembimbing maupun civitas kampus kepada mahasiswanya.
Terungkap, pengakuan seorang mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Universitas Riau (UNRI) mengalami pelecehan seksual ketika sedang melakukan bimbingan proposal skripsi.
Dan ketika si mahasiswa ini meminta bantuan kepada salah satu dosen di jurusannya untuk membantunya melaporkan si dosen pelaku ke Ketua Jurusannya dan minta pergantian pembimbing proposal, apa yang terjadi?
Mahasiswa tersebut malah diintimidasi dan ditertawakan oleh pihak jurusannya. Mereka bahkan melarang mahasiswa tersebut untuk speak up atas pelecehan yang dia terima. Sepenggal pahit yang harus diterima oleh korban pelecehan seksual akibat abu-abunya payung hukum di negeri ini atas perlakuan pelecehan seksual yang makin marak di kampus-kampus.
Apakah hanya mahasiswa UNRI itu yang jadi korban pelecehan seksual? Tidak, pasti sangat banyak. Itu dibuktikan oleh hasil survei didapat langsung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi di tahun 2020, hasilnya? 77 persen dari dosen yang disurvei menyatakan bahwa kekerasan seksual itu pernah terjadi di kampus. Yang perlu digarisbawahi ini adalah pernyataan dosen itu sendiri, bukan mahasiswa.
Artinya, ada fenomena gunung es yang makin menjulang tinggi apabila undang-undang ini tidak direalisasikan, tidak diaplikasikan dalam kehidupan kampus sebagai payung hukum untuk melindungi generasi muda kita yang bakal mengecap pendidikan di kampus nantinya. Â Â Â
Padahal, melindungi semua anak-anak kita disetiap Institusi Pendidikan adalah tugas kita bersama untuk menciptakan suasana belajar dan mengajar yang kondusif di setiap tingkat atau jenjang pendidikan.
Mendukung Permendikbudristek PPKS No 30 Tahun 2020 Demi Masa Depan Generasi Bangsa