Generasi siaran televisi analog hanya bisa menerima siaran itu-itu saja tanpa ada pilihan lain yang mampu memberikan pembelajaran yang lebih kreatif selain hanya berita, film, sinetron dan lainnya yang sekarang tidak relevan lagi. Belum lagi gambar yang buram, suara yang kadang tidak jelas dan saya masih ingat, untuk menghasilkan siaran televisi lain, harus bola-balik memutar antena televisi. Sungguh sudah ketinggalan zaman bukan?
Sementara, sekarang di era digital, kita dihadapkan pada tantangan pembangunan industri 4.O dan perkembangan masyarakat informasi, kita memerlukan barisan-barisan talenta unggul dalam mahadata (big data), kecerdasan buatan, internet of thing (IoT), hingga blockchain.
Perkembangan alat tukar atau mata uang digital, sungguh tidak kita bayangkan sebelumnya. Sebuah tantangan terbesar bagi ekonomi digital dan bahkan makro ekonomi global.
Anak-anak Indonesia harus sudah mulai berpikir kreatif dan inovatif untuk mengantisipasi perubahan-perubahan dalam keseimbangan ekonomi-politik dunia ini.
Anak-anak Indonesia harus awas dan cerdas karena semua perkembangan ini memiliki potensi disrupsinya sendiri. Ini adalah persoalan ekonomi-politik digital global, keseimbangan sistem ekonomi-politik global berpotensi terancam akibat munculnya cryptocurrency-kriptografi layaknya Litecoin, Ripple, Paycoin, Darkcoin, atau Dogecoin.
Kedua, siaran televisi digital menggunakan modulasi sinyal digital dan sistem kompresi akan menghadirkan kualitas gambar yang lebih bersih, suara yang lebih jernih dan canggih teknologinya bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, akan lebih banyak pilihan saluran televisi yang bisa dinikmati. Semua manfaat tersebut akan dinikmati masyarakat secara gratis karena proses digitalisasi penyiaran ini dilakukan pada penyiaran tetap tidak berbayar (free to air/FTA).
Walaupun sama-sama menggunakan teknologi digital, siaran televisi digital bukanlah siaran televisi melalui internet atau streaming. Sebagaimana diketahui, untuk mengakses informasi dan hiburan melalui siaran streaming, masyarakat harus memiliki layanan data internet.
Sementara itu, untuk dapat menikmati siaran televisi digital, hanya diperlukan antena ultra high frequency (UHF) serta perangkat televisi yang selama ini digunakan untuk menerima siaran televisi analog. Televisi yang belum memiliki saluran penerimaan siaran digital juga tidak harus melakukan penggantian perangkat dengan televisi baru.
Cukup dengan menambahkan alat bantu penerima siaran digital berupa kotak decoder yang disebut set top box (STB). Kabel dari antena UHF terlebih dahulu disambungkan dengan STB. Lalu, kabel dari STB dikoneksikan pada perangkat televisi analog. Maka, masyarakat sudah dapat menerima siaran modulasi digital, sepanjang siaran digital telah dipancarkan.
Tentunya migrasi dari televisi analog ke digital ini membutuhkan perencanaan dan kerjasama setiap stakeholder agar penerapan migrasinya tepat sasaran dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat yang masih berada di daerah-daerah yang belum terjangkau siaran televisi, maupun bagi masyarakat yang masuk golongan miskin dan tidak sanggup membeli peralatan STB?
Inilah yang perlu kita pikirkan bersama bagaimana solusinya sehingga peran televisi digital yang diidam-idamkan masyarakat agar mampu membantu anak-anak untuk belajar mandiri dengan televisi digital dengan ketersediaan konten-konten pendidikan mulai dari pelajaran tingkat Sekolah Dasar hingga Menengah mampu menjadi solusi di masa pandemi Covid-19 yang masih mengharuskan kita belajar dari rumah.