Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tidak Mudik dan Menjaga Asa Anak-Anak Tidak Bosan di Rumah, Momen Tersulit Ramadan Tahun Ini

5 Mei 2020   14:22 Diperbarui: 5 Mei 2020   14:26 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ini mungkin adalah tahun paling sulit yang harus kita alami setelah sekian tahun tidak pernah mendapatkan serangan pandemi global seperti yang kita rasakan di awal tahun 2020 ini, apalagi kalau bukan mendapatkan serangan pandemi covid-19 yang penyebarannya sangat cepat dan luar biasa telah memakan korban jiwa yang tidak sedikit.

Semenjak diumumkan di negara kita ada dua pasien positif terjangkit virus mematikan ini di awal bulan Maret kemarin dan Pemerintahan Pak Jokowi mengumumkan kita harus Work From Home alias Belajar dari Rumah, Bekerja dari Rumah hingga Beribadah di Rumah saja, semuanya serasa berubah dan terjadilah perubahan global dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sekolah tutup karena kebijakan Belajar di Rumah, generasi tahun ini yang biasanya lulus setelah melewati serangkaian ujian, ujian sekolah, ujian semester, hingga UNBK alias Ujian Nasional Berbasis Komputer, kini lulus dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan kita, Nadiem Anwar Makarim lewat Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) yang dikeluarkan tanggal 24 Maret lalu.

Kebijakan Peniadaan UN, tidak perlu diperdebatkan lagi karena memang keselamatan generasi muda bangsa kita lebih penting dengan jaga jarak, daripada harus dipaksakan untuk bergerombol masuk ruangan, berdesak-desakan dan bahkan saling bersentuhan untuk menjawab soal-soal dari komputer.

Tetapi jujur, belajar di rumah selama kurang lebih tujuh minggu sudah kita lalui, membuat orangtua dan siswa merasa terbebani, karena orangtua harus mampu mengatur waktu dan menjadi guru yang sebenarnya bagi anak-anak mereka. Tidak terkecuali dengan saya, walau sudah menjadi guru selama kurang lebih dua belas tahun, tetapi harus butuh kesabaran ekstra dalam membimbing mereka dan menyemangati mereka agar tidak bosan belajar dari rumah.

Lucu juga melihat tingkah mereka yang kadang menggerutu, bingung dan bolak-balik mencoret buku tulisnya dikala dia merasa tidak benar apa yang dia kerjakan. Dia bolak-balik meminta handphone android ibunya yang kebetulan nomor sang istri yang masuk ke grup WhatsApp kelas sekolah anak-anak.

"Mak... sini dulu hp-nya, nga jelas tadi halaman berapa dibilang ibu guruku!", setengah berteriak.

"Ia, ini", kata mamaknya dari dapur sambil menunjukkan kembali WhatsApp ibu gurunya.

Lalu dia kembali membolak-balik bukunya sambil menggerutu, "Ini kan sudah aku kerjakan? Kenapa aku kerjakan lagi?", gerutunya sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Bukunya dia coret lagi, saya diam saja sambil tersenyum memperhatikan tingkahnya.

Lain lagi tingkah anakku yang kelas II SD, dia selalu menyuruh ayahnya untuk standby disampingnya. Saya tidak boleh beranjak dari sisinya, alasannya agar gampang dia bertanya ketika ada pelajaran yang sulit.

Begitulah suka-dukanya ketika mengajari anak-anak di rumah, terkadang mereka lebih berkuasa daripada orangtuanya.

Tiba-tiba mereka kompak untuk bilang, lapar, atau minta snack atau cemilan. Untung isteri sigap dalam membuat snack atau cemilan sehingga mereka tidak ada alasan untuk jajan di luar rumah.

Memberikan pengertian bahwa pandemi covid-19 bisa menular ketika beraktivitas di luar rumah cukup memberikan pemahaman kepada mereka sehingga mereka takut untuk keluar rumah sekedar jajan.

Inilah mungkin momen tersulit, dimana kita harus bisa menjadi orangtua, sekaligus guru yang sebenarnya bagi anak-anak kita. Tidak hanya saya yang mungkin mengalami kesulitan, bahkan banyak orangtua yang tidak memiliki latar belakang guru dan tidak berpikiran harus mengajari anaknya sepanjang hari, ternyata karena pandemi ini mengajarkan mereka untuk menjadi guru yang baik bagi anak-anak mereka.

Momen berikutnya mungkin adalah kenyataan tidak bisa mudik tahun ini. Tidak dapat dipungkiri, rasa rindu, kangen untuk kumpul keluarga di kampung halaman tidak bisa direalisasikan libur Lebaran tahun ini. Kita harus memendam rindu, harus dapat menghilangkan kerinduan akan suasana di kampung halaman.

Rindu akan kegiatan-kegiatan mengisi hari-hari libur dengan memetik kopi di ladang, menanam jagung atau cabe, bergotong-royong membersihkan pancuran, pergi jalan-jalan ke Danau Toba dan kampung mertua, mengusir burung-burung yang menyerang padi di sawah, rindu suasana memanen, dan suasana lainnya yang tentunya membuat pikiran kita fresh dan sejenak melupakan suasana di kota Medan.

Hari ini saya ke sekolah untuk mempersiapkan simulasi atau ujicoba CBT Online Proktor Teknisi yang diadakan oleh Pusmenjar, saya bertemu dengan teman-teman guru honor. Sayapun bertanya kepada mereka, apa momen tersulit selama Ramadan ini?

Sebut saja namanya pa Agung, guru Matematika ini masih muda dan punya semangat tinggi untuk mengajar di sekolah dan membuka bimbingan belajar di sekitar Medan, Amplas.

Namun, akibat pandemi covid-19, dia merasa berat sekali, bagaimana tidak? Bimbingan belajarnya sekarang stop karena siswa belajar di rumah, sementara dia dan rekan-rekannya sewa gedung bimbel di Amplas dengan harga 20 juta rupiah.

Sementara dari sekolah, karena belajar di rumah, gaji juga tidak jalan, sehingga harus memutar otak untuk mencari kegiatan yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sehingga ada kepikiran untuk membuka counter yang menjual pulsa dan assesories handphone di ruko yang terlanjur di sewa. Sementara untuk mudik? Sama jawabannya, belum tentu bisa mudik karena masa pandemi covid-19 belum usai.

Yah inilah momen-momen tersulit dalam menyambut Ramadan tahun ini. Ketika saya menuliskan curhatan ini, dibelakang saya siswa dan siswi kelas XII sedang sidik jari dan pengambilan Izazah SMP. Menjaga jarak dan pakai masker, mereka berusaha tertib untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Semoga pandemi ini segera hangus agar kegiatan normal kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun