Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keluarga Pondasi Awal Bangun Budaya Literasi, Tumbuhkan Insan Pembelajar Indonesia Emas 2045

6 Juli 2019   10:55 Diperbarui: 6 Juli 2019   11:19 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budaya Literasi Akan Lebih Mudah Mengakar Jika Sejak Dini Keluarga Juga Berperan Membudayakan Enam Literasi Dasar, Apa Saja? Simak Artikelnya. sumber:sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id

Keluarga adalah ujung tombak pendidikan karakter anak, karena dalam keluarga ada Ibu dan Ayah yang merupakan sumber keteladanan dan mentor anak dalam proses perkembangannya. Keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung maupun tidak langsung mampu memberikan pengaruh terhadap perilaku dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tantangan dalam mendidik anak sangatlah kompleks dan perlu disikapi bersama di era kekinian, kenapa? Karena dengan derasnya arus globalisasi yang ditandai dengan cepatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bisa menjadi pisau bermata dua, dimana di satu sisi sangat membantu anak dalam mencari dan menemukan sesuatu itu dengan cepatnya, namun di sisi lain, TIK bisa menjerumuskan anak dalam lembah bernama kecanduan akan menggunakan gawai jika orang tua memberikan kebebasan kepada anak.

Ya, tidak dapat dipungkiri jika gawai -- Bahasa Indonesia dari gadget -- telah memberikan pengaruh dan tantangan besar bagi orangtua dalam praktek pengasuhannya. Hal ini jelas diutarakan oleh Sukiman, Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga, dalam acara Pelatihan Calon Fasilitator Pendidikan Keluarga, diselenggarakan di Hotel Lepolonia Meda, 24-27 Juni 2019.

"Anak hebat, orangtua terlibat. Dengan komunikasi anggota keluarga terjalin dengan baik, itu salah satu cara mempersiapkan anak-anak yang berkarakter untuk menyambut generasi emas 2045", ujar pak Sukiman. Hal ini juga sejalan dengan apa impian dari Presiden Jokowi yang ingin agar Indonesia bisa secepatnya setara dengan negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) di tahun 2030.

Hal ini terungkap dari hasil peringkat dan capaian nilai PISA (Programme for International Student Assessment) yang terus meningkat enam peringkat dari peringkat 71 tahun 2012, menjadi peringkat 64 tahun 2015. PISA sendiri adalah sistem ujian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan oleh OECD untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Siswa berusia 14-15 tahun dipilih secara acak untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi, yaitu: membaca, matematika, dan sains.

Walau perlahan tapi pasti nilai PISA negara kita naik per tiga tahun, namun masih menyisakan pekerjaan rumah untuk menciptakan pendidikan yang merata di seluruh pelosok tanah air. Disamping itu tugas mengentaskan masyarakat dari tuna aksara yang tinggal 3,7 persen tersebut, juga ada tugas maha berat lainnya, bagaimana menumbuhkan minat baca masyarakat sehingga tumbuh menjadi masyarakat yang literal dan memiliki budaya literasi yang tinggi?

Trik Agar Tercipta Budaya Literasi Dari Keluarga

Tujuan pendidikan keluarga secara universal dapat dikatakan agar anak Indonesia menjadi mandiri, dalam arti bukan saja dapat mencari nafkahnya sendiri, melainkan juga mengarahkan dirinya berdasarkan keputusannya sendiri untuk mengembangkan semua kemampuan fisik, mental, sosial, dan emosional yang dimilikinya, sehingga dapat mengembangkan suatu kehidupan yang sehat dan produktif, dengan memiliki kepedulian terhadap orang lain.

Untuk mendapatkan tujuan dari pendidikan tersebut, maka dibutuhkan kerjasama antar lini, terkhusus dalam menciptakan anak Indonesia yang cerdas, smart dan menjadi generasi yang literat, artinya generasi yang kritis dan peduli akan lingkungan dan sesama.

Tantangan berat bangsa ini dimasa sekarang, bagaimana agar tercipta masyarakat Indonesia yang kritis terhadap segala informasi yang dia terima, sehingga tidak langsung bereaksi secara emosional. Apalagi akhir-akhir ini kita harus berhadapan dengan orang-orang atau sekelompok orang yang memang di desain untuk memproduksi berita, informasi atau artikel yang sepertinya benar, tetapi sangatlah tidak benar alias berita bohong.

Banyak dari pengguna media sosial langsung bereaksi dengan membagikan artikel tersebut tanpa mempertimbangkan baik-buruk dan tidak pula membaca isinya dengan seksama sehingga menjadi bahan perdebatan, perang agrumen dan tidak jarang menimbulkan konflik sosial ditengah-tengah masyarakat.

Mengapa hal tersebut terjadi? Disinyalir alasan karena minat baca yang rendah menjadi salah satu penyebab cepatnya menyebar berita bohong ditengah-tengah masyarakat kita. Mereka yang tidak membudayakan membaca dan mudah bereaksi tanpa mempertimbangkan sesuatu adalah cerminan masyarakat yang belum memiliki literasi informasi dengan baik.

Alasan ini diperkuat oleh fakta dari data UNESCO yang menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 yang rajin membaca.

Untuk menjadi insan dengan literasi informasi yang baik, perlu pembiasaan membaca. Jika membiasakan diri untuk membaca sudah tertanam, tahap selanjutnya adalah terbentuknya karakter gemar baca, hingga akhirnya memiliki budaya baca yang baik.

Semuanya itu akan tercipta dari keluarga, oleh karena itu diharapkan keluarga menjadi pondasi kuat terciptanya budaya dan karakter gemar membaca bagi anak-anak menuju generasi emas 2045.

Bagaimana caranya? Ada beberapa tips dan trik dapat diterapkan dirumah dalam upaya mewujudkan budaya literasi dalam keluarga dalam mendukung upaya menumbuhkan insan pembelajar, diantaranya:

Satukan Persepsi Dalam Mendidik Anak. Zaman telah berubah, pola pengasuhan pun harus bisa mengikuti perubahan yang terjadi. Persepsi adalah cara pandang kita terhadap suatu hal. Persepsi terbentuk karena pengalaman hidup yang mengkristal menjadi pemikiran-pemikiran. Dan pemikiran ini akhirnya tersimpan dalam pikiran bahwah sadar kita menjadi semacam sistem operasi yang menggerakkan tindakan kita.

Jika persepsi orangtua untuk mendidik anak sudah tercapai dalam keluarga, maka langkah selanjutnya adalah bertindak dengan memberikan contoh yang baik dalam mendidik. Dimulai dari pembiasaan hal-hal baik, pendidikan karakter, menerapkan disiplin, terutama dalam hal belajar dan pemanfaatan gawai. Ajaklah anak-anak untuk bermain di luar rumah, dan batasi anak dalam bermain game dengan gawai.

Awasi mereka saat bermain game dengan gawai, karena game juga memiliki muatan positif, seperti meningkatkan kemampuan berbahasa asing, mengurangi stres, sarana hiburan, juga sarana belajar yang menyenangkan. Disamping itu, efek negatifnya juga tidak boleh kita abaikan, karena game mampu mengakibatkan anak lupa waktu, memunculkan perilaku negatif, seperti kecanduan, asyik dengan dirinya sendiri, tidak peduli akan lingkungan sekitar, dan susah tidur.

Kita harus sadar, tidak bisa mengkungkung anak dengan melarang mereka menggunakan teknologi, tetapi ajaklah mereka agar literat saat menggunakan teknologi, memanfaatkan teknologi untuk hal-hal positif, karena kita hidup di era teknologi, bukan di era sebelum teknologi berkembang dengan pesatnya.

"Didiklah anakmu sesuai zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.", begitulah nasehat Hendra Sudjana, Kasubdit Kemitraan Ditbindikkel.

Bangun Budaya Literasi Sesuai Usia Anak. Setiap orangtua punya cara dan pola asuh anak yang berbada-beda. Perbedaan ini muncul karena masing-masing orangtua membawa budaya dan perilaku masing-masing, disamping itu setiap anak juga punya sifat dan karakter yang berbeda, untuk itulah setiap orangtua punya cara dan pola asuh anak yang berbeda disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta keunikan anak.

Adalah tanggung jawab orangtua untuk menerapkan enam komponen literasi dasar bagi anak dalam pendidikan sehari-hari, diantaranya:

Liretasi baca-tulis-berhitung (calistung), merupakan literasi dasar (basic literacy) yang berkaitan dengan kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan menganalisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengkomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.

Literasi sains, merupakan ranah utama dari Programme for International Student Assessment (PISA). Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

Literasi TIK adalah kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti perangkat keras, lunak, serta etika dan etiket dalam pemanfaatan TIK. Hendaknya keluarga berperan besat dalam mengajarkan pemanfaatan TIK, praktik mengakses internet, mencari sumber informasi yang baik dan benar, serta mengolah data dengan baik, sehingga dengan pemahaman yang baik, bisa ditularkan di tengah-tengah masyarakat.

Literasi keuangan adalah pengetahuan dan kemampuan untuk mengelola keuangan. Tugas orangtua mengenalkan aneka jenis uang, bermain menghitung uang, mengurutkan, dan terlibat dalam permainan di gawai yang ada uangnya. Sehingga anak diharapkan mulai belajar tentang investasi, memahami tentang pinjaman, pajak, dan asuransi, serta paham bagaimana mengelola keuangan rumah tangga dengan baik.

Literasi budaya adalah kemampuan untuk mengetahui budaya yang dimiliki bangsa, baik kearifan lokal, maupun budaya nasional, serta kemampuan dan keinginan untuk melestarikan dan mengembangkan budaya tersebut. Literasi budaya bertujuan baik, untuk mencegah lunturnya budaya lokal akibat imbas dari merebaknya budaya global yang sangat kuat. Kondisi saat ini, banyak generasi muda mulai tidak tahu budayanya sendiri.

Literasi kewarganegaraan adalah kemampuan atau kesadaran seseorang mengenai kebijakan dan keputusan dalam penyelenggaraan negara, serta tindakan dan perbuatannya bagi penyelenggaraan negara dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Diharapkan enam kemampuan literasi diatas selain diterapkan dari keluarga, juga benar-benar diaplikasikan di sekolah, sehingga program yang selaras dengan Nawa Cita dan menjadi agenda prioritas pemerintah Indonesia benar-benar terwujud.

Sinergi antara guru dan orangtua siswa sangat dibutuhkan sehingga berdampak pada kesuksesan budaya literasi, sehingga terwujud generasi Indonesia yang terampil, cakap, inovatif dan berkarakter Indonesia menuju Generasi Emas 2045.

#SahabatKeluarga #LiterasiKeluarga

Sumber:

satu, dua, tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun