Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Kesejahteraan, Perlindungan Profesi, Serta Pelatihan Guru, Utamakan yang Mana?

6 Mei 2019   15:46 Diperbarui: 6 Mei 2019   15:50 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru, mungkin inilah pekerjaan paling berat dan mulia di era kemerdekaan, era orde baru, hingga era reformasi. Namun di era kekinian, apakah profesi Guru masih sangat dimuliakan dan sangat benar-benar dibutuhkan? Tidak dapat disangkal lagi bahwa kemajuan era teknologi serta makin majunya pola pikir masyarakat kita mengakibatkan mindset ataupun pola pikir terhadap profesi Guru menjadi berubah.

Ya, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa profesi Guru tidak dianggap semulia ketika Presiden Soekarno memerintahkan agar Guru dilatih dengan baik, hingga begitu pentingnya fungsi dan peranan Guru dalam mendidik dan mengajar hingga era sebelum teknologi benar-benar menjadi andalan di era sekarang.

Guru adalah ujung tombak pendidikan dalam perkembangan suatu Negara. Begitu juga dengan Indonesia, peranan guru sangat penting dalam memajukan generasi bangsa untuk mencapai tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat, yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum dan MENCERDASKAN kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Dengan menebalkan kata "Mencerdaskan", disitulah kita sadar bahwa Guru adalah unsur penting dari negara yang bertugas untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Sehingga tanpa guru, maka proses pendidikan itu akan hambar, ibarat "garam tanpa sayur".

Guru adalah profesi yang bertugas untuk mendidik, mengajar dan melatih generasi masa depan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Tugas mereka dibebankan oleh Negara, sehingga dibutuhkan suatu undang-undang atau peraturan yang mengatur profesionalisme dan kode etik guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Memang kita sudah mempunyai Undang-Undang No. 14 tahun 2005 yang mengatur dan mengarah ke arah yang lebih baik tentang kesejahteraan guru dan dosen, serta memberikan sertifikasi atas profesi mereka, tetapi apakah itu sudah cukup? Ternyata masih banyak kendala dan tantangan yang dihadapi oleh guru di lapangan saat melaksanakan tugas yang membutuhkan perlindungan hukum seiring dengan berkembangnya era teknologi informasi dan komunikasi.

Banyak sekali kita jumpai perundungan yang dihadapi oleh guru di era kekinian, baik itu secara langsung, maupun lewat media sosial. Bahkan kerap kita terima informasi, perundungan yang diterima Guru sudah kelewat batas, karena sudah menjurus ke arah penganiayaan, hingga penderitaan, cacat fisik, mental, hingga ada yang meninggal akibat perlakuan kasar oleh siswa bersama orangtua mereka.

Pendidikan Holistik, Pendidikan Menyeluruh

Padahal Hakikat mendidik itu adalah mendidik holistik, karena pada dasarnya hakikat manusia adalah tubuh, jiwa dan roh, yang dalam bahasa filsafat kita kenal dengan body, mind and soul.

Jadi, mendidik tidak hanya mengajarkan mata pelajaran, lalu terima gaji. Tetapi guru dalam mendidik seharusnya memperhatikan perkembangan seluruh aspek "ke-diri-an" subjek didik, yakni perkembangan fisik (tubuh), perkembangan aspek psikis (cognitive, afektif, moral, sosial), dan sekaligus aspek spiritual (ke-Roh-anian)nya.

Guru harus memperhatikan ketiga aspek tersebut secara integratif dan menyeluruh, karena merupakan satu kesatuan utuh (holistik) dan tidak dapat dipisahkan. Yang artinya dalam setiap kegiatan belajar-mengajar, ketiga aspek dasariah itu perlu diperhatikan oleh guru.

Ketika guru mengajar mata pelajaran apapun itu, ketiga aspek kedirian manusia itu harus ikut dikembangkan secara proporsional agar terbentuk manusia Indonesia yang seutuhnya. Oleh karena itu dibutuhkan kode etik agar guru mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru yang mendidik secara holistik atau menyeluruh.

Secara etimologi, "kode etik" adalah pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, atau pedoman dalam berperilaku.

Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai, dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu. Dalam kaitannya dengan istilah profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Gibson dan Michael (1995:449), menegaskan bahwa kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan ke dalam standar perilaku anggotanya.

Dengan kode etik yang lebih jelas dan dirumuskan dalam peraturan, maka diharapkan:

(1) Guru terhindar dari penyimpangan dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena sudah ada landasan yang digunakan sebagai acuan. (2) Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah. (3) Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya. (4) Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.

Inti nilai profesional yaitu adanya sifat altruistis dari seorang professional, artinya mementingkan kesejahteraan orang lain, dan lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat umum.

Jadi, nilai profesional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat sehingga dunia pendidikan kita lebih baik. Mendidik dengan hati akan lebih terwujud apabila guru memiliki undang-undang yang melindungi profesionalitas mereka dari segala ancaman dan bentuk intervensi, maupun provokasi.

Guru juga perlu berlatih, banyak membaca, terus membaharui diri dan mencoba mengaplikasikan ilmu yang diajarkannya itu dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan nantinya ketika kita sudah mampu memberikan yang terbaik, bukan hal yang mustahil ketika kita akan mendapatkan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup kita.

Di samping itu, kita juga butuh pelatihan sesuai dengan mata pelajaran yang kita ampu, sehingga kita benar-benar siap dan mampu mengajar ataupun mentransfer knowledge kepada siswa dengan lebih baik.

Pelatihan ini nantinya akan memberikan kesempatan kepada kita untuk menambah wawasan, berbagi ilmu dan pengalaman antar sesama Guru Mata Pelajaran, sehingga mampu mengurangi disparasi atau kesenjangan kualitas pendidikan yang di Jawa, Sumatera, dengan yang ada di Indonesia Timur, karena selama ini pendidikan akan lebih maju di Jawa dibandingkan dengan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Jadi penting mana? Kesejahteraan Guru? Pelatihan Guru? Dan Perlindungan Profesionalisme Guru? Semuanya sangat Penting!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun