Berkat polesan tangan dinginnya, Si pedagang antik dan furniture ini mampu mewujudkan impiannya bahwa suatu saat Surakarta setara dengan sejumlah kota hebat nan unik di dunia. Seperti Kota Zegreb (Kroasia), Budapest (Hungaria), maupun kota-kota di Eropa dan Asia.
Setiap kali beliau jalan-jalan ke luar negeri, Jokowi selalu bermimpi suatu saat akan mengubah wajah kota Indonesia seperti cantiknya kota yang dia kunjungi. Akhirnya, dimulai dari kota Surakarta yang diterima jadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia (OWHC) berkat pembangunan yang mengedepankan hati nurani dan pendekatan manusiawi untuk merelokasi para pedagang kaki lima dan menata kota Solo sehingga menjadi cantik nan ciamik.Â
Sebagai ganjarannya? Pak Jokowi pun di daulat menjadi wali kota terbaik dunia bersanding dengan Ron Huldai (Wali Kota Tel Aviv, Israel), Edgardo Pamintuan (Wali Kota Angeles City, Filipina), Park Wan Su (Wali Kota Changwon City, Korea Selatan), dan Melih Gokcek (Wali Kota Ankara, Turki).
Sukses di Surakarta, pak Jokowi dapat kesempatan jadi Gubernur DKI. Lagi-lagi kebijakan dan tata cara kelola pemerintahan seperti di Solo kembali diterapkan di DKI. Blusukan menjadi andalan beliau untuk mengetahui langsung kondisi lapangan dan agar mampu berinteraksi serta menyerap apa sebenarnya yang dibutuhkan dan dikeluhkan oleh warga DKI.
Lagi-lagi berkat segala kebijakan-kebijakannya, pak Jokowi mampu menyulap DKI Jakarta menjadi kota yang lebih manusiawi. Bagaimana tidak? Hanya setahun menjabat sebelum jadi RI-1 pastinya, pak Jokowi berpasangan dengan Ahok alias BPT, mampu mereparasi kembali kota Jakarta sehingga lebih elok dipandang.
Jokowi dan Ahok sadar betul bahwa warga DKI banyak yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya dan berobat ke rumah sakit, mengingat biaya hidup di ibukota yang amat sangat tinggi dan tidak berimbang dengan gaji yang didapat.Â
Maka program Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) menjadi solusi awal mereka, lalu ada normalisasi waduk dan kali yang memang selama ini sangat kumuh dan tidak tahan akan banjir karena sampah dan pinggirannya dipenuhi oleh rumah penduduk dengan tujuan agar Jakarta terlepas dari banjir.
PKL sudah bukan rahasia umum lagi sumber kemacetan dimana-mana, tidak terkecuali di Tanah Abang, Pasar Minggu, dan Jatinegara. Dan hanya di era Jokowi-Ahok, PKL tunduk dan rela direlokasi ke Blog G Tanah Abang. Namun kini? Eh balik lagi mengakibatkan kemacetan luar biasa di tiga tempat tersebut.
Selain tata ruang kota yang lebih baik, tata kelola birokrasi juga diperbarui oleh duo macan ini. Janji kampanye untuk melaksanakan reformasi birokrasi agar tata kelola Pemprov DKI berjalan bersih, transparan, dan profesional, serta mempercepat dan memperpendek waktu pengurusan izin, paling lama hanya sampai enam hari kerja, di bayar tunai dan lunas.
Nah, yang paling oke tentunya Pembangunan MRT dan Monorel yang terkatung-katung selama 24 tahun, akhirnya, tanggal 24 Maret 2019 hari bersejarah dengan diresmikannya MRT tahap I menghubungkan Bundaran Hotel Indonesia (HI) -- Lebak Bulus.
Ya, menjadi hari bersejarah dimana itulah awal terbentuknya peradaban baru, budaya baru, karena dengan beroperasinya Moda Raya Terpadu (MRT), maka kita diberikan jalur alternatif untuk menghindari kemacetan dan beralih ke moda transportasi massal yang super cepat. Selain itu, juga dapat membangun budaya bersih dengan tidak membuang sampah sembarangan, budaya ngantri dan berdisiplin dengan waktu, itulah harapan Jakarta ke depannya.