Tidak terasa, kita sudah memasuki bulan Januari di tahun 2019, tidak terasa pulak, kita akan disuguhkan berbagai intrik-intrik dan keseruan dalam bentuk debat Capres dan Cawapres yang akan bertarung di Pilpres 2019 ini. Kita akan kembali disibukkan dengan pesta demokrasi, dimana rakyat Indonesia akan disuguhkan dengan menentukan pilihan demi Indonesia lima tahun, bahkan beberapa tahun ke depan.
Kitalah penentunya! Yah, saya, Anda, kita semua yang berasal dari berbagai suku, agama, bahkan dari berbagai profesi akan menjadi penentu kapal bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia ini akan dibawa kemana? Arah kita kemana? Apakah melanjutkan apa yang sudah kita rasakan dan akan menjadi lebih baik? Atau kita kembali mendapatkan arah yang berubah 1800 dari yang sudah kita rasakan?
Eh, rupanya tanggal 17 Januari 2019 sudah bakal terjadi "perang debat I" antara dua capres yang akan bertarung di Pilpres 2019.
"Tidak terasa! Waktu terus berjalan!" gumamku dalam hati dan langsung tancap gas untuk menuliskan bagaimana peta persaingan dan hasil akhir debat antara sang petahana 01 vs sang penantang 02.
Memang jauh-jauh hari sudah ada psywar (Psychological Warfare) atau biasa disebut perang urat syaraf yang sudah dilontarkan oleh kedua belah pihak, terutama pihak penantang atau 02 yang selalu membuat alibi "selalu salah" apa yang diperbuat oleh sang petahana.
Psywar yang selama ini kita kenal di dunia sepakbola, dimana sang aktor yang beken memerankan peran ini adalah "si mulut besar" eks pelatih MU, Jose Mourinho, selalu melontarkan pernyataan-pernyataan yang membuat kubu lawan merah kupingnya, emosi memuncak hingga ke ubun-ubun kepalanya.
Strategi memanas-manasi kubu lawan dengan kalimat-kalimat provokatif, menyinggung, dan mengoyahkan mental lawan ternyata juga kental terjadi ketika Pilpres 2019 akan berlangsung, tidak percaya?
Faktanya, sang kubu penantang sudah sangat sering, bahkan sudah selalu melontarkan kalimat-kalimat yang bernada provokatif tanpa disertai data dan fakta yang jelas dan sumbernya kredibel.
Contoh, pernyataan: "Indonesia bubar 2030" adalah sebuah pernyataan mengejutkan dan membuat seantero dunia blingsatan. Bagaimana tidak? Kutipan novel fiksi berjudul, "Ghost Fleet" dijadikan bahan oleh penantang untuk menakut-nakuti bangsa Indonesia, padahal keadaan negara kita baik-baik saja.
Belum lagi, "Tempe setipis ATM, harga sepiring nasi ayam di Indonesia 50 ribu rupiah, lebih mahal dari di Singapura yang hanya sekitar 3,5 dolar atau setara 35 ribu rupiah, RS yang dibilang dipukuli, padahal operasi plastik, hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos, hingga terbaru profesi dokter gajinya lebih kecil dari tukang parkir".
Ini benar-benar psywar tingkat dewa yang membuat banyak masyarakat percaya dan terjebak sendiri, karena literasi yang rendah membuat mereka asal terima informasi dan sebarkan ke semua orang, baik lewat media sosial, maupun dari mulut ke mulut langsung, hingga menimbulkan pro dan kontra, hingga perdebatan sengit yang menimbulkan perang urat syaraf tak terkendali.
Bahkan ada yang harus berurusan dengan pihak Kepolisian karena dianggap meresahkan setelah menyebarkan kebohongan lewat media sosial dan tersangkut Undang-Undang ITE.
Dilain pihak, untuk mengerem rasa ketakutan ini, maka sang petahana membuat "Impian Indonesia 2015 -- 2085, hingga Indonesia Emas 2030", berisikan impian-impian yang akan diraih bangsa ini jika Persatuan dan Kesatuan dijaga, keharmonisan, rasa toleransi di ikat oleh ideologi Pancasila.
Dan hasilnya? Bisa kita lihat, yang namanya dollar sudah bersanding dengan Rupiah, yang namanya infrastruktur bisa kita rasakan dan menjadi urat nadi pertumbuhan perekonomian.
Walau faktanya memang terjadi gesekan-gesekan, misalnya: adanya insiden teror bom di kediaman dua komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lalu ada berita "karena beda pilihan Caleg, dua kuburan di Gorontalo dibongkar", yang terakhir dan paling fress tentunya kabar, "Tindakan persekusi dan penolakan terhadap kegiatan ibadah Jemaat Gereja GBI Philadelfia Griya Martubung, Medan, Sumatera Utara".
Inilah mungkin kali pertama sejarahnya di Kota Medan terjadi penolakan atas umat beragama lain yang beribadah. Harapannya semoga terjadi mediasi yang baik dan melahirkan solusi alternatif yang baik bagi umat mayoritas dengan umat minoritas, sehingga rasa toleransi, tenggang rasa, rasa persaudaraan yang diikat oleh perbedaan agama dapat terwujud di NKRI ini.
Debat Capres, Petahana Unggul di Segala Lini Materi Debat
Ok, kembali ke debat capres ronde pertama! Fix sudah bahwa yang meminta agar "soal debat capres dibocorkan" adalah hasil permintaan dari timsesnya sang penantang dan disepakati bersama, dengan tujuan untuk menjaga martabat para kandidat! Itu sih kata ketua KPU RI, Arief Budiman.
Lalu kenapa harus 'dibocorkan'? Mungkin berkaca pada debat tahun 2014, dimana saat itu salah satu capres tidak tau kepanjangan dari TPID (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inlfasi Daerah) yang kala itu ditanyakan oleh capres lainnya.
Jawaban sang capres juga sangat simpel, "Manajemennya kepala daerah masing-masing," ujarnya.
Padahal, TPID itu domainnya BI, Kemendag, dan Kemendagri. Sehingga hal-hal seperti ini diharapkan tidak terjadi lagi di debat kali ini, setelah soal di bocorkan oleh KPU! yah, semoga saja alasan ini salah J
Kali ini kita akan disuguhkan debat dengan empat tema khusus yang akan dibahas, yaitu masalah Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme. Keempat tema ini sangat menarik tentunya untuk dibahas dan mengetahui bagaimana memang peran dan kebijakan mereka untuk menuntaskan keempat masalah ini jika menjabat dan jika lanjut dua periode?
Pertama, masalah Hukum. Kita semua tau jikalau petahana atau paslon 01 adalah orang yang taat hukum dan belum pernah tersangkut masalah hukum yang menjerat beliau selama menjadi pejabat publik. Pak Jokowi bisa saya bilang 'sangat bersih' dai skandal, jeratan hukum, pun dari jebakan batman, maupun dari cobaan-cobaan untuk melakukan perbuatan melanggar, apalagi melawan hukum di negeri ini.
Selama menjabat, mulai dari Walikota, Gubernur, hingga Presiden selama 1 periode, beliau belum pernah melakukan skandal publik, tidak seperti pejabat-pejabat lainnya yang tergoda untuk memanfaatkan kekuasaan atau power yang dia miliki untuk memperkaya diri maupun keluarganya.
Kebijakan-kebijakan beliau di bidang Hukum juga sangat pro rakyat, misalnya: penerbitan Sertifkat Tanah Gratis bagi rakyat Indonesia, merupakan produk hukum luar biasa yang pro rakyat yang belum terjadi sebelum-sebelumnya.
Bisa kita bayangkan, andaikan program ini ada semenjak sepuluh tahun yang lalu? Pasti kasus-kasus serobot tanah, klaim tanah bisa sampai oleh 10 keluarga, hingga permainan jual-beli tanah bodong jarang kita temukan.
Mencabut 3.143 perda-perda bermasalah, menurunnya angka kecelakaan dan angka kejahatan berkat kuatnya peran kepolisian di negeri ini, suksesnya program Tax Amnesty yang meraup keuntungan sebesar 97,15 triliun Rupiah atau sebesar 60% dari target Rp 165 triliun, serta kesuksesan Jaksa Agung menyelamatkan keuangan negara sebesar 14,2 triliun Rupiah, merupakan sebahagian gambaran kesuksesan sang petahana di bidang Hukum.
Lantas begaimana dengan sang penantang? Wah saya belum berani berkata apa-apa karena beliau belum pernah menjabat sekelas walikota atau gubernur sebagai indikator saya untuk mempromosikan beliau.
Bahkan harus diakui kasus Hukum yang lama, terkait tragedi'98 masih harus menjadi PR besar yang harus beliau pertanggung jawabkan selama hidup beliau hingga di akhir hayatnya nanti.
Ya, kasus yang masih abu-abu dan sudah berumur 20 tahun ini kembali hangat diperbincangkan, tetapi belum tuntas siapa otak dan aktor intelektual di balik penembakan yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti dan melukai setidaknya 681 orang ini.
Yang menarik dari debat ini tentunya, "Bagaimana reaksi dan jawaban sang penantang ketika pertanyaan seputar Hukum dan HAM tersebut disematkan kepada mereka?", ini yang sangat menarik ditunggu, bagaimana komitmen mereka berdua, baik sang petahana maupun penantang dalam menuntaskan berbagai masalah HAM di negeri ini.
Oklah, sang petahana tidak terlibat dalam berbagai kasus HAM, tapi keberanian beliau dalam menuntaskan berbagai kasus sangat ditunggu oleh publik tanah air, terkhusus, "Kasus Penyiraman Air Keras Terhadap Novel Baswedan", yang hingga detik ini belum tuntas.
Faktor Kemenangan Debat Sang Petahana
Sementara untuk tema Korupsi dan Terorisme, menurut pandangan saya, sang petahana akan mampu memenangkan 'duel sengit' ini. Kenapa? Ada beberapa alasan mengapa sang petahana bisa menjawab segala pertanyaan yang akan dibagi menjadi 2 model, tertutup dan terbuka, diantaranya:
Ketika sang penantang masih akan memaparkan pandangannya untuk pemberantasan korupsi? Sang petahana telah mendorong agar KPK lebih kuat dan berani bertugas, walau begitu banyak tantangan dan ajakan agar melemahkan KPK, tapi sang petahana tetap mempercayakan bahwa KPK sanggup melaksanakan tugasnya dengan baik.
Lantas soal pemberantasan terorisme? Petahana telah menyerahkan sepenuhnya kepada TNI -- Polri untuk bersinergi dan bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan NKRI dengan tetap mempedomani azas Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Intinya? Ketika sang penantang selalu menawarkan mimpi yang muluk-muluk dan berkoar-koar akan keadaan bangsa ini? Ketika itu sang petahana 'berbicara' lewat tindakan nyata dan fakta hasil pekerjaan yang luar biasa!
Yang menarik tentunya "Sedikit Bicara, Banyak Berbuat!" dan "Lawan Hoaks Dengan Data dan Fakta", yang diusung oleh sang petahana sedikit membuat kegaduhan-kegaduhan berakhir.
Tentunya program Fokus Bangun SDM (Sumber Daya Manusia) periode kedua nanti sangat elok untuk dinanti bagaimana realisasinya. Setelah infrastruktur saatnya bergeser pada pembenahan Sumber Daya Manusia Indonesia layak untuk ditunggu!
Intinya, apakah kita ingin melihat Indonesia yang berdaya saing? Atau malah kembali ke zaman dimana kebebasan kita dikekang, berada di era serba terbatas? Salam Damai!
Sumber Artikel:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H