Aku punya pakde, pakdeku ini paling sederhana diantara pakde-pakde yang pernah aku kenal di dunia. Tidak sombong, tidak tinggi hati, selalu merendah, senyum sapanya saat bertemu dengan setiap orang sangat membuat aku terharu. Betapa tidak? Setiap bertemu, baik itu dari kalangan miskin, menengah, pun sama kaum yang suka menamakan dirinya kaum borjuis, pakdeku ini tidak pernah lepas dengan senyuman khasnya.
Pasti penasaran kan dengan pakdeku ini? Nih kutambahi lagi, pakdeku ini bukan siapa-siapa, hanya dari keluarga sederhana, sangat sederhana, saking sederhananya? Dia di masa kecilnya sering pindah-pindah rumah, korban kena gusur dari bantaran kali Anyar tanpa konpensasi atau ganti rugi. Pakdeku ini memulai usaha dari nol, nol besar! Bermodalkan ijazah lulusan Sarjana Kehutanan UGM, pakdeku ini diterima bekerja di PT Kertas Kraft, Aceh. Selama dua tahun beliau bertugas menanam pohon dan bekerja di lapangan. Setelah cukup modal, pakdeku memutuskan untuk memulai bisnis sendiri di bidang furniture.
Jatuh bangun dialami pakdeku ini, mulai dari ditipu rekanan, hingga mendapat suntikan dana dari Perum Gas Negara sebagai 'ayah angkat' bagi CV kepunyaan pakdeku. Singkat cerita, berkat kerja kerasnya, perusahaan pakdeku mulai di kenal, dari kampung halamannya hingga ke luar negeri. Produk furniture buatan pakdeku laris manis, hingga bisa mencapai omset 6,1 miliar. Pakdepun mendapat kepercayaan jadi Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) di kampung halamannya.
Dari situlah nama pakdeku melambung tinggi, terjun ke dunia politik, eh pakdeku malah selalu dinaungi 'dewi fortuna'. Dari yang bukan siapa-siapa, kini terkenal di mana-mana, sungguh 'ajaib' pakdeku ini.
Lantas para pembaca bingung kenapa beliau bisa pakdeku? Ceritanya begini, beliau ini kan orangnya sangat merakyat, sangat memperhatikan Indonesia ini dari Sabang hingga Merauke, baik itu manusianya, sumber daya alamnya, hingga pembangunan infrastrukturnya. Bagi pakdeku ini, pembangunan itu harus merata, harus adil, bagaimana agar tidak ada ketimpangan antara Timur dan Barat, bagaimana caranya agar "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia", harus terwujud? Nah, dari situlah makanya saya sangat respek dan sangat mengidolai dia dan menjadikan dia jadi Pakdeku! Paham kan maksud saya?
Belum lagi setiap kali beliau berkunjung ke Papua, tepatnya ketika terjadi musibah gizi buruk dan penyakit campak di Asmat, kebanyakan kita hanya berbicara? Beliau berkunjung dan memberikan perhatian lebih disana. Anak-anak Papua yang kekurangan gizi, beliau pangku layaknya anak sendiri, tidak ada rasa risih, tidak ada rekayasa, rasa kasih sayang, tulus melayani itu mengalir seperti air. Pun ketika pakdeku berkunjung ke seantero tanah air, beliau selalu menempatkan dirinya adalah bagian mereka, interaksi yang menghibur selalu pakde perlihatkan, terutama dengan ciri khas senyum tawanya, hingga bagi-bagi sepeda dan sertifikat tanah.
Inilah alasannya aku sangat ingin bertemu dengan pakdeku di bulan yang penuh berkah, Ramadan ini. Saya terkejut ketika abanglah saya katakan, tepatnya abang ketemu di Kompasiana, memposting di laman fb-nya, "Makasih pak, bisa ngobrol santai dan buka bareng malam ini."
Lalu terpampang gambar bersama dengan pakdeku. "Wow, luar biasa!", gumamku dalam hati. Beliau saja bisa bertemu dengan siapa saja, kenapa dengan saya belum ketemu? Pikir saya.
Saya yakin bisa bertemu dengan pakdeku, kenapa begitu yakin? Pastilah yakin, kan ini bulan jelang Ramadan, mana tau dengan boomingnya tulisan ini sampai ke pakdeku, beliau baca dan membuat acara Ramadan bersama dengan penggemar pakde se-Kompasiana? Bisa jadi kan? Semua akan 'Indah pada Waktunya'.
Nah, andaikan bertemu? Maka aku akan mengeluarkan semua unek-unek, tapi sebelumnya yah pastinya salaman dan foto bareng, karena ini kesempatan langka, bisa foto dengan pakde. Sebab ada anekdot sudah berkembang, "Jikalau penguasa dengan rakyatnya, selalu ada batasnya, ibarat langit dan bumi". Tetapi bagi pakdeku ini bukan seperti itu, siapa saja bisa foto bareng, makan bareng, bahkan dikasih uang jajan lagi apabila tidak ada ongkos pulang sehabis menghadiri acara beliau.
Unek-unek saya sih nga banyak, cukup masalah dua saja. Pertama: masalah belum kembalinya mata pelajaran TIK pada Kurikulum revisi. Kami sangat berharap agar pakde kembali menegaskan agar mata pelajaran yang tidak hanya mengajarkan anak-anak agar bijak menggunakan teknologi dalam menyerap maupun menyebarkan informasi?Â
Juga agar anak-anak bangsa kita ini punya kesempatan lebih dalam mendalami materi-materi teknologi yang dirancang dengan baik sesuai dengan perkembangan dirinya maupun perkembangan zaman.
Kedua, tentunya juga masalah kesejahteraan guru. Saya terkejut ketika ada oknum menyalahkan pakdeku dengan cara pencairan tunjangan sertifikasi sekarang, padahal saya merasa sudah lebih bijak, bagus dan lebih simpel, tetapi si oknum berkata bahwa sebab ketidak cairan sertifikasi segelintir guru, akibat dari proses Dapodik yang berbelit-belit, sehingga simpulan dia harus ganti nahkoda, lah masa langsung nahkodanya diganti? Nampak memang si oknum sepertinya sealiran kaum suka buat tagar.
Sebagai penutup, semoga impian bertemu dengan sosok inspiratif sekelas pakdeku bisa terwujud di bulan Ramadan ini. Semoga ada kesempatan baik untuk sekedar bersalaman dengan beliau, sudah terlanjur lama mengagumi beliau tetapi belum kesampaian sampai sekarang.
Bulan April kemarin saya punya kesempatan untuk berkunjung ke Istana Bogor. Kesempatan dari Kesharlindung Dikmen saat mengikuti Bimbingan Teknis di Kota Hujan tersebut saya gunakan untuk berjalan-jalan ke Kebun Raya dan Istana Bogor. Kebetulan hotel menginap dekat dengan istana tempat pakdeku bertugas.
Tapi sayang disayang, saat saya dekati gerbang, bapak yang sedang berjaga bercerita jikalau pakde nga ditempat, beliau sedang kunker, kalau tidak salah ke Papua melihat perkembangan infrastruktur dan memastikan telah berlalunya wabah di Asmat. Yah.. impian terpendam untuk bersalaman dengan pakde tertunda lagi.
Saya yakin Ramadan ini tidak tertunda lagi deh. Semoga bisa terwujud ketemu pakde yang sudah lama di impikan. Semoga!
Â
"Melalui zakat, kita berbagi dengan para mujtahid, penerima zakat, berbagi rezeki, berbagi rasa persaudaraan, berbagi ibadah, berbagi bahagia terlebih di bulan Suci Ramadan".Pak Jokowi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H