Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Urgensi Hari Pasar Nasional, Karena Pasar Tidak Sekedar Tempat Jual-Beli

26 Januari 2017   12:49 Diperbarui: 26 Januari 2017   13:09 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pasar Lau Cih yang beroperasi jadi Sentral Pasar menggantikan Sambu. sumber: dokpri

Bicara tentang pasar, maka kita bicara akan pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia yang paling dasar, sehingga peranan pasar sangat vital dalam proses kehidupan seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Pasar tidak hanya sebagai urat nadi perekonomian bangsa Indonesia dari zaman ke zaman, tetapi lebih dari itu.

Percaya atau tidak, pasar sudah menjadi sarana interaksi sosial, etalese bersatunya keberagaman menjadi kebersamaan dan kebahagiaan antara pembeli dan penjual, tumbuhnya semangat gotong-royong, saling membantu, tumbuhnya rasa saling mempercayai, dan tidak kalah pentingnya terpeliharanya rasa kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, semuanya ada di pasar.

Siapa sih yang tidak merasakan manfaat pasar dalam proses perkembangan kehidupannya? Jika ada yang tidak sepakat kalau pasar sangat besar manfaatnya, berarti dia bukan warga negara Indonesia yang hidup di tanah air ini. Pasar di setiap penjuru, setiap sudut kota maupun desa di daerah di tanah air ini pasti tersedia. Tidak sulit untuk mencari pasar dan pasar terbentuk dengan proses yang tidak rumit, tidak susah karena dimana ada sekumpulan masyarakat tumbuh dan berkembang, pasti disitu ada pasar untuk memenuhi kebutuhan kehidupan mereka.

Dan terbukti dari sejarah perkembangan di daerah Sumatera Utara, khususnya daerah sekitar Danau Toba, menurut seorang sarjana Belanda, Vergouwen seperti yang ditulis oleh alm. Sitor Situmorang dalam bukunya “Toba Na Sae”, lembaga onan/pasar sebagai lembaga Pribumi yang paling memenuhi tujuan terbentuknya lembaga hukum sebagai dasar terbentuknya kerajaan-kerajaan di waktu itu. Onan Na Marpatik (Pasar Besar Berhukum) adalah lembaga tak resmi sebagai lembaga regional yang dapat merumuskan munculnya kebudayaan, peraturan adat, dan peraturan lainnya disamping sebagai tempat pertukaran hasil bumi.

Makanya, jangan heran hingga sekarang para pedagang di pasar-pasar rakyat, mayoritas bermarga alias orang Batak yang memang hobby-nya selain bertani adalah berdagang.

Kembali ke pasar, melihat pasar apa yang ada dibenak kita? Yap benar, padat dijejali pembeli dan penjual, sumpek, bau, becek, banyak sampah bertebaran dimana-mana, baik itu sampah organik maupun anorganik yang seharusnya dapat di pisahkan dan diolah sesuai dengan jenisnya, tidak teratur, jadi sumber kemacetan lalu-lintas, banyak kutipan liarnya, dan banyak lagi yang negatif-negatifnya.

Lau Cih yang beroperasi dari jam 8 malam hingga jam 10 pagi harinya, pedagang sudah kelelahan, sumber: dokpri
Lau Cih yang beroperasi dari jam 8 malam hingga jam 10 pagi harinya, pedagang sudah kelelahan, sumber: dokpri
Tetapi apa mau dikata? Pasar sudah menjadi kebutuhan vital kita. Suka tidak suka, mau tidak mau maka kita harus dihadapkan akan kebutuhan pada pasar. Walau pemerintah sudah banyak mendirikan pasar modern seperti carefour yang banyak menyediakan sayur-sayuran, buah-buahan dan segala kebutuhan yang ada di pasar, tetapi ramainya pengunjung tidak sebanding dengan pembeli di pasar-pasar tradisional. Kenapa? Yah itu tadi, karena di pasar tidak sekedar interaksi jual-beli, tetapi sudah menjadi budaya kita dari nenek moyang kita. Tak lengkap rasanya hidup ini jika belum belanja di pasar!.

Perlunya Tata Kelola Pasar Yang Baik

Namun sepertinya masalah perkembangan pasar sudah menjadi masalah bersama yang harus dibenahi secara bersama-sama juga, karena keberadaan pasar sudah sangat meresahkan. Hah? Meresahkan? Yah meresahkan sejauh ini menurut pengamatan saya. Seiring perkembangan zaman, keberadaan pasar tidak lagi memperhatikan aspek warna-warni kehidupan yang menjadi ciri khas Indonesia, tetapi bagaimana mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan lingkungan sekitar pasar.

Di pasar-pasar yang saya kunjungi dari tahun ke tahun hingga sekarang tidaklah jauh berbeda, bahkan lebih parah. Salah satu contohnya adalah pajak pasar V Padang Bulan Medan. Walau disebelah pasar tradisional tersebut sudah dibangun carefour dan berkali-kali para pedagang yang berjualan di pinggir-pinggir jalan raya ditertibkan oleh satpol PP maupun dari kecamatan, tetap saja pemandangan biasa tersaji, para pedagang membandel, para tukang becak berjejer bersama mobil-mobil pedagang, sampah menumpuk bersatu dengan dagangan, becek, macet dan lain sebagainya.

Walau juga pasar Lau Cih sudah ada sebagai sentral pasar di Medan menggantikan pasar Sambu yang masalah relokasinya banyak mengalami korban, baik itu materil maupun korban di antara pedagang dan satpol PP, tetap saja Sambu di jejali pedagang kaki lima yang tetap membentuk pasar. Alasan belum ramai dan jauhnya lokasi sentral pasar baru menjadi alasan bagi pedagang tetap membandel dan berjualan di Pajak Sentral Sambu.

Suasana Pasar Impres, masalah sampah dan becek jadi masalah. sumber: dokpri
Suasana Pasar Impres, masalah sampah dan becek jadi masalah. sumber: dokpri
Padahal, lokasi yang jadi pusat pasar tersebut sarat dengan nilai-nilai sejarah perjuangan, dimana sekitar tempat para pedagang, berdiri tegak tugu yang berdekatan dengan Gedung Nasional untuk mengingatkan kita bahwa di Sambu pernah terjadi perang yang dasyat antara pejuang Kemerdekaan RI dengan tentara kolonial Belanda. Dan perang itu hingga sekarang tercatat sebagai salah satu dari tiga perang terdasyat di tanah air saat melawan Belanda. Perang tersebut dinamai Perang Medan Area.

Namun hingga kini masalah relokasi belum dapat dituntaskan baik oleh Pemko Medan, Dirut PD Pasar, dengan para PKL yang main kucing-lucingan. Belum lagi masalah pasar lainnya seperti, rencana revitalisasi antara pasar jalak Akik dengan pasar Sukaramai yang bersebelahan, sehingga nantinya disebut Pasar Sukaramai-Akik. Lalu ada masalah Pasar Timah, yang perjanjiannya dengan pihak pengembang ada masalah karena status lahan milik PT KAI, dan banyak masalah lainnya yang menjadi PR bagi kita semua agar pasar sedikit tertata dengan baik.

Urgensi Hari Pasar

Urgensi, menurut kamus Bahasa Indonesia adalah suatu keharusan yang mendesak, hal yang penting. Jadi sudah seharusnya Pasar Rakyat mendapat apresiasi lebih dari seluruh lapisan dan kolaborasi antara pemerintah, swasta dan juga para pedagang dan pembeli. Dan hari pasar adalah sebuah cara agar kita kembali menghormati pasar lebih dari sekedar mencari untung bagi pedagang dan pemenuhan kebutuhan bagi pembeli.

Tapi sebelum terwujudnya Hari Pasar dan Festivalnya yang akan menampilkan seluruh produk dan kuliner tanah air, terlebih dahulu agar pasar-pasar di Indonesia, khususnya di kota Medan sangat perlu di revitalisasi dan di relokasi sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah Kota dengan PD Pasar maupun para pedagang.

Seperti di beberapa titik keberadaan pasar yang jaraknya cukup dekat perlu disatukan, diberikan minimal jarak 10 km, pasar-pasar tersebut disatukan, ditempatkan disatu tempat sehingga mengurangi kemacetan dan pemeliharaan lingkungan. Disamping itu perlu pemberian edukasi atau pemahaman bahwa tanggung jawab kebersihan pasar adalah tanggung jawab bersama. Walau pedagang sudah memberikan kontribusi berupa iuran atau pungutan uang sampah, tetapi perlu juga pemahaman dan kesadaran untuk mengelola sampah sendiri.

Dengan demikian maka gagasan Hari Pasar Rakyat Nasional tidak hanya untuk memberikan apresiasi terhadap kontribusi pasar, namun juga sebagai momentum lahirnya semangat baru dan kolaborasi dengan banyak pihak dalam memberikan makna baru kepada pasar rakyat sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan konsumen. Semoga!

masalah klasik pasar, berjualan di badan jalan, sampah bertumpuk dan bersatu dengan dagangan. sumber: dokpri
masalah klasik pasar, berjualan di badan jalan, sampah bertumpuk dan bersatu dengan dagangan. sumber: dokpri
Salam,

Mr. Oloan (KOMED)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun