Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Gelar Juara Tanpa Mahkota dan Perubahan Format Final Piala AFF

19 Desember 2016   05:26 Diperbarui: 20 Desember 2016   09:19 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, grogi oleh pemain ke-12 Thailand. Rajamanggala Stadium adalah tempat yang angker bagi siapa saja yang akan bermain di stadion termegah di Thailand tersebut. Sangat bisa kita bayangkan bagaimana bedanya aroma sporter yang memadati stadion di Rajamanggala dengan yang memadati stadion Pakansari, Bogor, belum lagi kemegahan stadion yang berkelas seperti di luar negeri bisa menambah keangkeran dan rasa grogi hingga bermain tidak tenang oleh suasana riuh stadion. Rajamanggala dengan kapasitas 65.000 tempat duduk, bandingkan dengan stadion Pakansari yang hanya bisa menampung 30.000 penonton. Ini sudah cukup mempresentasikan mengapa timnas kita tidak bisa mengembangkan permainan terbaiknya dan memilih untuk bertahan total, sementara para pemain Thailand tenang memainkan permainan mereka dan dengan pelan tapi pasti mampu mencetak dua gol untuk meraih gelar piala AFF yang ke lima kalinya.

Kedua, Stamina Pemain Timnas Kita yang sudah kedodoran. Ini tidak bisa dipungkiri ketatnya turnamen dan panjangnya perjalanan Timnas kita dari mulai penyisihan grup, semifinal hingga final yang menguras tenaga dan stamina para pemain Timnas kita menjadi salah satu elemen penting yang menghancurkan mimpi kita merebut gelar juara. Bayangkan untuk mengalahkan Vietnam di babak semifinal, Timnas harus menyudahi pertandingan hingga babak perpanjangan waktu (total 125 menit) dihabiskan untuk menyingkirkan Vietnam di kandang mereka sendiri.

Sementara menurut statistik VO2 Max atau kemampuan fisik pemain sepakbola menyatakan bahwa kemampuan fisik para punggawa timnas kita tidaklah sebagus para pemain Thailand yang sudah terbiasa dan ditempa di liga-liga ketat, bahkan ada yang bermain di Liga Inggris, walau hanya di liga Championship. Sehingga jelas kelihatan perbedaan pola permainan dan pola penempatan tempat para pemainnya yang membuat para pemain kita lengah, belum lagi kepaduan para pemain mereka sehingga sudah terjalin chemistri diantara para pemain. Gol pertama ke gawang Kurnia Mega di leg pertama adalah bukti begitu kuatnya ikatan batin diantara para pemain, sehingga umpan yang tidak disangka-sangka bisa menghasilkan gol, tercipta lewat sundulan maut.

Pun dengan gol pertama tadi malam dari Chattong di menit 37 adalah kesalahan Fakhruddin dalam mengantisipasi umpan lawan yang mengenai lutut pemain nomor 9 berjuluk Kingkong tersebut. Gol kedua thailand juga lebih menunjukkan bahwa konsentrasi pemain kita sudah buyar dengan tidak memarking Chattong dengan baik, tetapi lebih mengepung si pemberi umpan. Tidak melihat pergerakan lawan, tetapi fokus pada bola dan pemain yang memegang bola. Jadilah kita kalah lagi.

Ketiga, faktor keberuntungan yang tidak berpihak kepada timnas. Ini diakui oleh pelatih kepala, Alfred Riedl, “Gol pertama Thailand merupakan keberuntungan. Kami lebih banyak ditekan di babak pertama. Tapi, Thailand tidak benar-benar mendapat kesempatan selama babak pertama,” menggambarkan bagaiman keteterannya timnas Indonesia oleh serangan bergelombang tuan rumah. Memang sepertinya Indonesia lebih beruntung apabila final di mainkan dalam satu kali pertandingan, karena selama lima kali final dan dihelat selama dua kali main, timnas kita selalu gagal. Bagaimana jika satu kali?

Memang sepertinya layak format Piala AFF untuk tahun 2018 dan selanjutnya di format ulang oleh AFC sebagai penyelenggara turnamen ini, artinya ada perubahan baru, khusus untuk final bagaimana jika dihelat dalam satu kali pertandingan di tempat yang netral? Sama seperti format Liga Champions? Apalagi tiga hari diberikan waktu untuk istirahat, sepertinya tidak cukup untuk mengembalikan kebugaran para pemain untuk bermain di final selanjutnya.

Semoga dapat dipertimbangkan. Untuk Timnas Indonesia? Mari terus meningkatkan kualitas, mumpung setelah kita punya PSSI dengan Ketua dan Kepengurusan yang benar-benar menyumbangkan semua tenaga mereka untuk peningkatan kualitas Timnas. Salam Olahraga!

#TimnasJuaraAFF #IndonesiaJuara

By. Komed

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun