Menyakitkan, begitulah apa yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia maupun seluruh punggawa Timnas Indonesia yang sudah berjuang habis-habisan untuk menggenggam gelar Piala AFF 2016 yang sudah lama di damba-dambakan, bahkan di impikan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bayangkan, duapuluh tahun sudah Indonesia berpartisipasi semenjak dibentuk tahun 1996 hingga sekarang, Indonesia yang dikenal ‘macan asia tenggara’ belum pernah sekalipun merasakan gelar juara di ajang negara-negara serumpun tersebut. Yah, kita selalu kandas di final, lagi dan lagi.
Seakan-akan dikutuk atau ditakdirkan? Saya tidak taulah, tetapi yang pasti kembali Timnas Garuda Merah-Putih yang begitu dielu-elukan untuk bisa membawa Piala AFF yang dulunya bernama Piala Tiger tersebut kandas di laga final terakhir yang di helat di stadion Rajamanggala, Thailand dengan skor mencolok 2-0 lewat sepasang gol yang dilesakkan oleh striker gempal Thailand bernomor punggung 9, Shiroch Chattong di menit 37 dan 47 yang menghancurkan mimpi Timnas Indonesia.membuat sejarah baru jadi juara Piala AFF untuk pertama kalinya.
Laga yang bakal menjadi momok yang menghantui sejarah perjalanan timnas kita setidaknya hingga 10 tahun ke depan dan akankah empat tahun ke depan timnas kita bisa membuat prestasi seperti tahun ini? Hanya waktu dan bagaimana persiapan regenerasi-lah jawabannya.
Kembali Jadi Juara Tanpa Mahkota
Gelar ‘juara tanpa mahkota’, identik disandang oleh timnas Belanda yang notabene adalah negeri yang sangat begitu lama menjajah negara kita. Berapa lama? Ya, menurut sejarah yang beredar sekitar 350 tahun, walau sekarang jadi perdebatan bisa lebih dan bisa kurang, namun yang pasti jejak tim Orange – sebutan untuk timnas Belanda – sepertinya mendarah daging dan bakalan menghantui perjalanan sang mantan jajahan di event internasional sekelas Piala AFF, kenapa? Faktanya sederhana, sudah lima kali semenjak pertama kali di gelar dengan nama Piala Tiger, Indonesia masuk final selalu kandas di partai puncak. Inilah fakta lima kali masuk final namun selalu kandas :
Final Piala Tiger tahun 2000: Garuda Merah-Putih bersua Gajah untuk pertamakalinya di Piala Tiger dan hasilnya? Dengan masih format satu kali pertandingan final, tuan rumah Thailand berhasil melumat Timnas Garuda dengan skor yang mencolok 4-1. Indonesia untuk pertama kalinya masuk final walau gagal, dan itu masih hal yang lumrah sebagai runner-up.
Final Piala Tiger tahun 2002: Dengan format yang lebih seru, dimana ada dua tuan rumah penyelenggara, Indonesia dan Singapura, Timnas kita memulai laga dengan penuh asa, hasilnya? Kembali Timnas Garuda menggapai final untuk kedua kalinya. Namun, lagi-lagi kita dihadapkan pada Thailand yang seakan-akan menjadi momok bagi perjalanan timnas kita. Seperti biasa, saat menjadi tuan rumah, Indonesia bisa menahan imbang 2-2, tetapi saat bertandang ke kandang Thailand, Timnas Garuda dilumat 4-2 yang kembali menempatkan Indonesia menjadi juara tanpa mahkota untuk kedua kalinya.
Final Piala Tiger tahun 2004: Lagi-lagi timnas kita dibuat gregetan dan tidak percaya akan hasil akhir pertandingan final yang di gelar kandang dan tandang. Kali ini oleh saudara muda Singapura yang mampu mencuri point penuh di kandang Timnas Garuda dengan skor 3-1 dan di kandang sendiri mampu menghempaskan Indonesia dengan skor 2-1 hingga skor akhir 5-2 buat Singapura dan menorehkan luka, lagi-lagi menebalkan predikat ‘juara tanpa mahkota’ untuk ke-3 kalinya.
Final Piala AFF tahun 2010: Era millenium baru prestasi timnas kita bukanya makin bagus dan kesempatan untuk merubah stigmapengumpul gelar runner-up sangat terbuka lebar kala Timnas Garuda yang melahirkan bocah ajaib bernama Evan Dimas ini mampu menampilkan permainan ciamik di kandang sendiri dan mampu menembus final bersua dengan Malaysia, negara tetangga yang dianggap masih kalah kelas dari Timnas Garuda. Lagi-lagi karena rasa percaya diri yang tinggi dan promosi timnas yang berlebihan sehingga tidak memperhatikan aspek-aspek kebugaran dan persatuan tim, akhirnya Timnas Garuda dan seluruh masyarakat Indonesia dibuat sakit hati oleh Malaysia. Bertindak sebagai tuan rumah di leg pertama, Malaysia sukses mempecundangi timnas Indonesia dengan skor telak 3-0, hingga sangat membebani punggawa timnas kita, terbukti walau bisa menang 2-1 di stadion kebanggaan Gelora Bung Karno namun itu tidak cukup dan akhirnya timnas kita resmi menyandang ‘juara tanpa mahkota’ di kandang sendiri.
Faktor Penyebab Timnas Gagal Kontra Thailand
Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan gelar ‘juara tanpa mahkota’ harus kita sandang setelah dikalahkan secara menyakitkan oleh Thailand di kandangnya sendiri, yaitu :
Pertama, grogi oleh pemain ke-12 Thailand. Rajamanggala Stadium adalah tempat yang angker bagi siapa saja yang akan bermain di stadion termegah di Thailand tersebut. Sangat bisa kita bayangkan bagaimana bedanya aroma sporter yang memadati stadion di Rajamanggala dengan yang memadati stadion Pakansari, Bogor, belum lagi kemegahan stadion yang berkelas seperti di luar negeri bisa menambah keangkeran dan rasa grogi hingga bermain tidak tenang oleh suasana riuh stadion. Rajamanggala dengan kapasitas 65.000 tempat duduk, bandingkan dengan stadion Pakansari yang hanya bisa menampung 30.000 penonton. Ini sudah cukup mempresentasikan mengapa timnas kita tidak bisa mengembangkan permainan terbaiknya dan memilih untuk bertahan total, sementara para pemain Thailand tenang memainkan permainan mereka dan dengan pelan tapi pasti mampu mencetak dua gol untuk meraih gelar piala AFF yang ke lima kalinya.
Kedua, Stamina Pemain Timnas Kita yang sudah kedodoran. Ini tidak bisa dipungkiri ketatnya turnamen dan panjangnya perjalanan Timnas kita dari mulai penyisihan grup, semifinal hingga final yang menguras tenaga dan stamina para pemain Timnas kita menjadi salah satu elemen penting yang menghancurkan mimpi kita merebut gelar juara. Bayangkan untuk mengalahkan Vietnam di babak semifinal, Timnas harus menyudahi pertandingan hingga babak perpanjangan waktu (total 125 menit) dihabiskan untuk menyingkirkan Vietnam di kandang mereka sendiri.
Sementara menurut statistik VO2 Max atau kemampuan fisik pemain sepakbola menyatakan bahwa kemampuan fisik para punggawa timnas kita tidaklah sebagus para pemain Thailand yang sudah terbiasa dan ditempa di liga-liga ketat, bahkan ada yang bermain di Liga Inggris, walau hanya di liga Championship. Sehingga jelas kelihatan perbedaan pola permainan dan pola penempatan tempat para pemainnya yang membuat para pemain kita lengah, belum lagi kepaduan para pemain mereka sehingga sudah terjalin chemistri diantara para pemain. Gol pertama ke gawang Kurnia Mega di leg pertama adalah bukti begitu kuatnya ikatan batin diantara para pemain, sehingga umpan yang tidak disangka-sangka bisa menghasilkan gol, tercipta lewat sundulan maut.
Pun dengan gol pertama tadi malam dari Chattong di menit 37 adalah kesalahan Fakhruddin dalam mengantisipasi umpan lawan yang mengenai lutut pemain nomor 9 berjuluk Kingkong tersebut. Gol kedua thailand juga lebih menunjukkan bahwa konsentrasi pemain kita sudah buyar dengan tidak memarking Chattong dengan baik, tetapi lebih mengepung si pemberi umpan. Tidak melihat pergerakan lawan, tetapi fokus pada bola dan pemain yang memegang bola. Jadilah kita kalah lagi.
Ketiga, faktor keberuntungan yang tidak berpihak kepada timnas. Ini diakui oleh pelatih kepala, Alfred Riedl, “Gol pertama Thailand merupakan keberuntungan. Kami lebih banyak ditekan di babak pertama. Tapi, Thailand tidak benar-benar mendapat kesempatan selama babak pertama,” menggambarkan bagaiman keteterannya timnas Indonesia oleh serangan bergelombang tuan rumah. Memang sepertinya Indonesia lebih beruntung apabila final di mainkan dalam satu kali pertandingan, karena selama lima kali final dan dihelat selama dua kali main, timnas kita selalu gagal. Bagaimana jika satu kali?
Memang sepertinya layak format Piala AFF untuk tahun 2018 dan selanjutnya di format ulang oleh AFC sebagai penyelenggara turnamen ini, artinya ada perubahan baru, khusus untuk final bagaimana jika dihelat dalam satu kali pertandingan di tempat yang netral? Sama seperti format Liga Champions? Apalagi tiga hari diberikan waktu untuk istirahat, sepertinya tidak cukup untuk mengembalikan kebugaran para pemain untuk bermain di final selanjutnya.
Semoga dapat dipertimbangkan. Untuk Timnas Indonesia? Mari terus meningkatkan kualitas, mumpung setelah kita punya PSSI dengan Ketua dan Kepengurusan yang benar-benar menyumbangkan semua tenaga mereka untuk peningkatan kualitas Timnas. Salam Olahraga!
#TimnasJuaraAFF #IndonesiaJuara
By. Komed
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H