Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahok Disangkakan Menista, Bukti Mengalah untuk Menang?

18 November 2016   13:21 Diperbarui: 18 November 2016   13:27 2182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahok tetaplah Ahok yang dulu, ceplas-ceplos, tegas tiada tandingan, berbicara tanpa kontrol, bermulut pedas, dan apa yang dia semburkan selalu menyita perhatian, bahkan bisa berdampak pada kondisi kesehatan kita yang mendengarnya. Yang dia ucapkan bisa berubah makna tiga ratus enampuluh derajat dari tujuan kata-katanya, yang sakit bisa makin sakit, tetapi yang sehat dan mencerna makna dibalik kata-katanya bisa semakin sehat, pintar, tidak bodoh, dan nalar atau logika berpikirnya bisa kembali normal.

Kali ini koh Ahok kena batunya. Benar-benar kena batunya. Akibat perkataannya yang panjang kali lebar untuk menyadarkan warga di kepulauan seribu agar tidak mau dibohongi pakai ayat-ayat tertentu (maaf tidak menyebutkan surat yang dimaksud, ntar salah tafsir lagi) oleh orang-orang tertentu yang tidak ingin Ahok terpilih kembali menjadi pemimpin DKI di putaran berikutnya. 

Keinginan Ahok waktu itu adalah agar di DKI tidak ada dikotomi, alias pengkotak-kotakan, walau baju mereka adalah baju kotak-kotak, tapi Ahok ingin agar memilih pemimpin itu menjauhkan isu SARA, perbedaan Agama, perbedaan bola mata, perbedaan warna kulit, perbedaan hidung, perbedaan yang makan babi dengan yang tidak makan babi, karena itu tidak ada hubungannya. Tetapi pilihlah Pemimpin DKI itu yang benar-benar sesuai dengan hati nurani, pilih benar-benar berdasarkan kinerjanya. Itu sebenarnya inti dari penjelasan Ahok yang berbuih-buih di Kepulauan Seribu.

Sebenarnya, peristiwa itu tidak ada masalah karena video pidato koh Ahok selalu dipublikasikan di youtube oleh Pemprovsu DKI sebagai penunjang kinerja Ahok. Namun, tiba-tiba video ini menjadi heboh diseantero jagad raya. Kenapa? Sederhana saja, karena ada api, maka ada asap. Ada udang di balik batu, ada maksud tertentu oleh kalangan tertentu. Diawali dari hasil editan oleh sosok yang tidak kita kenal tetapi pengen terkenal, maka kasus ini benar-benar menyita perhatian seantero tanah air, bahkan sampai se-jagad raya.

Bukti Gagalnya Pendidikan IT di Negeri ini

Mengedit, adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melakukan suatu perubahan dari aslinya dengan cara: menambah, menghapus, memotong, menyalin, membatalkan, atau membuat beda dari aslinya pada sebuah teks, gambar ataupun video dan disebarkan lewat media sosial maupun media elektronik lainnya. 

Nah, hal ini yang terjadi di Indonesia, atas dasar ketidaksukaan, maka seorang guru besar bernama Buni Yani diyakini oleh beberapa pihak menyebarkan video Ahok yang telah dipelintir alias di edit yang akibatnya sangat luar biasa dasyatnya. Yah, video Ahok tertanggal 30 September 2016 tiba-tiba menjadi pemicu permasalahan setelah kembali di upload oleh si Buni Yani ini dengan caption yang berbeda. Dimana ada perbedaan ucapan di video yang di upload Buni dengan video sebenarnya milik Pemprovsu DKI.

Video ini menjadi viral dan alat bukti untuk menyerang Ahok. Buni Yani yang ternyata seorang dosen berhasil membuat ormas-ormas keagamaan di negeri ini bersatu padu berdemo agar Ahok ditangkap dan diadili dengan dalil menistakan agama. Padahal di benak saya, seorang penista itu dikatakan menista apabila dia menjelek-jelekkan agama tertentu dengan bahasa kotor, menginjak-injak Kitab Suci, merobek-robeknya, atau menginjak-injak simbol agama, membakar rumah ibadah dan itu tidak ada dalam video versi Pemprovsu DKI. 

Tetapi opini publik sangat cepat menyebar dan menjustice Ahok seorang penista agama tertentu. Jadilah tanggal 04 November 2016 aksi demo besar-besaran terjadi menuntuk Ahok ditetapkan tersangka dan akan menggelar pengadilan jalanan apabila presiden Jokowi tidak cepat merespon permintaan mereka.

Aroma politis lebih kentara daripada aroma permintaan maaf Ahok yang sudah dia ucapkan berkali-kali. Bahkan, keterangan Ahok yang sangat yakin apabila video pidatonya itu telah diedit dengan menyertakan link video asli Pemprovsu DKI tidak digubris, bahkan lebih mengherankan sampai-sampai pak Beye turun tangan menambah semangat agar Ahok didemo dengan pidato “Lebaran Kuda-nya” yang begitu berkobar-kobar, padahal jelas maksudnya apa? Menarik simpati dengan mengkambing hitamkan Ahok sebagai pemimpin yang kasar dengan menista agama dan memilih Agus anaknya, titisan sang ayah orang yang pernah berkuasa di negeri ini selama satu dekade.

Gara-gara hasil editan menghilangkan kata “pakai”, maka negeri ini dibuat kocar-kacir dan ini menandakan bahwa benar negara kita memang gagal dalam hal pendidikan. Bayangkan seorang dosen komunikasi sampai hati melakukan hal yang berpotensi merongrong kesatuan dan persatuan, sehingga saya simpulkan bahwa negara ini sangat butuh :

Revolusi mental dalam dunia pendidikan, mental sebagai pengguna media sosial ataupun peralatan IT tanpa mata pelajaran yang mengajarkan akan etika dan moral pemanfaatan TIK adalah suatu keniscayaan hal serupa tidak terjadi. Pemerintah lewat Kemendikbud dan Kominfo harus bisa membuat terobosan baru dalam hal pemanfaatan media sosial dengan mendesain model pembelajaran yang mampu mendewasakan para pemakai media sosial.

CyberCrime-nya Kepolisian RI harus lebih ditingkatkan sehingga mampu mendeteksi pesan-pesan berantai lewat media sosial dan langsung mengenali lokasi mereka. Disamping itu server pusat dari media sosial itupun sudah saatnya harus ada di Indonesia, sehingga mampu memotong akses dari akun-akun yang berpotensi untuk menimbulkan kerusuhan lewat media sosial.

Pembelajaran pemanfaatan TIK yang baik dan benar bagi seluruh guru dan dosen di tanah air, serta mempertajam dan mengsosialisasikan sanksi atau hukuman dari undang-undang ITE no. 11 tahun 2008 bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga diharapkan tidak terjadi hal-hal serupa, apalagi dalam kasus ini karena Pilgub DKI dan karena ketidakpuasan akan kinerja Presiden, maka isu-isu agama dibawa-bawa dan masalah menjadi makin rumit.

Resmilah Buni Yani dilaporkan dengan pasal 28 ayat 2 Jo. Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana enam tahun. Pasal ini mengatur mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atas permusuhan suku, agama, ras dan antargolongan.

Ahok Mengalah Untuk Menang

Apa harapan para pendemo sudah terwujud. Resmi Ahok dijadikan tersangka oleh Bareskrim dan Ahok menerima dengan lapang dada. Ujian bagi pemerintah yang berkuasa dengan tudingan melindungi seorang Ahok yang menistakan agama ternyata dapat dilalui oleh pak Jokowi dengan baik. Beliau yang selama ini digembar-gemborkan sangat sayang dan melindungi Ahok ternyata tidak benar. Hoax beritanya. Pak Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik Bareskrim dan hasilnya memang sesuai skenario para pendemo.

Namun apakah itu pertanda Ahok kalah? Eits, tunggu dulu.... sekali lagi, Ahok adalah Ahok yang benar-benar tampil beda di negeri ini. Skenario keluar dari lubang jarum tetap ada dibenaknya, karena ternyata status tersangka yang dialamatkan kepadanya bukannya menutup kariernya, tetapi akan melambungkan namanya, kenapa?

Pertama, karena Ahok adalah penurut dan orang yang tegar serta menerima dengan lapang dada segala bentuk konsekuensi dari pendiriannya. Mulai dari kasus Sumber Waras, kasus Reklamasi, kasus-kasus penggusuran kelas kakap, hingga kasus penistaan agama, dia tetap pada pendirian teguhnya. “Kalau salah saya minta maaf, kalau benar saya akan terus kerjakan”, begitulah kira-kira prinsipnya. Dari awal pak Jokowi menyambangi kediaman Prabowo dan naik kuda bersama, hingga munculnya pak Beye ke permukaan dengan pidato “Lebaran Kuda-nya”, Ahok sudah punya firasat bahwa konsekuensinya dia akan menjadi tersangka dari perkataannya, namun dia selalu berjanji akan mentaati semua proses hukum dan tidak melawan, apalagi sampai melarikan diri ke luar negeri, itu bakal membuat rakyat Jakarta akan simpati dan menaikkan elektabilitas namanya.

Kedua, Ahok itu tahan banting, tahan menghadapi proses birokrasi yang bertele-tele. Siapa Gubernur aktif yang mau bersaksi berjam-jam dalam proses sidang korupsi reklamasi teluk Jakarta? Baru Ahoklah orangnya. Dia bersaksi, adu argumen, berdebat dengan para koruptor demi menegakkan kebenaran versi dia. Sumber waras? Dia juga menghadapinya, kasus apa lagi? Lah apalagi kasus seperti ini, tidak ada kata mundur, dia akan terima dan menjalani semua proses dengan baik. Itulah janji dia, bahkan pra-peradilan dikesampingkan. Pokoknya lain dari yang lain. Jadi bagi yang masih waras kenapa harus berpaling?

Ketiga, Ahok sadar politik itu kotor, oleh karena itu ketika presiden Jokowi secara tersirat membiarkan agar Ahok jadi tersangka, maka Ahok engeh-enggeh aja agar pemerintahan Jokowi bisa fokus pada kinerja membangun Indonesia dan juga mengejar para koruptor-koruptor negeri ini lewat proyek-proyek terdahulu yang mangkrak dan tidak jalan, seperti: kasus Antasari yang oleh yang bersangkutan diberikan lampu hijau agar kembali diusut tuntas siapa dalang sesungguhnya, kasus Munir yang juga minta dibereskan siapa aktor intelektualnya, kasus Century tentunya, kasus Hambalang dan 34 proyek PLN yang duitnya sudah raib, juga tentunya kasus proyek Kurikulum 2013.

Dengan ditetapkannya jadi tersangka, Ahok merasa lega dan juga Pemerintah merasa bertidak adil, arif dan bijaksana karena mampu memuaskan para lawan politiknya, demi menjaga keamanan, kenyamanan, dan isu-isu anarkis lainnya. Sebab, apabila Ahok dibebaskan dari jerat penistaan agama, maka alamak bakal terjadi di negeri ini. Bisa dipastikan gelombang demo besar-besaran bakal terulang kembali. Kali ini bukan Ahok saja sasarannya, tetapi bisa berimbas pada Pemerintah yang berkuasa dengan dalil melindungi seorang penista agama.

Tentunya? Membuka babak baru di negeri ini. Pemerintah berkuasa dengan beraninya menetapkan seorang pejabat negara jadi tersangka kasus penistaan agama yang sebenarnya oleh nalar logika belum tentu kebenarannya, tetapi tetap disangkakan. Ini harusnya jadi warning bagi kita, “siapa saja (barang siapa) dengan sengaja atau tidak sengaja menghina agama, simbol negara bakal kena sikat!”, itulah pesan dari buntut tuntutan agar Ahok dijadikan tersangka. Berarti, tinggal menunggu waktu, apabila dalam waktu “lebaran kuda” ini sosok seperti Habib Rizkynya FPI, presiden republik cinta, dan sejenisnya yang sering-sering berucap kotor, sering menghina simbol negara bakal rame-rame dan sering-sering menyambangi penyidik Polri. 

Yah, sampai disini sajalah unek-unek sekitar penetapan Ahok jadi tersangka. Yang sabar aja yah koh Hok! Jalani semua prosedur dan panggilan dengan tabah, dan serahkan semua kepada Yang Maha Kuasa, semoga harapanmu dan harapan semua yang masih berpikir logika tetap mendukungmu! Semoga dengan status barumu ini, rakyat Jakarta semakin terbuka hatinya, mana pemimpin yang ingin bekerja untuk rakyat dan mana pemimpin yang bekerja karena ada iming-imingnya. Mana pemimpin karbitan dan mana pemimpin yang sudah kenyang oleh asam-garam dunia perpolitikan maupun oleh pengalaman memimpin. Salam Damai!

Oleh: Mr. Oloan (KOMED)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun