Dalam sebuah artikel saya menemukan fakta seperti ini, perbedaan antara negara berkembang (miskin) dengan negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Disisi lain, negara Singapura, Kanada, Australia, dan New Zealand, negara yang umurnya kurang dari 150 tahun selama membangun, saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak miskin lagi.
Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang, mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya, 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan. Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya. Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat, tetapi didaulat sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanami, namun Swiss adalah pengolah susu dengan kualitas terbaik. Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia. Swiss juga tidak mempunyai cukup reputasi dalam keamanan, integritas, dan ketertiban. Tetapi, saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia.
Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara berkembang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan. Ras dan warna kulit juga bukan faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya, ternyata menjadi sumber daya manusia yang produktif di negara maju. Lantas, apa yang membedakan kita dengan negara-negara maju tersebut?
Ternyata, perbedaannya ada pada sikap dan perilaku masyarakatnya yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui Kebudayaan dan Pendidikan. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya, sehari-harinya mengikuti dan mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan, yaitu :
1. Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, WJS Poerwodarminto : 2003). Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “ethikos”, yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika merupakan satu set kepercayaan, standar atau pemikiran yang mengisi suatu individu, kelompok, atau masyarakat. Etika dan moral merupakan seperangkat aturan dan penilaian yang sangat diperlukan dalam setiap sendi kehidupan, termasuk saat menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar atau salah. Moral menjadi institusi sosial dengan suatu sejarah dan daftar peraturan. Aspek benar dan salah berhubungan sangat erat dan terangkum dalam jenis norma hukum yang ada dalam masyarakat. Etika dan perilaku moral yang baik akan menuntun tindakan yang tidak akan merugikan orang atau pihak lain, misalnya di era kekinian adalah tidak menjiplak karya cipta orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung
2. Kejujuran dan Integritas
Arti kejujuran sungguh sangat sederhana konsepnya, yaitu : lurus hati, tidak berbohong, apa adanya, tidak curang, tulus, ikhlas dalam mengikuti dan menjalankan aturan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Namun, kenyataannya sungguh sangat sulit untuk dijalankan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu nilai-nilai kejujuran sudah seharusnya ditanamkan sejak dini kepada anak-anak kita agar jiwa kejujuran tersebut terpatri dan tertanam dalam jiwa anak-anak yang kelak menjadi penerus generasi bangsa Indonesia. Penerapan nilai-nilai kejujuran ini sangat penting dalam mempersiapkan pola pikir, mental, sikap dan perilaku jujur yang diidam-idamkan oleh bangsa ini, sebab mencari orang jujur sungguh sulit di era kekinian.
Sehingga untuk memupuk rasa jujur ini, harus dimulai prosesnya dari keluarga, sebab keluarga adalah ujung tombak pendidikan karakter bagi anak, orang tua juga menjadi sosok penentu jujur tidaknya anak-anak kita. Mendidik nilai-nilai kejujuran, mulai dari berbicara apa adanya, mengajarkan anak agar saling menghargai, mengajarkan disiplin, belajar agar tidak menyontek, mengajarkan tata krama, sopan-santun, dan mendidik dengan hati akan menumbuh kembangkan karakter jujur pada diri anak-anak kita.
Begitu juga dengan Integritas, kata yang begitu magis dan mempunyai makna yang sangat mendalam. Menurut kamus ilmiah populer, kata Integritas, adalah : kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan, ketulusan hati, kejujuran, dan tak tersuap yang memberikan gambaran kepada kita bahwa integritas sangat penting dalam menciptakan Indonesia yang bermartabat, adil dan makmur. Dengan menyelaraskan apa yang dikatakan dengan yang diperbuat, maka integritas akan terbentuk, orang akan percaya kepada kita, dengan modal kepercayaan yang terbentuk dari integritas, maka negara kita akan menjadi negara maju karena warga negaranya memiliki integritas yang tinggi. Untuk membangun integritas, diperlukan pengorbanan untuk berperilaku jujur, tidak memetingkan diri sendiri atau kelompok, tetapi bagaimana melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan sesuai dengan pekerjaan dan profesinya untuk Indonesia yang hebat dan maju.