Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Refleksi 20 Tahun MK: Keberadaan sebagai Penjaga Demokrasi di antara Praktik Haram yang Terjadi

23 Juli 2023   11:29 Diperbarui: 23 Juli 2023   11:31 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran sidang di Mahkamah Konstitusi. Sumber: Antara/Aprillio Akbar Via Kompas.com

Apakah MK perannya penting, atau hanya sekadar anting di telinga, berperan sebagai aksesoris konstitusi belaka yang keberadaannya bisa dibuang kapan saja?!

----

Untuk menjawab pertanyaan di atas kita butuh data akurat, agar bisa secara obyektif menilai sebuah persoalan sebelum memutuskan. Mahkamah Konstitusi adalah produk yang lahir setelah era Reformasi 1998. Cikal bakal lahirnya demokrasi yang akhirnya menjadi konsensus bernegara bangsa Indonesia.

Bagaimanapun saat membicarakan sistem demokrasi, Amerika Serikat masih dijadikan rujukan. Walaupun peringkat indeks demokrasi Amerika pada 2022 menurut the Economist Intelligence Unit berada di posisi 30 dengan skor 7,85/10 dan mendapat predikat demokrasi cacat (flawed democracy). Sedangkan Indonesia ada di posisi 54 dari 167 negara dengan skor 6,71/10 dengan predikat sama: demokrasi cacat.

Mengapa Amerika yang jadi rujukan? Karena Amerika Serikat adalah negara dengan populasi besar yakni 340 juta menurut Worldometer 2023 dan juga dengan masyarakat yang beragam. Bukan perkara mudah membentuk negara demokrasi dengan kondisi demikian. Kemiripan dengan Indonesia itulah sehingga Amerika relevan dijadikan contoh.

Apakah Amerika yang terkenal sebagai pengekspor demokrasi punya Mahkamah Konstitusi? Jawabannya "Tidak!", Amerika tidak membentuk lembaga MK secara terpisah, karena fungsi dan perannya masuk di dalam lembaga yudikatifnya, Mahkamah Agung. Begitu juga India, negara demokrasi terbesar di dunia, peran MK melebur di dalam Mahkamah Agung.

Menjadi sebuah tanya kenapa Indonesia tampil beda dengan membentuk lembaga baru, Mahkamah Konstitusi, padahal sudah mempunyai Mahkamah Agung sebagaimana Amerika, dan India? Apakah ini hanya bentuk lain dari perluasan bagi-bagi kekuasaan atau semacam kearifan lokal ala Indonesia; sebagai siasat untuk tetap berada di jalur demokrasi?!

 Mahkamah Konstitusi dan Demokrasi

Kematangan berdemokrasi antara Indonesia dan Amerika boleh dikata beda strata. Amerika sudah matang, Indonesia berproses menuju ke matang. Amerika saat merdeka pada 1776 tidak serta merta menjadi bangsa yang stabil.

Perang saudara pernah terjadi dan instabilitas keamanan juga mewarnai. Ada proses puluhan bahkan ratusan tahun hingga bermetamorfosa jadi negara adidaya berpaham demokrasi stabil. Namun yang menarik adalah sedari awal perpolitikan sangat sederhana hanya dua partai; Partai Republik dan Partai Demokrat.

Sedangkan Indonesia, setelah era ORBA yang cenderung sentralistik, Reformasi 1998 mengubah Indonesia menjadi negara demokrasi. Kebebasan Individu untuk bersuara, berserikat dan berkumpul diberi panggung secara luas. Perubahan mendadak ini menjadikan banyak kalangan menjadi  gagap. Cultural Shock di bidang politik terjadi. Hal yang wajar. Perlu waktu adaptasi untuk menuju keseimbangan baru lagi.

Sebagai catatan, pada Pemilu 1999 diikuti 48 partai politik, pada 2004 diikuti 24 partai, pada 2009 diikuti 34 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh. Tahun 2014 diikuti 12 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh, pada 2019 diikuti 14 partai nasional, dan pada 2024 diikuti 18 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun