Minggu 18 Desember 2022, di Stadion Lusail Qatar, kegembiraan menyeruak di antara tim Argentina. Kemenangan adu penalti melawan Prancis mengantarkan Argentina juara dunia ketiga kalinya. Leonel Messi mengangkat piala tinggi-tinggi.
Dari Qatar ke arah barat daya sejauh 13.809 km, di negara Argentina, di tengah euforia kemenangan. Senyap tanpa ada suara, peso terpuruk, pasar saham anjlok, harga barang menanjak naik. Inflasi membumbung 95% dan akan terus membumbung. Argentina sedang mengalami kegelapan ekonomi. Krisis!
Jauh sebelumnya. Pada 2001 mata uang peso jatuh. Inflasi tidak terkendali. Utang senilai US$100 miliar gagal bayar. Sedangkan cadangan devisa hanya US$14,5 miliar. Akibatnya banyak pelaku ekonomi gulung tikar. Pengangguran mencapai 19,2%.
Pemerintah Argentina mengumumkan kebangkrutan. Dan memang bangkrut. Kreditor mendesak agar penyelesaian utang diselesaikan segera. Argentina tidak sanggup bayar. Argentina beralasan: tidak ada uang!
Argentina dan Utang
Pada 2014, ekonomi yang bobrok dengan inflasi yang tidak terkendali menjadikan Argentina kehabisan dana. Pada saat yang sama jatuh tempo untuk bayar utang.
"Argentina tetap tenang karena besok hanyalah hari yang lain dan dunia akan terus berputar". Itu yang diucapkan Menteri Ekonomi Argentina, Axel Kicillof pada Rabu (30/07/2014) di depan awak media menanggapi desakan para kreditor agar Argentina segera bayar utang. Argentina dengan gagah berani menolak dengan tegas: tidak mau bayar utang!
Apa yang disampaikan Menteri Ekonomi Argentina adalah gambaran riil, bagaimana sikap Argentina dan penyelesaian utangnya. Mudahnya: gak ada uang, gak usah bayar! Sederhana, praktis, dan sangat ekonomis.
Argentina adalah contoh negara di dunia yang seolah punya "kekebalan ekstra" untuk mengemplang utang. Saat ditagih, Argentina bisa bersuara lebih keras dibanding yang menagih. Mengemplang utang seolah menjadi kebiasaan. Dan Argentina terkenal dengan sikap semacam itu.
Misal, pada 2014 obligasi yang sudah jatuh tempo harus segera dibayar secara langsung. Argentina tidak mau, dan menginginkan pembayaran dengan angsuran. Desakan kreditor membuat Presiden Argentina saat itu Cristina Fernandez de Kirchner murka dan mengecam pemilik obligasi sebagai "investor pemakan bangkai".