Apa yang terjadi selanjutnya biarlah terjadi. Untuk beli semen, batako, batu rejeng dan juga ongkos tukang pada dua minggu setelahnya dana sudah habis. Tukang cuma satu dan asistennya juga satu. Hanya dua tenaga kerja yang kami gunakan. Setelah dua minggu, bentuk rumah sudah terlihat. Belum apa-apa sebenarnya tapi itu membuat kami berdua semangat untuk terus melanjutkan.
Mengencangkan ikat pinggang benar-benat kami jalankan. Kami saling menguatkan, jika tidak ada uang di dompet kami hanya tertawa saja. Tertawa kecut bercampur sedih.
Kami muter otak ke mana bisa mendapatkan beras untuk besok hari. Ah, orangtua punya radar lebih tajam jika anaknya dalam kondisi kekurangan. Dengan alasan nyangoni putune dengan nominal yang lumayan. terkadang itu yang kami gunakan untuk membeli kebutuhan dasar: karbohidrat.
Dengan susah payah, bangunan tersebut menjulang setelah 4 bulan. Tukang dan kuli bangunan tidak mau berhenti walau kami tidak punya ongkos membayarnya. Mereka cukup yakin bahwa kami berdua tidak akan lalai membayar mereka.
Pada akhirnya kami harus berusaha untuk mendapatkan uang. Dan anehnya kami dapatkan untuk membayar tukang walau telat, tapi telat yang bisa ditoleransi. Mulai dapat arisan dari masjid, dapat insentif dari kantor dan sumber lain yang seolah mendukung.
Saat pemasangan tembok batako--bukan bata merah biar hemat--sudah selesai, tahap selanjutnya adalah memasang kayu reng. Kami sudah mengibarkan bendera putih untuk sementara. Tapi Mbah Sri--nenek dari Istri--tiba-tiba menyuruh menebang pohon besar yang bisa kami gunakan untuk membuat reng.
Kayu bayur setinggi 25an meter. Itu gratis, tapi ongkos penebang harus kami yang tanggung. Kami semakin semangat. Pelan namun pasti rumah mewujud. Tidak hanya di angan-angan tapi dalam kenyataan. Saat pulang kerja, atau saat hari minggu kami datangi rumah itu, kami elus temboknya yang masih kasar. Ada rasa kebanggaan di hati.
Ingin Rumah yang Sejuk
Dari awal konsep rumah yang ingin kami bangun adalah sejuk udaranya. Maka yang pertama saya lakukan adalah menanami sekitar bangunan dengan pepohonan. Sebanyak banyaknya. Jika banyak pohon udara akan adem dan rumah juga adem. Sederhana itu. Banyak tumbuhan berarti adem.
Pada 26 Desember 2015, saya memutuskan pindahan dengan istri. Kondisi rumah masih belum jadi. Intinya sederhana, tidak kehujanan dan tidak kepanasan. Bahkan untuk WC pun juga belum jadi saat kami pindah. Karena memang belum dibuat.