Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Qatar: Negeri yang Mencari Identitas dengan Kekuatan Minyak dan Gas

23 November 2022   13:46 Diperbarui: 23 November 2022   15:25 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika terjadi kecelakaan antara penduduk lokal dan orang asing. Yang salah sudah pasti orang asing. Paspor Qatar adalah jaminan bebas dari kesalahan. Begitulah sistem Qatar bekerja. Penduduk asli adalah pemilik aturan. Aturan berlaku untuk orang asing, bukan orang Qatar sendiri.

Jika orang lokal Qatar mau membeli sesuatu di sebuah gerai toko, dia hanya berhenti membunyikan klakson keras-keras, penjaga toko yang sudah pasti pendatang akan  menghampiri dengan santun untuk mencatat pesanan dan mengantarkan ke mobil pembeli. Begitulah Qatar membentuk karakternya. Bahkan yang lebih parah hakim di Qatar adalah pendatang. Impor.

Uang adalah Pemersatu

Kemiskinan budaya inilah yang mau ditutup oleh pemerintah Qatar dengan membangun sebuah identitas yang bisa dibeli dengan uang. Qatar benar-benar menggunakan uang untuk menunjukkan negaranya sebagai sebuah negara yang harus diperhitungkan. Menjadi sebuah identitas baru. Kebanggaan baru dari masyarakat Qatar, yang minoritas di tanahnya sendiri.

Selama minyak dan gas masih sebagai sumber energi dunia maka negara Qatar masih aman. Tapi jika habis, di situlah persoalan akan muncul. Qatar pastinya akan berantakan. Menuju akhir dari sejarahnya.

Tidak bisa dipungkiri Qatar menggunakan uang sebagai alat pemersatu, sebuah idiologi untuk menyatukan rakyatnya. Membelai rakyatnya supaya bisa santai hidup di rumah tanpa diganggu dengan berbagai macam pekerjaan.

Apalagi memikirkan revolusi sosial. Selama uang masih mengalir deras, di situlah nasib yang namanya revolusi sosial sekarat. Lebih tepatnya mati. Revolusi di Qatar sudah punah. Menjadi fosil di bebatuan gurun.

Minyak dan Gaslah yang bekerja. Mengurus anak, mengurus rumah dan berbagai pekerjaan yang seharusnya dikerjakan tangan manusia Qatar menjadi tugas dari orang luar negeri. Pemimpin Qatar menjadi raja bagi rakyatnya, rakyat Qatar juga menjadi raja bagi orang asing yang ada di Qatar.

Masyarakat Qatar tumbuh sebagai masyarakat yang seolah "bekerja untuk menghabiskan uang". Jika Anda ingin memahami masyarakat Qatar, Anda harus belajar memahami masyarakat Nauru. Masyarakat udik di Pasifik.

Masyarakat yang dulu pernah kaya raya karena "tahi burung", Fosfat. Namun akhirnya sekarang menjadi masyarakat yang terbelakang, udik dan miskin seiring dengan habisnya cadangan fosfat di negara tersebut.

Qatar setidaknya tahu akan hal itu. Dan rasanya pemerintahnya tidak mau menjadi Nauru kedua. Maka saat ini, saat uang masih berkelimpahan, pemerintahnya melakukan diversifikasi ekonomi dengan melakukan berbagai investasi besar-besaran tidak hanya di sektor pertambangan tapi juga di sektor pariwisata. Dan juga apa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun