Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nusantara Masa Lalu: dari Aurora sampai Pohon Beracun

8 September 2022   13:43 Diperbarui: 20 November 2022   22:02 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
   Peta Indonesia abad XVIII. Sumber: Wikimedia Commons via Kompas.com

Saat mengunjungi Timor Portugis 1861--menurut Wallace--orang Timor portugis adalah pencuri ulung, penculik orang untuk dijual sebagai budak. Beda lagi saat mengunjungi Borneo, Wallace sangat mengagumi moralitas--kejujuran kesederhanaan, keterbukaan dan ketulusan Suku Dayak. Sebagai contoh, saat Wallace menginginkan memetikkan buah. Orang Dayak yang disuruh bilang bahwa dirinya tidak bisa karena orang yang punya pohon tidak ada.

Mereka pantang mengambil yang bukan miliknya, padahal hanya satu atau dua buah biji mangga. Begitu juga dalam berkomunikasi. Mereka sangat hati-hati, takut berkata bohong. Sehingga mereka lebih banyak diam. Meskipun mereka sangat ramah.

Keluhuran moralitas tersebut juga ditunjukkan masyarakat di Waigeo. Kejujuran dan rasa tanggung jawab yang tinggi yang nampak dari masyarakat yang boleh dikata--dengan kaca mata masyarakat modern--berlabel primitif.

Saat mengunjungi Jawa pada Juli--Oktober 1861, Wallace begitu kagum dengan peninggalan masa lalu yang berupa candi-candi kolosal, dengan hiasan patung-patung indah.

Kekaguman tersebut membuat dia berfikir bahwa seolah terjadi anomali: Penduduk peradaban tinggi dijajah oleh penduduk yang seolah baru belajar membentuk peradaban. Saat mengunjungi Borobudur dirinya menulis "Agaknya, jumlah tenaga manusia dan keahlian yang dicurahkan untuk pembangunan piramida terbesar di Mesir tidak berarti bila dibandingkan dengan tenaga yang dibutuhkan untuk menyelesaikan candi penuh patung pada bukit di pedalaman Pulau Jawa ini"

Di Jawa, Wallace juga mendapat laporan orang yang dimangsa harimau. Populasi harimau masih banyak. Dan kejadian manusia menjadi santapan harimau bukan kejadian aneh. Bahkan pertengahan abad XVII banyak atraksi harimau melawan banteng atau bahkan manusia melawan harimau--biasanya para narapidana. Sebuah  tontonan menarik bagi petinggi kerajaan di Jawa waktu itu.

Bagaimana nasib harimau jawa saat ini? Pada Desember 1996, pada pertemuan CITES (Convention On International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) di Florida, Amerika Serikat, harimau jawa (Pantera tigris sondaica) dinyatakan punah--sirna ilang kertaning bumi.

Pohon Upas

Upas dalam bahasa jawa artinya bisa, atau racun. Di pedalaman Jawa diinfokan ada pohon upas yang sangat beracun. Cerita horor tentang pohon upas pertama ditulis oleh misionaris italia abad XIV, Friar Odoric. Ganasnya pohon upas terus disebarluaskan. Digambarkan orang yang berada di radius puluhan kilometer semuanya mati. Bahkan burung yang hinggap di dahan pohon tersebut bisa bertumbangan.

"Udara di sekitar pohon tersebut begitu tercemar, sampai-sampai jika ada burung yang hinggap di pohon tersebut, burung itu bisa langsung hilang kesadaran dan mati," tulis George E. Rumphias ahli botani Belanda di buku monumentalnya Herbarium Amboinese.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun