Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilema Indonesia: Kuasai Nuklir Sekarang atau Jadi Bulan-bulanan di Masa Depan

10 Maret 2022   15:40 Diperbarui: 11 Maret 2022   23:28 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
roket RX450-5 yang dikembangkan untuk mengorbit satelit. sumber:LAPAN

Hukum rimba sudah ada di depan mata. Irak, Libya, Syria sebagai contoh.  Tidak menutup kemungkinan berpindahnya "ring tinju kelas berat" ke kawasan Laut China Selatan. Pastinya menyeret  Indonesia, supaya berperan aktif menyalakan mesin perangnya.

Tidak ada waktu lagi untuk bengong dan merenung sambil menulis puisi indah tentang nyiur melambai. Peralatan tempur mematikan sudah standby di kepulauan Spratly tidak terlalu jauh dari Natuna.

Dari arah selatan dengan kesenyapan hantu, dari bawah air berpatroli kapal selam AUKUS bertenaga Nuklir. Rutenya pastinya menerabas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Indonesia seolah terkepung, mau tidak mau harus terlibat.

Maka tidak ada alasan lagi Indonesia alergi dengan nuklir. Dengan melihat kecenderungan ke depan, Indonesia harus punya alat untuk menjaga tumpah darah Indonesia: NUKLIR!

Belajar dari Korea Utara

Nuklir identik dengan permainan kasar. Siapa yang punya nuklir seolah menjadi preman dengan bersenjata AK-47 di tengah masyarakat yang membawa pentungan kayu. Kompetisi yang tidak berimbang. 

Gambaran itu betul, tidak salah. Tapi tujuan bernegara salah satunya adalah memberi jaminan perlindungan: keamanan dan kenyamanan masyarakatnya. Maka, salah satu hal yang harus dimiliki  adalah punya benteng kuat agar  rakyat bisa makan kenyang dan tidur pulas.

Menguasai nuklir sangat beresiko. Tidak punya nuklir lebih berisiko. Kolonialisme belumlah berakhir, dan tidak mungkin berakhir. Hanya bentuknya saja yang berubah. Ancaman selalu datang, lewat klaim teritorial, sanksi ekonomi atau atas nama pelanggaran HAM.

Narasi klasik yang sering didengungkan oleh Amerika dan sekutunya untuk menguasi sumberdaya alam. Demokrasi, sebagai alat pembenar adanya invasi. Anehnya, negara sekutu Amerika di Jazirah Arab, malah dilarang untuk berdemokrasi agar kepentingan Amerika tetap terwadahi.

Pakistan dan Korea Utara bukan negara maju. Bukan negara yang punya teknologi tinggi. Sama dengan Indonesia, boleh dikata negara berkembang. Indonesia dengan alasan apa pun layak untuk punya Nuklir. 

Pertama Indonesia adalah negara penduduk terbesar nomor empat di dunia. Kedua, wilayah luas dan kaya sumberdaya alam. Pastinya butuh asupan energi dan juga alat pelindung wilayahnya. Kenapa tidak boleh punya Nuklir? Bahkan untuk pengembangan roket jelajah 100 km saja sudah dicurigai tepatnya  dihalangi  oleh Missile Technology Control Regime (MTCR). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun