Bambu kuning (Bambusa vulgaris) punya aura mistis di kepercayaan masyarakat nusantara terutama Jawa. Ada yang menganggap keberadaannya mampu menjadi penangkal sihir, santet, teluh dan kekuatan negatif sejenisnya. Bahkan hantu, konon enggan untuk rehat di situ.Â
Kepercayaan tersebut pastinya berakar dari zaman Dinamisme dan Animisme, pada era Megalithikum Muda (1000--100 SM). Masyarakat menilai bahwa benda dengan kekhas-an tertentu mempunyai kekuatan. Termasuk bambu kuning yang warnanya menarik mata masyarakat zaman dulu bahkan sampai sekarang.
Bambu kuning menurut literatur berasal dari wilayah Asia Timur, Yunan China. Nenek moyang bangsa Indonesia, menurut arkeolog Austria, Robert Barron Von Heine juga berasal dari sana. Bisa jadi rumput ini dibawa saat migrasi ke wilayah Nusantara (2000--200 SM).Â
Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 125 jenis bambu. Kepercayaan bahwa bambu kuning punya aura kuat penolak hantu dan juga sihir bermula dari kisah turun temurun--tidak jelas sumber hulunya.Â
Puncak kepopulerannya saat digunakan sebagai senjata melawan sekutu--Perang Surabaya pada 1945. Banyak pejuang republik mempersenjatai diri dengan bambu. Salah satu yang favorit adalah bambu kuning yang dipercaya punya kesaktian.
Kepercayaan itu sampai sekarang tetap lestari. Tampilannya yang indah, dengan khas kuning dianggap juga sebagai sumber energi positif. Karena keyakinan itulah, bambu kuning menjadi penghias halaman rumah, dengan harapan penghuninya dekat keberuntungan. Misal agar terpilih saat nyalon lurah, pelaris dagangan, terhindar dari kemalingan, dicintai pasangan atau untuk kekebalan tubuh.
Rumahku di Kelilingi Bambu Kuning
Ketertarikanku pada bambu kuning mungkin levelnya di atas rata-rata: boleh dikata fanatik. Alasan utamanya, saya suka kerindangan, rumah terlihat asri. Kadang menimbulkan debat cukup seru dengan istri. Menurut istri, bambu kuning menyeramkan. Saat malam kalau ada angin suaranya seolah mengintimidasi, dan terkesan misterius.Â
Namun istri akhirnya mengalah, karena kebersihan halaman dan sekitarnya saya yang terlibat langsung. Alias petugas kebersihan lingkungan. Selain itu banyak rekan kerja istri yang main ke rumah tertarik dan minta bibit bambu kuning. Dari hal itulah akhirnya mengubah pandangan istri terkait bambu kuning.Â
Setiap sudut di sekitaran rumah saya tanami bambu kuning. Apalagi tanamn ini begitu cepat bertunas jika musim hujan. Dan saat dewasa bermanfaat sebagai tanaman peneduh.Â
Pada musim kemarau terasa nyaman, bersantai sambil baca buku, atau hanya sekedar ngopi di bawah rindang bambu kuning. Banyak tulisan di Kompasiana lahir dari aktivitas "nyantai". Bisa jadi didorong pikiran rileks dan terbuka, saat hembusan angin, dan suara cericit burung menemani proses berfikir.
Menanam rumput bambu juga bermanfaat bagi spesies lain. Terutama burung: tempat  membangun sarang, mencari serangga atau sekedar berteduh pada siang atau malam hari. Yang sering bersarang adalah burung emprit peking (Lonchura punctulata) dan emprit jawa (Lonchura leugastroides). Selain itu burung prenjak, sirpu, pentet jawa, kedasih dan juga cucak sering hinggap.
Kadang saat malam muncul ular hijau, ular gadung (Ahaetulla prasina)Â yang tidak berbahaya bagi manusia, namun sangat berbahaya bagi burung. Ular tersebut ingin memangsa telur atau burung yang tidur.Â
Sebagai salah satu spesies Sapiens, pastinya menimbulkan dilema ekologis tersendiri. Apakah memihak burung dengan mengusir ular tersebut? atau membiarkan ular tersebut memangsa burung? sebagaimana alaminya.
Dalam rantai makanan, ular memang memangsa burung untuk kelangsungan hidupnya. Sampai saat ini belum ada jenis ular yang berkategori vegetarian: makan kangkung misalnya. Namun jika melihat kelucuan burung maka hati kecil akan berpihak ke burung dan mengusir ular.Â
Ular secara umum menimbulkan kengerian pada sebagian besar manusia spesies sapiens. Kenapa manusia lebih simpatik terhadap burung dibanding ular? secara ekologis peran ular dan burung sama di ekosistem.Â
Apa karena tampilannya yang kurang kharismatik? jangan-jangan itu masalahnya. Wah ini adalah rasisme di bidang ekologis. Pada akhirnya saya benar-benar mengusir ular dan memihak burung. Saya merasa seolah merampas acara makan malam ular, tapi sekaligus sebagai pelindung spesies burung.
Budidaya Mudah
Menurutku membudidayakan bambu kuning dengan stek pada cabang adalah yang termudah. Batang indukan bisa menghasilkan sekitaran 50-75 bibit. Caranya mudah, siapkan media tanam (polybag) isi dengan tanah yang tidak terlalu gembur. Atau isi polybag dengan tanah sembarang pun bisa hidup asalkan saat menyemai harus sering disiram.Â
Ambil cabang yang sudah cukup keras, lalu potong di bawah ruasnya dengan gunting pohon. Lalu tancapkan ke polybag tempat budidaya. Sirami setiap hari. Kalau musim hujan tidak perlu.Â
Sebulan kemudian akan muncul tunas. Dua bulan kemudian bisa dipindah mau ditanam di pot atau ditanam di tanah. Setahun kemudian sudah menjadi rimbunan. Dua tahun kemudian bisa menjadi belukar indah yang membuat kesegaran untuk bersantai.
Karena saya punya pohon indukan maka saya perbanyak dengan stek. Dari awal saya niatkan sebagai oleh-oleh. Dan memang betul, teman yang main ke rumah terkadang tertarik dan pulang membawa satu atau dua bibit. Selama pandemi karena banyak waktu luang, saya melakukan pembibitan kurang lebih 150 bibit.Â
Dan sekarang tinggal tersisa 25-an. Artinya sudah tersebar 125 bibit. Kalau yang tumbuh 90% maka ada rerimbunan berjumlah 113 yang tersebar di berbagai lokasi. Â
Ada juga masyarakat yang minta rebungnya untuk obat. Terutama obat sakit lambung akut. Banyak cerita, rebung bambu kuning sangat ampuh mengobati penyakit tersebut. Zat saponin dan flavonoida yang ada di daun, batang sampai akarnya adalah zat anti oksidan. Mungkin itu salah satu sebab keampuhan bambu kuning.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menanam bambu kuning:
Pertama:Â Karena akarnya serabut yang sangat rapat maka harus dihindari menanam tanaman lain disekitannya. Karena pastinya akan kalah saing saat rebutan hara. Bambu kuning sangat agresif seolah menguasai akses underground.Â
Akar tanaman yang bukan bambu akan dihimpit dan susah menjalar, seakan tercekik. Akibatnya tidak subur pertumbuhannya. Dengan ciri khas tersebut bambu kuning sangat cocok untuk tanaman anti erosi, atau tanaman penangkal longsor di daerah tebing sungai. Kalau ingin pertumbuhannya terkendali bisa ditanam di pot, asalkan sering disiram.
Kedua:Â Setiap hari daunnya berguguran. Jika tidak sering dibersihakan akan terlihat kotor, maka ketika menanam dan mempertahankan dalam jumlah banyak maka harus siap untuk membersihkan setidaknya pagi dan sore hari.
Ketiga: Pertumbuhannya yang sangat cepat membutuhkan sentuhan tangan untuk merapikan. Memotong yang dianggap berlebihan. Maka jika bertanam bambu kuning harus siap gergaji, gunting kayu, dan juga arit. Alat tersebut sangat berguna juga untuk pembibitan.
Kesimpulan
Benar tidaknya tentang keistimewaan bambu kuning--sebagai tumbuhan penebar hoki dan juga penolak sihir --belum ada bukti secara ilmiah. Namun setidaknya bisa dirasakan manfaatnya. Salah satunya adalah sebagai tanaman peneduh.Â
Realitanya, bambu tersebut diyakini oleh banyak orang membawa keberuntungan dan juga sebagai obat. Sehingga banyak orang yang mencarinya. Saat kita punya dan kita memberi gratis, pastinya akan memberi keceriaan pada orang lain. Membuat orang lain senang pastinya membuat hati kita juga ikutan senang.Â
Apa pun alasannya kita menjadi mata rantai kebahagiaan orang lain. Dalam relasi sosial itu mahal. Itulah hikmah bertanam bambu kuning: didatangi banyak orang, mempererat pertemanan, rumah menjadi adem. Satu hal lagi, kita memberi rumah berteduh buat spesies burung dan terkadang juga ular hijau yang tidak berbahaya. Yuk, menanam agar lingkungan menjadi asri!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI