Â
"Leluhur manusia berasal dari hewan air...dengan dua jenis kelamin ada di satu individu. Leluhur yang lebih mutakhir adalah hewan berambut dan berkaki empat, punya ekor dan telinga panjang lancip" (Charles Darwin dalam the Descent of Man)
                                                                                     ------------
Setelah on the Origin of Species yang terbit pada 1859, Darwin meluncurkan karya kedua  The Descent of Man pada 1871: Tetap menghebohkan, meskipun tidak seheboh Origin. Ledakannya masih kuat namun tidak terlalu mengejutkan. Seolah, orang sudah siap dengan tulisan yang lebih kontroversial setelah membaca Origin.
Lihat dengan cermat kutipan buku The Descent of Man di atas. Dengan membayangkan sedikit, Anda langsung menyimpulkan: kedengarannya seperti cumi-cumi dan kera! Sama, saya, juga menerka begitu. Dan memang iya meskipun agak berbalut multi tafsir. Di situlah puncak kontroversinya.
Saat ini saja--dengan era keterbukaan yang tinggi--masyarakat masih banyak yang antipati dengan teori Evolusi. Apalagi dulu, saat tidak ada pemikiran alternatif, selain dari sumber otoritas resmi; baik keagamaan maupun pemerintahan. Pastinya banyak orang yang kejang mendengar hentakan teori yang belum pernah terdengar oleh telinga sebelumnya.
Munculnya sebuah karya legendaris berbalut kontroversi tidak bisa dilepaskan dari riwayat hidup penciptanya. Begitu juga dengan kemunculan teori Evolusi. Lahir dari sebuah hobi. Ketika hobi bertemu penunjangnya, maka akan memunculkan spesialisasi: kepakaran di bidangnya, apa pun itu.
Dan pastinya setiap orang punya hobi. Mulai berburu, memancing, main volly atau bengong. Itu sebuah pilihan. Masuk ranah privasi. Siapa pun yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Hobi bisa menunjukkan arah, ke mana akhirnya kita terdampar: meskipun tidak selalu.
Seperti penghuni awal masyarakat Nusantara yang hobinya berlayar. Karena tidak tahu bahwa arah perahunya menuju samudera lepas--dengan keterbatasan teknologi saat itu--akhirnya terbawa ombak. Tidak tahu arah dan tidak bisa pulang. Akhirnya mereka terdampar. Menjadi penghuni pulau Madagaskar di Afrika. Jarak yang ditempuh kurang lebih 6.625 km, dengan perahu bercadik tradisional, melawan ganasnya samudera Hindia. Seakan mustahil, namun itu nyata dan terjadi. Dan masyarakatnya masih ada sampai hari ini.
Pun Charles Darwin, tokoh Evolusi yang terkenal itu. Kuliah di Edinburgh University jurusan kedokteran. Namun, hobinya keluyuran di alam: mulai pinggir pantai, gunung dan juga hutan. Ngumpulin batu, nembak burung, ngoleksi cangkang kerang, dan menangkap kumbang. Alasannya, dunia kedokteran tidak menimbulkan suka cita saat mempelajarinya.Â
Darwin dalam kadar tertentu bisa digambarkan: Muntah kalau lihat darah, pusing kalau melihat alat bedah. Sebaliknya begitu bergairah berada di alam.
Ayahnya yang juga seorang dokter, sempat ngomel "Kamu tak peduli apa-apa. Selain menembak dan menangkap tikus. Kamu akan mempermalukan diri sendiri dan keluargamu" Tekanan orang tuanya tak menyurutkan niat "berperilaku aneh". Sepertinya Darwin mewarisi tingkah laku kakek buyutnya yang juga mendapat label "orang penyuka keanehan".
Ternyata dunia medis--yang keren bagi orang lain--menyiksa batin Darwin. Pada masa Darwin remaja, menjadi dokter adalah jalan menuju tingkatan sosial yang lebih tinggi. Berkategori keren dan bergengsi. Impian bagi banyak orang. Dan hanya dari kalangan tertentu yang bisa mengakses.Â
Kekesalan orang tua Darwin makin menjadi. Darwin  akhirnya dipindah ke Cambridge University, Jurusan Teologi. Supaya menjadi Pendeta. Setidaknya menjadi pendeta menyelamatkan kehormatan keluarganya. Begitu pikir ayahnya.
Pada akhirnya sejarah mencatat lain. Darwin lolos dari sergapan menjadi dokter dan pendeta. Akhirnya dirinya digiring oleh hobinya untuk menjadi naturalis paling terkenal di dunia--dan juga paling kontroversial: On the Origin of Spesies lahir.
The Beagle Mesin Evolusi
Sebelum kapal layar Beagle, berlayar pada 1831. Keikutsertaan Darwin hampir terancam gagal. Orang tuanya berkeberatan kecuali ada alasan yang menguatkan keikutsertaan Darwin. Di kapal tersebut, Darwin harus membiayai dirinya sendiri selama lima tahun. Mulai makan dan semua kebutuhan penelitiannya.Â
Itu membutuhkan dana besar. Pamannya, Josiah Wedgwood, yang mampu meyakinkan ayahnya, bahwa keberadaan Darwin di kapal tersebut menjadi hal yang baik. Membuat Darwin melihat dunia dan memajukan pekerjaan ilmiahnya.
Di kapal, Darwin difungsikan sebagai teman oleh kapten kapal FitzRoy. Pada saat itu, komunikasi antara kapten dan perwira serta kru kapal dibatasi. Tidak bisa bergaul bebas. Maka kapten kapal mencari orang yang sepadan kedudukan sosialnya. Dan itu adalah Darwin.
Perjalanan untuk melarikan diri dari kuliah mengubah segalanya. Seolah the Beagle adalah takdirnya. Di kepulauan Galapagos--pulau yang baginya tidak kharismatik dan berbau busuk--terletak di Equador, Darwin menemukan kura-kura raksasa dan juga berbagai jenis burung finch berparuh heterogen. Bahkan dirinya mempertanyakan "Apakah Tuhan sampai repot-repot membedakan itu ketika menciptakan mereka?
Pulau berbau angus karena panas dan terlihat hitam menyimpan inti dari seluruh pandangannya tentang alam. Darwin dan Galapagos seperti dua kutub berbeda yang saling tarik menarik. Di pulau panas menyengat dan berbau angus itulah ledakan pemikiran Darwin akan sejarah alam membuncah.
Kontroversi tentangnya tidak habis untuk dibahas. Bahkan, saat bukunya mau diterbitkan. Sang editor menyarankan agar jangan dicetak. "Subjeknya mengandung kontroversi." Namun bukunya tetap dicetak. Dan betul, bukunya laris manis dan menimbulkan kehebohan. Edisi pertama 1.250 buku habis dalam sekejap. Meskipun begitu, sebenarnya Darwin tidak terlalu bersemangat mengeluarkan bukunya.Â
Karena pandangannya akan bertentangan--boleh dikata--bermusuhan dengan otoritas keagamaan waktu itu. Butuh waktu hampir duapuluhtiga tahun untuk menulis dan menerbitkan on the Origin of Spesies. Dan itu butuh keberanian. Dia sadar penentang awal adalah istrinya sendiri yang boleh dikata sangat saleh memegang keyakinannya.Â
Kesimpulan
Dari mana manusia berasal dan akan ke mana, itu tetap menjadi misteri sains. Kita percaya sesuai dengan apa yang kita yakini. Benar salah biarlah menjadi debat dalam kesunyian. Atau tidak usah diperdebatkan. Hasilnya cukup tidak nyaman: pertengkaran!
Manusia saat ini berhadapan dengan kondisi yang lebih riil. Mulai memanasnya suhu Bumi, perang berkepanjangan, over populasi, pengangguran, kelaparan, kemiskinan dan keterbelakangan. Itu semua adalah masalah, yang layak diselesaikan.
Dengan jumlah penduduk yang semakin banyak--saat ini mendekati 8 milyar--maka kondisi seperti ini, sebetulnya adalah ancaman. Sebagaimana Robert Malthus, ahli demografi dalam bukunya Essay on Population menyebut; dengan jumlah primata manusia yang semakin banyak, maka ketersediaan pangan akan semakin langka. Manusia bertambah lebih cepat daripada makanan. Kelaparan dan perang siap membayang. Akan ada sejumlah populasi yang hilang tapi tidak sepenuhnya. Darwin menyebutnya  Survival of the fittest: sintasan yang terbugar.
Dibutuhkan terobosan teknologi yang mampu memproduksi pangan dengan ruang terbatas dan hasil melampaui batas. Supaya spesies manusia tetap bisa melata di permukaan Bumi untuk melanjutkan perjalanan evolusinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H