Homo sapiens bisa punah sama seperti Pterodactyl 65 juta tahun lampau. Hantaman asteroid adalah sebabnya. Kepunahan spesies bukan sesuatu yang spesial atau kejadian langka. Menurut para ahli, dalam skala waktu geologis, berkali-kali terjadi kepunahan massal makhluk hidup. Dan itu hal biasa bagi Bumi. Artinya kelak manusia gantian dengan spesies lain berada di muka bumi.
--------
Paul Davies adalah Profesor Fisika di Arizona State University yang juga seorang kosmolog. Â Memprediksi tentang adanya ancaman benda angkasa; dengan skala massif siap menghantam Bumi.Â
Penyusup gelap tersebut bergerak liar, tanpa kestabilan orbit. Masuk ke bagian dalam Tata Surya dan pada saat yang tepat tanpa diprediksi menghantam Bumi. Paul, dengan pendekatan ilmu fisika menjelaskan kemungkinan itu dalam bukunya dengan judul Tiga Menit Terakhir,--Renungan Sains Mengenai Akhir Alam Semesta.
Menurut Paul, pemahaman manusia tentang alam semesta lewat panca indera, cenderung terdistorsi. Apa yang ditangkap mata manusia--baik melalui teleskop--saat ini, tak lebih hanyalah kejadian masa lalu.
Objek kosmik yang berjarak ribuan, jutaan bahkan milyaran tahun cahaya dari Bumi adalah penyebabnya. Saat mata menangkap cahaya, maka muncul objek: planet, bintang atau benda kosmik lainnya.Â
Namun, bisa jadi objek tersebut sudah hancur, pindah posisi atau malah lenyap. Kita tidak tahu dan bisa jadi tidak akan pernah tahu.
Dengan kenyataan tersebut, mungkin saja, dari kegelapan angkasa muncul penyusup. Sebuah komet, asteroid ataupun sebuah massa yang orbitnya tidak diketahui; secara tiba-tiba memotong dan menabrak Bumi dengan tingkat kerusakan yang fatal. Kiamat terjadi.
Hantaman Komet
Begitu juga dengan Komet Swift-Tuttle. Komet yang pernah muncul pada 1993, diperkirakan akan muncul lagi dan diprediksi memotong orbit Bumi. Tumbukan dengan Bumi tidak bisa dihindarkan. Satu trilyun ton batu dengan kecepatan 16 km/detik akan menghantam Bumi. Rabu, 21 Agustus 2126.
Apa yang terjadi? Bumi akan bergetar. Gelombang kejut akan meratakan semua yang berdiri. Dinding batuan akan meleleh. Batuan panas akan menguap atau terlempar ke tempat yang berjarak ratusan atau ribuan kilo meter. Bumi akan kembali pada masa awal lahirnya, panas membara. Kemusnahan terjadi bagi banyak spesies.
Kontemplatif
Tiga Menit Terakhir, adalah buku yang mengajak manusia berkontemplatif. Tentang hakekat keberadaan spesies manusia di belantara kosmik, dengan menggunakan sains. Khususnya pada detik terakhir kemusnahan total.
Semesta akan muncul, berevolusi lalu hancur. Dan memulai lagi dari awal. Kehidupan manusia menjadi sebuah renungan. Keberadaannya di tepi galaksi Bima Sakti tidak sesakral pemahaman penganut geosentrisme Ptolomeus--yang memandang Bumi dan manusia sebagai pusat semesta.Â
Keberlangsungan spesies manusia, sangat dipengaruhi oleh keberadaam bintang-bintang dan proses yang terjadi di dalamnya.
Alam semesta punya mekanisme sendiri mengatur jalannya dan keberadaannya. Manusia berada di dalamnya. Setiap 30 juta tahun sekali menurut ahli geologi ada kehancuran ekologi dalam taraf fatal yang menimpa Bumi.Â
Melenyapkan dan merombak sama sekali apapun yang ada saat ini atau saat waktu yang lampau. Sebagaimana kejadian musnahnya dinosaurus 65 juta tahun lampau.
Keberadaan manusia dan ekosistemnya yang sekarang, juga berpotensi dan harus mengalami kehancuran pada waktu yang tidak bisa ditentukan; namun pasti. Sebuah kepastian yang punya rentang waktu yang tak terbatas atau bisa jadi secara tiba-tiba.
Menurut Paul Davis, sebuah massa di alam semesta kalau sudah waktunya akan mengembang mencapai ukuran maksimum, lalu mengerut, tapi bukannya lenyap; entah bagaimana alam semesta memantul dan muncul lalu menjalani siklus yang sama lagi.Â
Proses itu berlangsung selamanya. Alam semesta tidak memiliki awal dan akhir yang nyata, meskipun masing-masing siklus ditandai dengan awal dan akhir yang jelas.
"Buku ini adalah kisah masa depan alam semesta, terkaan terbaik yang bisa diprediksi berdasarkan pemikiran ahli fisika dan kosmologi. Tidak semuanya tentang kehancuran. Masa depan justru mengandung potensi untuk pengembangan dan kekayaan pengalaman", tulis Paul.
Menarik menikmati sebuah peristiwa yang dikaitkan dengan keberadaan manusia. Karena hanya manusialah yang mampu memahami sebuah masa depan yang akan terjadi. Tidak seperti makhuk hidup lainnya, yang tidak memahami konsep masa depan
Bagaimana nasib manusia? Itu tetap menjadi misteri. Apakah manusia keberadaannya sirkuler--lenyap lalu muncul kembali dengan eksistensi baru setelah kehancuran semesta? Entahlah, itu tidak terjawab di buku Tiga Menit Terakhir. Hanya Sang Maha Kuasa yang tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H