Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Punahnya Makhluk Hidup: Renungan Kehancuran Ekosistem Menurut Sains

5 September 2021   16:05 Diperbarui: 5 September 2021   21:26 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
     Ilustrasi sebuah benda angkasa yang menghantam Bumi, penyebab kepunahan makhluk hidup (Gambar: National Geographyc)

Tiga Menit Terakhir, adalah buku yang mengajak manusia berkontemplatif. Tentang hakekat keberadaan spesies manusia di belantara kosmik, dengan menggunakan sains. Khususnya pada detik terakhir kemusnahan total.

Semesta akan muncul, berevolusi lalu hancur. Dan memulai lagi dari awal. Kehidupan manusia menjadi sebuah renungan. Keberadaannya di tepi galaksi Bima Sakti tidak sesakral pemahaman penganut geosentrisme Ptolomeus--yang memandang Bumi dan manusia sebagai pusat semesta. 

Keberlangsungan spesies manusia, sangat dipengaruhi oleh keberadaam bintang-bintang dan proses yang terjadi di dalamnya.

Alam semesta punya mekanisme sendiri mengatur jalannya dan keberadaannya. Manusia berada di dalamnya. Setiap 30 juta tahun sekali menurut ahli geologi ada kehancuran ekologi dalam taraf fatal yang menimpa Bumi. 

Melenyapkan dan merombak sama sekali apapun yang ada saat ini atau saat waktu yang lampau. Sebagaimana kejadian musnahnya dinosaurus 65 juta tahun lampau.

Keberadaan manusia dan ekosistemnya yang sekarang, juga berpotensi dan harus mengalami kehancuran pada waktu yang tidak bisa ditentukan; namun pasti. Sebuah kepastian yang punya rentang waktu yang tak terbatas atau bisa jadi secara tiba-tiba.

Menurut Paul Davis, sebuah massa di alam semesta kalau sudah waktunya akan mengembang mencapai ukuran maksimum, lalu mengerut, tapi bukannya lenyap; entah bagaimana alam semesta memantul dan muncul lalu menjalani siklus yang sama lagi. 

Proses itu berlangsung selamanya. Alam semesta tidak memiliki awal dan akhir yang nyata, meskipun masing-masing siklus ditandai dengan awal dan akhir yang jelas.

"Buku ini adalah kisah masa depan alam semesta, terkaan terbaik yang bisa diprediksi berdasarkan pemikiran ahli fisika dan kosmologi. Tidak semuanya tentang kehancuran. Masa depan justru mengandung potensi untuk pengembangan dan kekayaan pengalaman", tulis Paul.

Menarik menikmati sebuah peristiwa yang dikaitkan dengan keberadaan manusia. Karena hanya manusialah yang mampu memahami sebuah masa depan yang akan terjadi. Tidak seperti makhuk hidup lainnya, yang tidak memahami konsep masa depan

Bagaimana nasib manusia? Itu tetap menjadi misteri. Apakah manusia keberadaannya sirkuler--lenyap lalu muncul kembali dengan eksistensi baru setelah kehancuran semesta? Entahlah, itu tidak terjawab di buku Tiga Menit Terakhir. Hanya Sang Maha Kuasa yang tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun