*******
Tidak terasa kendaraan sampai di pelataran Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Ngargogondo tepat pukul 00.57. Aku buka pintu mobil, kuserahkan ongkos 196.000, dan aku bilang terima kasih banyak atas layanannya yang sangat baik.
Ku lihat sekeliling Balkondes, Ngargogondo ini. Aku langsung betah dengan suasana khas Jawa. Aku menghirup hawa dingin, tubuhku menggigil. Jaketku dengan mudah ditembus hawa Lembah Menoreh. Aku masuk ke pendopo penginapan, lalu duduk dan mengeluarkan handphone, ada chat dari Mbak Cilla
 "Kalau sampai kabari Pak ya" chat yang belum ku balas sejak sejam lalu.
"Mbak, saya sudah di Ngargogondo, tapi sepi gak ada orang"
"Bentar Pak, saya hubungi petugasnya" tak lama ada chat dari mbak Cilla, mengirimi nomor pihak berwenang di Ngargogondo. Nomor itu saya hubungi, namun tidak nyambung. Saya chat masih centang satu.
"Mbak, orangnya tidak bisa dihubungi, mungkin ketiduran Mbak ya"Â
Saya berdiri, memeriksa ke dalam. Namun tidak ada orang. Akhirnya, ku angkat ransel aku mencari Mushollah, aku akan tidur di Mushollah.
Ku buka tas, ku ambil sarung, aku bersiap untuk tidur. Sengaja ku matikan lampu Mushollah biar lebih nyaman tidurnya. Ku rebahkan tubuhku di alas kayu lantai mushollah, hawa dingin menerjang di sela-sela sarung yang saya gunakan menutup wajah. Suara belalang hijau, seperti jangkrik, nyaring terdengar.
Aku bangkit lagi, membuka ransel, mengambil tolak angin, segera ku minum. Aku tidak kuat dengan hawa dingin, takut tubuhku ngedrop, bisa pilek dan pastinya membuat kacau suasana. Pada saat pagebluk ini, pilek menjadi objek perhatian banyak kalangan. Jangan coba-coba batuk di kendaraan, seluruh mata penumpang seolah melemparmu hidup-hidup keluar.
Besok, sesuai jadwal akan ada tes swab, takut sekali kalau tubuh ngedrop dan aahhh sudahlah! Mengerikan dibayangkan.