Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Serpihan Cerita dari Undangan "Sound of Borobudur" (1)

1 Juli 2021   17:47 Diperbarui: 11 Oktober 2022   13:37 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan luar biasa tersebut semakin menambah daya inginku untuk bercakap dan berbincang dengan mereka ini. Sayangnya Mas Indra Mahardika dan Mas Hendra Wardana berhalangan hadir. Intinya diriku siap bertemu mereka, menyapa mereka, dan memulai pembicaraan kalau kepepet dengan mengulik karya fenomenal mereka.

Aku sudah menyusun kalimat pembuka, kalau nanti ketemu Teh Nurul Mutiara dan saling diam setidaknya aku mampu memulai;

"Ehh Teh, karyamu keren sekali mampu mengilustrasikan kondisi Korea Selatan dengan masa Mataram Kuno? cerita dong sedikit tentang drama sageuk!

Atau saat ketemu Bang Detha Arya, saya siap dengan kalimat

"Bang, ada satu persamaan karyamu dengan karyaku. Kita sama-sama mengutip kekaguman Naturalis inggris, Wallacea"

Untuk memulai pembicaraan menarik dengan orang baru, salah satunya adalah mempelajari kesukaan lawan bicara kita. Jadikan tema pembicaraan terkait apa yang diminati, pastinya kita akan dikasih panggung berbicara juga. Ilmu ini aku dapat bukan dari guru spikologi berlisensi namun dari temanku, seorang pakar kehidupan aku sebut seniman kehidupan yang suka mengamati tingkah laku orang lain, walaupun terkadang dirinya jarang diamati oleh dirinya sendiri. 

Aku juga belajar dari diriku sendiri, saat orang menanyakan kondisi Laut China Selatan dan Hukum Laut Internasional, aku begitu bersemangat, itu passion yang saya geluti dari dulu.

Sembilan orang yang karyanya saya baca, dengan khusuk, saya ulas, saya tandai dengan stabilo, dibagian point pentingnya,  lama kelamaan menciptakan sensasi sebagai orang yang aku kenal. Setidaknya aku mengenal karyanya. Semakin hari tarikan untuk bertemu dan berkomunikasi semakin menarik egoku "Ayolah, datang ke situ temui mereka, mereka sumber pengetahuan dan kamu bisa menimbanya" sip! Aku setuju dengan pembicaraan diriku sendiri.

Hari Selasa tanggal 22 Juni, tas ransel dengan segala peralatan tempur selama lima hari adalah jawaban bahwa langkahku sudah final mengayun ke Borobudur.  Langkah yang di awali di depan pintu rumah, mengunci pintu, dan memandang rumah sebentar lalu berbalik dan  bersiap untuk Menerima Undangan Borobudur. 

Kereta Wijayakusma membawaku bergerak ke barat tepat pukul 12.00 WIB dari setasiun Rogojampi. Mataku nanar melihat istri dan anakku. Di tengah perjalanan, ada chat masuk " Pa, Lendra nangis, dia sesenggukan lihat Papa berangkat" Anakku bernama Syailendra. 

Di sepanjang perjalanan aku trenyuh, apa pun yang terjadi aku harus sampai menuntaskan jalan. Kereta melengking meninggalkan persawahan yang ada di kanan kiri wilayah Rogojampi. Namun, mata sembabku, nanar melihat hamparan padi yang menguning sebagian.  Kereta bergerak penuh energi ke arah barat, Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun