Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tanpa Serangga, Manusia Ambyar

16 Maret 2021   09:34 Diperbarui: 16 Maret 2021   09:46 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

"Jika manusia tiba-tiba menghilang, bumi akan kembali ke kesetimbangan semarak yang ada 10.000 tahun lalu. Namun, jika serangga menghilang, lingkungan hidup akan mengalami kekacauan"

Edward O. Wilson, ahli biologi

Anakku--saat menulis artikel ini--berumur 6 tahun, 9 bulan, empat hari. Selama masa  itu dirinya hanya melihat serangga kunang-kunang dua kali. Seingatku ketika umur empat tahun dan yang kedua sekitar tiga minggu yang lalu. Dirinya melihat kunang-kunang di rerimbunan bambu kuning 'bambusa vulgaris striata' depan rumah, anakku berteriak memanggilku dengan antusias

 " Pa..Pa..ada kunang-kunang, "

dirinya menunjuk kelap-kelip serangga yang punya nama ilmiah photuris lucicrescens. Ada rasa ketertarikan yang meluap, melihat serangga yang jarang ada dan unik tersebut. Tidak berselang lama kunang-kunang itu terbang menjauh dan masuk ke kebun sehingga tidak lagi memungkinkan dikejar oleh anakku.  Saya menduga, kelak bisa jadi, kunang-kunang hanya bisa dilihat di musium entomologi. Senasib dengan harimau jawa yang sudah murca duluan.

Kembali ke masa lalu. Waktu kecil, saya ingat, kunang-kunang sering beterbangan di area sekitar rumah. Saya dan teman-teman sering mengejarnya beramai-ramai. Aktivitas tersebut sering kami lakukan, sehabis isya' setelah selesai mengaji. Dalam satu perburuan bisa dapat empat atau enam ekor. Kami memasukkanya ke dalam plastik, dan melihatnya beramai-ramai. Orang tua sering mengingatkan agar tidak menangkapnya, karena kunang-kunang dipercaya berasal dari kuku orang meninggal. Kamipun melepaskannya.

Sejak itu--seingatku--saya, tidak menangkap kunang-kunang lagi. Saya hanya melihat kemana kunang-kunang terbang dan menghilang, lalu membuat analisa receh, bahwa hantu yang membawanya, berada di rerimbunan pohon, di mana kunang-kunang lenyap. Besoknya ketika berangkat sekolah saya menceritakan ke teman-teman, bahwa pohon mangga tempat kunang-kunang menghilang semalam adalah rumah dari gendruwo.

Saya dan teman-teman akan segera berlari jika melewati pohon tersebut--pohon yang kami tuduh sarang gendruwo. Info gendruwo ini, akan segera menyebar ke teman-teman lainnya. dan muncullah stikma pohon gendruwo.

Penyusutan Serangga.

Lupakan dulu tentang pohon gendruwo. Serangga adalah mesin ekosistem. Perannya tidak tergantikan oleh mesin biologis lain. Sangat spesifik dan fungsional. Menurut entomolog diperkirakan ada 5 juta spesies serangga yang ada di muka bumi.

Serangga berfungsi sebagai penggerak sistem energi di ekosistem. Bisa diibaratkan bensin bagi mesin. Namun saat ini, spesies bertubuh kecil ini mengalami tekanan pada habitatnya dan pengurangan populasi yang menggelisahkan.

Saat jumlah manusia semakin banyak dan aktivitas manusia untuk menguasai rantai energi yang ada--lebih tepatnya mengobrak abrik--habitat serangga mengalami perubahan. Ini berdampak pada populasinya.

Butuh kepedulian agar serangga bisa banyak lagi, sehingga rantai makanan di ekosistem tidak terguncang. Entomolog menganalisa bahwa sebab hilangnya serangga adalah: penggunaan pestisida berlebihan, pembukaan areal pertanian dan juga perubahan iklim akibat adanya pemanasan global (global warming). Tiga sebab utama tersebut bukan faktor alami namun aktivitas dari manusia.

Gunung meletus, angin puting beliung, bisa mengganggu keberadaan serangga namun alam bisa memulihkannya dengan cepat, dan sifatnya hanya temporer

Aktivitas manusia seperti lingkaran setan. Mana ujung yang harus diurai duluan menjadi abstrak dan tidak jelas. Misal, untuk menjaga tanaman pertanian agar menghasilkan produk yang berkualitas--berkualias atau beracun(?)--manusia menebarkan atau menyemprot tanaman dengan pestisida. Serangga yang merugikan bagi tanaman (hama) bisa terkendali jumlahnya. Dalam bahasa lainnya mati. Namun, serangga lain yang tidak ada sangkut pautnya, juga ikutan mati. Ini adalah bentuk pengendalian hama yang ceroboh dan tidak tepat sasaran.

Untuk mengendalikan hama wereng petani menyemprot sawahnya menggunakan pestisida kimia. Wereng mati, namun daftar kematian masih berlanjut: kupu-kupu, belalang, jangkrik, kunang-kunang,capung, keluwing, cenggeret, bahkan ikanpun mati akibat limpasan pestisida atau pupuk.

Jika serangga mati maka penyerbukan tanaman tidak maksimal, spesies yang lebih tinggi di rantai makanan akan mengalami penurunan populasi, terhambatnya aliran zat hara bagi tanaman, munculnya hama perusak karena hilangnya predator alami, tanaman tidak berproduksi, manusia dan satwa kehilangan makanan. Akhirnya kerugian bagi manusia.

Serangga adalah Tetangga.

Terkadang tubuhku yang fana ini digerayapi serangga. Serangga itu tidak menyengat, hanya menggelikan dan tubuhku bereaksi berlebihan. Dan semua tahu pastinya, serangga itu harus tiada dengan tepukan tangan keras.

Saya hanya mengandaikan, tiba-tiba saya dipeluk orang dari belakang, dan membuat saya geli. Lalu apakah saya layak, menariknya dan memukulinya tanpa ampun. Uhh..ini mengerikan!

Saya berfikir, begitu jahatnya sebagai spesies manusia. Statusnya di ekosistem berada sebagai makhluk paling cerdas dan berbudaya. Namun, karena geli saja sudah cukup menghukum makhluk hidup lainnya dengan hukuman paling berat. Hanya geli lho!

Undang-undang di alam liar (ekosistem) saja tidak seganas itu. Maka saya merenungkan kata-katanya Stephen Hawking "mustahil manusia sendirian di jagad raya ini. Namun jangan sampai mengundang spesies lain dari jagad raya untuk berkunjung ke Bumi" saya hanya menangkap sekilas, bahwa spesies yang tingkatannya lebih tinggi akan memangsa atau menjajah spesies tingkat di bawahnya. Alien dari luar bumi diprediksi punya kecerdasan lebih tinggi. Pada waktu itulah, kita umat manusia menjadi mangsanya. Hollywood banget...tapi bisa saja begitu!

Ibaratnya manusia di Bumi adalah alien bagi makhluk hidup lainnya. Tidak ada organisme yang sangat berbahaya dibanding manusia. Aku menyadarinya, meskipun aku manusia. Bahkan manusia bukan hanya memusnahkan serangga, gajah, badak atau macan? spesiesnya saja bisa dijadikan sasaran hobi agresifitasnya.

Serangga adalah tetangga manusia, keberadaannya bukan hanya meringankan hidup manusia namun menjaga berjalannya rantai energi agar terus bergerak. Tetangga yang sangat baik hati dan tidak meminta bayaran uang dari manusia itu, sekarang terancam punah oleh tetangganya sendiri yaitu manusia.

Saatnya kita semua (manusia) punya kesadaran ekosistem, bahwa sejatinya hidup manusia tidak bisa dilepaskan dari sokongan serangga yang sering kita anggap hama menjengkelkan.

----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun