Ruwahan, Munggahan, dan Punggahan Dalam Menyambut Bulan Ramadhan
Ruwahan, Munggahan dan Punggahan
Kita sudah berada dalam bulan Sya'ban, atau orang Jawa menyebutnya sebagai bulan Ruwah. Diantara tradisi yang masih lestari dan berjalan adalah Ruwahan, yang berasal dari kata arwah (ruh), yaitu upacara selametan atau kenduren dengan mengundang para tetangga dan saudara dekat untuk bersama-sama mendoakan kepada arwah para leluhur yang sudah meninggal, agar diberikan pengampunan dan kehidupan yang penuh nikmat di alam kuburnya.
Upacara Ruwahan yang ditandai dengan pembagian berkat yang berisi aneka menu seperti ketan, apem, pisang raja, dan lain-lain, biasanya dilakukan baik oleh keluarga secara individu, maupun oleh jamaah secara kolektif (ruwahan massal), seperti oleh masjid, musholla, atau kelompok masyarakat tertentu.
Ruwahan dalam Bahasa lain dikenal dengan Munggahan, atau Punggahan dengan tujuan yang sama yaitu mengitim doa kepada para arwah leluhur dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.
Munggahan dapat diartikulasikan sebagai ungkapan kata unggah dalam Arti Bahasa Sunda misalnya yang arti Harfiahnya Adalah "menuju, naik, naik level dan menuju kejenjang bulan paling hebat , juga arti kata dengan yang lain-lainnya". Diawali dengan huruf "m" maka kata unggah menjadi munggah yang bisa juga kita artikan menjadi " mulai masuk ke level bulan berbeda" dari nama bulan-bulan yang lainnya. Filosofi Munggahan dapat diartikan sebagai prosesi penyambutan bulan puasa yang penuh kemuliaan, sehingga umat Muslim akan merasa bahagia dan dinaikkan derajatnya.
Tak jauh beda dengan munggahan, punggahan adalah salah satu tradisi yang terdapat didaerah Jawa, tetapi cara memperingatinya cukup berbeda-beda. Biasanya tradisi ini dilakukan menjelang bulan ramadhan tiba.
Punggahan itu sendiri berasal dari kata Munggah (bahasa Jawa) yang berarti naik. Maksudnya bahwa, masuknya bulan Ramadhan perlu disambut dengan iman yang harus lebih ditingkatkan lagi. Punggahan ini bertujuan untuk mengingatkan para umat muslim bahwa Ramadhan akan gera tiba, dan juga untuk mengirim doa pada orang-orang yang telah meninggal dunia.
Kenapa mengirimkan doa kepada orang yang sudah meninggal?
Kerap muncul pertanyaan, apakah mendoakan orang yang sudah meninggal itu bermanfaat bagi yang sudah meninggal, dan apakah doanya sampai?. Ada masyarakat yang berkeyakinan, bahwa tidak ada manfaatnya mendoakan orang yang sudah meninggal, karena amalnya sudah terputus. Sehingga ada orang yang tidak mau menghadiri tahlilan yang didalamnya mendoakan orang yang sudah meninggal.
Alquran memerintahkan agar seorang muslim selalu berdoa meminta ampun atas dosa-dosanya sendiri dan saudara-saudaranya yang telah beriman terdahulu (QS. Al Hasyr : 10). Seorang anak diperintahkan berdoa, "Ya Rabb, ampuni dosa-dosaku, dosa-dosa kedua orang tuaku, berilah rahmat sebagaimana mereka berdua mendidikku ketika masih kecil"; dan setiap Jum'atan khatib juga selalu memanjatkan doanya, "Ya Allah, ampunilah dosa-dosa muslimin muslimat mu'minin mu'minat, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat".