Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Putusan MK dan Penyelamatan Demokrasi

28 Agustus 2024   13:37 Diperbarui: 29 Agustus 2024   10:41 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: KOMPAS.com)

Fenomena borong partai yang saat ini dipraktikkan oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) memiliki implikasi yang sangat jauh dan merupakan sebuah peringatan keras (alarm) kematian demokrasi dan sekaligus juga kematian bagi otonomi daerah.

Fenomena borong partai pada akhirnya akan mendudukkan para kepala daerah tanpa melalui kompetisi yang fair justru akan melahirkan kekuasaan yang sentralistik yang berbaju demokratis.

Artinya bahwa proses pemilihan kepala daerah terjadi secara prosedural dan tidak melanggar ketentuan hukum, namun dilihat dari demokrasi politik serta dilihat dari perspektif otonomi daerah maka akan membahayakan terhadap eksistensi dari otonomi daerah itu sendiri.

Kepala daerah yang didudukkan untuk memimpin daerahnya ditengarai tidak memiliki motivasi yang kuat untuk memperjuangkan aspirasi daerahnya melainkan akan lebih berat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan pemerintah pusat yang ada di daerah. Bagi kepala daerah yang menjalankan agenda kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pemerintah pusat, maka akan mendapatkan catatan buruk bahkan evaluasi dari pemerintah pusat.

Kepala daerah pada dasarnya harus lebih banyak memperjuangkan kepentingan daerahnya yaitu bagaimana masyarakat di daerahnya lebih sejahtera tanpa harus menghilangkan ciri khas dan karakter daerahnya masing-masing. Daerah hanya dituntut untuk menyelaraskan kebijakan daerahnya dengan kebijakan pemerintah pusat. Dengan demikian setiap kepala daerah harus berkreasi guna membangun daerahnya menjadi lebih baik.

Meskipun diskursus pembahasan publik lebih tertuju kepada Keputusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, namun terkait dengan Keputusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia syarat calon kepala daerah juga menjadi perhatian yang serius, karena terkait dengan masalah batas usia ini ditengarai ada ketidakpastian dan terdapat kepentingan terselubung terkait dengan politik dinasti.

Hal tersebut juga sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi yang memaksakan politik dinasti apalagi calon dari trah dinasti tersebut tidak memenuhi persyaratan administratif.

Pada akhirnya dua keputusan dari MK tersebut memberikan implikasi secara sistemik yang secara substansial dapat menyelamatkan demokrasi di Indonesia agar tidak dikuasai oleh para kartel politik atau dinasti politik

Negara ini dilahirkan agar rakyat mampu berdaulat secara politik, ekonomi dan sosial budaya. Dengan demikian hal ini akan dicatat dalam Sejarah bahwa MK telah menyelamatkan demokrasi di Indonesia, diibaratkan Keputusan MK merupakan kado terindah di HUT RI ke 79.

Penulis adalah Dosen FISIP Untirta, Analis Masalah Sosial & Pemerintahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun