Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Putusan MK dan Penyelamatan Demokrasi

28 Agustus 2024   13:37 Diperbarui: 29 Agustus 2024   10:41 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Agus Sjafari*

HUT RI ke 79 Tahun 2024 ini bangsa Indonesia tidak saja merayakan Hari Kemerdekaan saja, melainkan juga mendapatkan kado spesial khususnya kado penyelamatan masa depan demokrasi kita yaitu dalam bentuk Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah di pilkada, dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah.

Secara substansial bahwa kedua Keputusan itu pada dasarnya merupakan sebuah bentuk kemerdekaan demokrasi kita yang dalam beberapa tahun terakhir ini terjajah oleh demokrasi elit. Ketentuan batas minimal 20 % threshold dalam pencalonan presiden dan khususnya kepala daerah diibaratkan seperti "hantu demokrasi" yang membelenggu aspirasi rakyat untuk mencalonkan calon potensial atau calon terbaiknya.

Dampak yang ditimbulkan dengan tingginya ambang batas pencalonan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, bagi partai politik khususnya partai politik pada level medioker syarat 20 % sangatlah memberatkan untuk memajukan calon potensial.

Batas ambang batas tersebut pada akhirnya hanya didominasi oleh parpol menengah ke atas atau gabungan partai politik guna memenuhi prosentase ambang batas pencalonan tersebut.

Pada akhirnya bahwa ambang batas pencalonan presiden dan kepala daerah hanya menjadi monopoli dari partai politik besar. Fenomena borong partai yang kemudian kita kenal sebagai "kartel politik" menjadi fenomena politik yang sangat membahayakan demokrasi kita pada masa yang akan datang.

Kedua, Merugikan aspirasi dan partisipasi rakyat. Esensi dari demokrasi pada dasarnya adalah bagaimana aspirasi dan partisipasi rakyat tersalurkan tidak saja pada saat pencoblosannya saja, melainkan rakyat juga diberikan keleluasaan untuk terlibat dalam mengusulkan calon pemimpin bangsa dan pemimpin daerah yang layak dan memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa elit partai politik yang berkongsi tidak mampu memberikan pilihan alternatif kepada rakyat, rakyat hanya disuguhkan kepada pilihan-pilihan calon pemimpin yang sangat terbatas.

Kartel politik diibaratkan sebuah restoran di mana menu makanannya sudah dihidangkan dan konsumen yang datang disuruh memilih dan memakannya, tidak peduli apakah rasanya enak atau tidak enak. Kondisi itulah yang tergambar akhir-akhir ini dalam perpolitikan di Indonesia saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun