Andi mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Ya, Nak. Buatlah kenanganmu sendiri. Kenangan yang akan selalu kamu ingat, meski waktu terus berlalu."
Hujan masih turun, tetapi hati Andi hangat dengan cinta dan kenangan. Ia tahu, meski waktu terus berjalan dan banyak hal berubah, kenangan indah akan selalu abadi dalam hati. Dan di jalanan yang sama, pada jaman yang berbeda, kisah cinta anak putih abu-abu akan terus berlanjut, menciptakan nostalgia yang tak pernah lekang oleh waktu.
Setelah percakapan itu, Andi dan Anisa melanjutkan berjalan di bawah hujan, menikmati setiap tetes yang jatuh. Andi merasa seolah-olah ia kembali ke masa lalu, berjalan bersama Ken di bawah hujan yang sama. Ia menceritakan lebih banyak lagi tentang Ken kepada Anisa, tentang betapa Ken selalu mendukungnya, tentang bagaimana mereka berbagi mimpi dan harapan.
Anisa mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa seolah-olah ia mengenal Ken meskipun mereka tidak pernah bertemu. Ia bisa merasakan betapa dalamnya cinta ayahnya untuk Ken dan betapa kenangan itu masih sangat hidup dalam hati Andi.
Hari-hari berlalu, dan Anisa mulai menciptakan kenangannya sendiri. Ia berteman dengan seorang anak laki-laki di sekolahnya, dan mereka sering berjalan bersama di jalanan yang sama. Anisa merasa seolah-olah ia menghidupkan kembali kenangan ayahnya, tetapi dengan cerita yang baru dan berbeda.
Andi melihat putrinya tumbuh dan menciptakan kenangannya sendiri, dan ia merasa bangga. Ia tahu bahwa meskipun waktu terus berjalan dan banyak hal berubah, cinta dan kenangan akan selalu abadi dalam hati. Dan di jalanan yang sama, pada jaman yang berbeda, kisah cinta anak putih abu-abu akan terus berlanjut, menciptakan nostalgia yang tak pernah lekang oleh waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H