Mohon tunggu...
Agus Tjakra Diredja
Agus Tjakra Diredja Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Hapus batas dunia, jelajahi isinya. Jika jenuh, temukan kedamaian dalam secangkir kopi dan keheningan, karena menulis adalah pelarian dan cara berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Akhir Oktober

30 Oktober 2024   21:05 Diperbarui: 30 Oktober 2024   21:08 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber pngtree)

Di sebuah kota yang kini ramai dengan hiruk pikuk kendaraan dan gedung-gedung tinggi, ada seorang pria paruh baya bernama Andi yang sering merenung di balik jendela kantornya. Setiap kali hujan turun di akhir Oktober, Andi selalu teringat pada masa-masa remajanya, puluhan tahun yang lalu.

Saat itu, jalanan di kota ini masih lengang. Andi dan kekasihnya, Ken, sering berjalan kaki menyusuri trotoar yang sepi. Mereka adalah sepasang anak SMA yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Setiap sore, setelah pulang sekolah, mereka akan bertemu di sebuah taman kecil di ujung jalan. Di sana, mereka berbagi cerita, tawa, dan mimpi-mimpi tentang masa depan.

Pada suatu sore di akhir Oktober, hujan turun dengan deras. Andi dan Ken berteduh di bawah pohon besar di taman itu. Hujan tidak menghalangi mereka untuk menikmati kebersamaan. Mereka berbicara tentang segala hal, mulai dari pelajaran di sekolah hingga rencana mereka setelah lulus. Andi ingat betul bagaimana Ken tertawa riang ketika ia mengungkapkan keinginannya untuk menjadi penulis.

"Ken, suatu hari nanti, aku ingin menulis buku tentang kita. Tentang semua kenangan indah ini," kata Andi sambil memandang Ken dengan penuh cinta.

Ken tersenyum dan mengangguk. "Aku yakin kamu bisa, Andi. Dan aku akan menjadi pembaca pertamamu."

Namun, waktu berlalu dan keadaan berubah. Setelah lulus SMA, mereka harus berpisah. Ken melanjutkan kuliah di kota lain, sementara Andi tetap di kota ini untuk bekerja dan membantu keluarganya. Mereka berjanji untuk tetap berhubungan, tetapi jarak dan kesibukan membuat komunikasi mereka semakin jarang. Akhirnya, mereka kehilangan kontak.

Puluhan tahun kemudian, Andi menikah dan memiliki seorang putri bernama Anisa. Anisa kini duduk di bangku SMA, di sekolah yang sama dengan tempat ayahnya dulu menuntut ilmu. Setiap kali Andi mengantar Anisa ke sekolah, ia tidak bisa menahan nostalgia yang membanjiri pikirannya. Jalanan yang dulu sepi kini penuh dengan kendaraan, tetapi kenangan tentang Ken tetap hidup dalam ingatannya.

Suatu hari, saat hujan turun di akhir Oktober, Andi memutuskan untuk mengajak Anisa berjalan-jalan. Mereka menyusuri trotoar yang pernah menjadi saksi bisu kisah cintanya dengan Ken. Andi bercerita tentang masa lalunya, tentang Ken, dan tentang hujan di akhir Oktober yang selalu mengingatkannya pada kenangan indah itu.

Anisa mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia merasa terharu mendengar cerita ayahnya. "Ayah, apakah Ayah masih merindukan Ken?" tanyanya pelan.

Andi tersenyum dan mengangguk. "Ya, Nak. Kenangan itu selalu ada di hati Ayah. Tapi sekarang, Ayah punya kamu dan Ibumu yang membuat hidup Ayah penuh kebahagiaan."

Anisa tersenyum dan meraih tangan ayahnya. "Ayah, mungkin suatu hari nanti, aku juga akan menciptakan kenangan indah di jalanan ini, seperti Ayah dan Ken dulu."

Andi mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Ya, Nak. Buatlah kenanganmu sendiri. Kenangan yang akan selalu kamu ingat, meski waktu terus berlalu."

Hujan masih turun, tetapi hati Andi hangat dengan cinta dan kenangan. Ia tahu, meski waktu terus berjalan dan banyak hal berubah, kenangan indah akan selalu abadi dalam hati. Dan di jalanan yang sama, pada jaman yang berbeda, kisah cinta anak putih abu-abu akan terus berlanjut, menciptakan nostalgia yang tak pernah lekang oleh waktu.

Setelah percakapan itu, Andi dan Anisa melanjutkan berjalan di bawah hujan, menikmati setiap tetes yang jatuh. Andi merasa seolah-olah ia kembali ke masa lalu, berjalan bersama Ken di bawah hujan yang sama. Ia menceritakan lebih banyak lagi tentang Ken kepada Anisa, tentang betapa Ken selalu mendukungnya, tentang bagaimana mereka berbagi mimpi dan harapan.

Anisa mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa seolah-olah ia mengenal Ken meskipun mereka tidak pernah bertemu. Ia bisa merasakan betapa dalamnya cinta ayahnya untuk Ken dan betapa kenangan itu masih sangat hidup dalam hati Andi.

Hari-hari berlalu, dan Anisa mulai menciptakan kenangannya sendiri. Ia berteman dengan seorang anak laki-laki di sekolahnya, dan mereka sering berjalan bersama di jalanan yang sama. Anisa merasa seolah-olah ia menghidupkan kembali kenangan ayahnya, tetapi dengan cerita yang baru dan berbeda.

Andi melihat putrinya tumbuh dan menciptakan kenangannya sendiri, dan ia merasa bangga. Ia tahu bahwa meskipun waktu terus berjalan dan banyak hal berubah, cinta dan kenangan akan selalu abadi dalam hati. Dan di jalanan yang sama, pada jaman yang berbeda, kisah cinta anak putih abu-abu akan terus berlanjut, menciptakan nostalgia yang tak pernah lekang oleh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun