Saat menunggu service sepeda, saya menulis "Service Biar On, Jangan Oon" dan saya upload di FaceBook. Moga bermanfaat dan menginspirasi. Saya jadikan tulisan tersebut sebagai prolog RAMADHAN DAN INSTROPEKSI DIRI. Semoga menginspirasi di penghujung Ramadahan tahun 1440 H ini.
Motor butuh perawatan, diservive agar baik. Rumah butuh perawatan, direhap atau dirawat agar lebih baik. Manusia butuh perawatan, dilakukan tajdid keimanan agar istiqamah pendirian.Â
Cinta butuh perawatan, dikasih sayangi agar abadi. Anak butuh perawatan, dikasih sanyangi, dididik, diajar, so terkadang jika perlu "dihajar" agar sadar. So kita saat ini "In Servuce Ramadhan 1440 H di hari ke-25" moga lolos menjadi insane yang bertakwa.
Ayo lakukan service diri dan jiwa, jangan perturutkan hawa nafsu, sebab memperturutkan hawa nafsu mebikin susah hidupmu. Jika tak mau, maka itu adalah pilihan hidup yang pada akhirnya akan membuat sengsara. Sudah banyak contoh nyata lho! Jika tak percaya, maka jadilah tambahan ayat kauniyah sebagai orang yang salah kaprah.
Hari ini aku berbagi ibrah, service motor. Moga setelah Iedul Fitri bisa service mobil. E kok tamak! Ah moga tidak, cuma berharap dan berdoa. Semoga dikabulkan, mumpung di bulan mustajabah. Siapa tahu dengan dibantu doa saudara-saudaraku disini, inginku dikabulkanNya, aammiin. So kita perlu service diri agar segar dan bugar keimanan dan ketakwaannya.
Intropeksi Diri Suatu Keharusan
Di hari yang sama saya mencoba memperbaiki pintu rumah yang rusak dan sengaja saya perbaiki sendiri, sebab mencari tukang sudah susah ~sudah pada mudik. Aku berijtihad dan berjihad memperbaikinya dengan dalih "The Power of Kepepet". Alhamduliullah belum berhasil, namun mendapatkan banyak pelajaran dari pintu rel Showroom Rumah PIA Berbek, usaha kecil kami yang dikelola istri di rumah.
Pertama: Saat salah satu baut pintu rel tidak bisa saya buka dengan alat yang sederhana, maka saya berinisiatif bawa ke bengkel teman. "Suatu masalah sama, belum tentu solusinya sama" katanya. Saya terssentak kaget, betul juga sebab tergantung kesulitan dan detail dari suatu masalah itu.Â
Oleh karena itu jangan pernah berhenti utuk mencoba hal baru, jika tidak bisa maka jangan malu untuk bertanya atau meminta bantuan, sebab kita tidak serba bisa. Intinya jangan pernah sombong. Dan Allah, Tuhan Yang Maha Alim telah menginformasikan, bahwa "Sesungguhnya dalam kesulitan itu kemudahan. Dan sesungguhnya dalam kesulitan itu kemudahan." (Baca QS. Al Insyirah [94]: 7-8!)Â
Dan ternyata saya menemukan solusi daari masalah tersebut dengan membuka diri untuk meminta bantuan orang lain. Tapi salah sendiri kenapa tidak mencari ahlinya hehehe. Kata anak kedua saya, "Abi itu guru dan penulis, bukan tukang." Betul juga, tapi apa salahnya kita bisa untuk bertahan hidup, sebab prinsip "The Survival of Life" itu dibutuhkan untuk persiapan saat menghadapi keperluan yang mendadak.
Kedua: "Untuk menyelesai suatu masalah, ternyata membutuhkan alat", kataku. "Yang utama harus menggunakan otak", kata seorang pengunjung di tempat service temanku. Temanku pemilik bengkel menyela, "Keduanya harus dipadukan dan jangan lupa kepada pemberi otak, sehingga bisa membuat alat serta menggunakan alat secara tepat." Sungguh luar biasa itulah implementasi syukur, yaitu: menyebut (untuk mensyukuri) kenikmatan, menyebut pemberi nikmat, dan berbuat sesuai dengan amanah pemberi nikmat.
Terkait hal kedua di atas, maka kita harus mau belajar dari siapa saja dan apa saja. "Lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang berkata" demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu janganlah kesombangan diri menutup menerima informasi atau ilmu, tidak bermutu.Â
Bukankah terkadang kita sudah tahu, tapi bisa lupa, sehingga didatangkan pengingatnya agar kita kembali ingat. Lebih-lebih jika tidak tahu, maka kita harus mau bertanya agar tidak tersesat. Allah berfirman, artinya: "Bertanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui." (QS. An Nahl [16]: 43) Jadi jangan sok tahu, bisa tersesat, menyesatkan, dan membahayakan. "Sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tidak perguna", demikian peribahasa yang sudah mendarh daging di nadi kita. So ayo terus belajar!
Ketiga: "Ramadhan ini sudah mendapat apa?" demikian tanya teman bengkel kepadaku. "Wah ini bukan pertanyaan tukan bengkel biasa, tapi pertanyaan bengkel hati" gumamku. Seperti acara Ust. Dhanu saja. Dan ini adalah hal yang luar biasa. Semoga aku dan kita bisa terus instropeksi diri dalam rangka memperbaiki diri.
Akhirnya perbincangan kita mengalir seputar tujuan puasa dan Lailatul Qadar. Intinya saya minta doa agar Ramadhan ini benar-benar lolos smenjadi orang yang bertakwa, sebagaimana tujuan puasa Lallakum tattaquun, Â agar menjadi orang yang bertakwa. Bertakwa adalah orang yang memahami dari dan sadar, untuk melaskanakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.Â
Tentu kapan, dimana saja, bagaimana saja, dan dalam segala hal. Itu mahal dan kita harus terus belajar mengejar ketertinggalam pencapaian ketakwaan itu. Ingat takwa adalah bekal terindah manusia agar menjadi lebih baik.
Dalam perbincangan itu saya khusunya diingatkan, bahwa betapa banyak orang yang mengejar Lailatul Qadar, Â namun melupakan siapakah pemiliknya. Ini hanya sebagai pengingat agar kita selalu memperbaiki niat.Â
Seyampang kebaikan, maka jangan lupa selalu sandarkan kepadanya. Kita sama-sama belajar dan saya yakin tidak semua orang mencapai derajat keikhlasan sebersih nabi, rasul, dan para wali. Tapi jangan terhenti hanya mengejar sesuatu dan lupa diri, bahwa sesuatu itu ada empunyaNya.
Mari kita renungkan dan tadabburi hal-hal berikut ini, sebagai pelajaran bagi kita!
Lailatu Qadar, Â malam yang lebih baik dari seribu bulan. Jika kita mendapatkannya dengan mengikuti taujihah, arahan Rasul: menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya untuk beribadah, dan mengencangkan ikat pinggan, semoga kita mendapatkan ibadah yang nilainya lebih dari 83,4 tahun. Tapi sadari bahwa yang menurunkan rahmat itu Allah yang berfirman Innaa anzalnaahu fii Lailatil Qadr, Sesungguhnya Kami yang menurunkan (Al Quran) pada malam kemulian.Â
Mengejar  Lailatul Qadar itu syariat yang harus kita tempuh dan kita meminta kepadaNya untuk mendapatkannya adalah hakekat yang harus melekat dalam sanubari.
Thawaf  di Ka'bah adalah syariat yang harus kita jalani saat berhaji atau umrah dan kadang kita sempurnakan untuk bisa mencium Hajar Aswad disudut tenggara Ka'bah. So sesungguhnya kita menyembah Fal ya'buduu Rabba haadza al bait, maka sembahlah Tuhan Pemilik Ka'bah ini adalah hakekat yang harus direngkuh.
Wa saari'uu ilaa maghfiratim min Rabbikum wal jannah, Â bersegralah meraih ampunan dari Tuhanmu dan surgaNya (QS. Ali Imran [3]: 133). Bersegera dengan beramal shalih, kebaikan adalah syariat yang harus kita kerjakan untuk meminta ampunanNya dan surgaNya, namun hakekatnya kita menjalankan perintahNya.
Wat taquu an naara al-latii wa quuduhaa an naasu wa al hijaarah uddad li al kaafiriin, takutlah neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS. Al Baqarah [2]: 24) Takut neraka dengan meninggalkan perbuatan jelek adalah syariat yang harus kita tinggalkan, namun pada hakekatnya kita menjauhi laranganNya.
Oleh karena itu tugas kita bersama menata lahir dan batin. Jika kita sudah mencapai dalam perjalanan mensucikan diri, maka jangan pernah merasa dirinya paling suci. Jika kita bergelimang dosa, maka jangan pernah merasa putus asa mengapai ampunanNya, sebab IA adalah Maha Pengampun segala dosa. Intinya kita belajar bersama "Untuk Setia Mengabdi kepadaNya."
Mumpung kita masih di penghujung bulan Ramadhan, malam nanti malam ke-27 mari mengapai rahmat Allah, Ampunan Allah, dan mari bebaskan diri kita dari api neraka! So jika kita mau selamat dunia akhirat. Mari kita bersahabat dengan syariat Allah yang menyelamatkan kehidpan ini. Sadarilah semua akankembali kepada diri sendiri, sebagai bentuk kesyukuran kepada Dzat As Syakur.
Namun jika pilihaan hidup kita sesaat lalu kita memilih sesat, maka ini sebagai bahan pengingat untuk renungan diri, moga di penghujung usia kita bisa kembali. Seperti sesudah puasa akan jatuh Iedul Fitri, sehingga kita kembali suci.
Semoga Ramadhan 1440 H sebagai wahana instropeksi diri dengan menata hati, menjaga diri, dan akhirnya hidup berarti. So jadikan Suluk Ramadhan menempa hidup hakiki menjadi insan yang bertakwa. Semoga dengan saling menginspirasi dan saling mendoakan kita bisa mengapainya, aammiin! UAS@GUSSIM99
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H