Mohon tunggu...
Agus Salim Jombang
Agus Salim Jombang Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Hadir untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadan dan Introspeksi Diri

31 Mei 2019   10:21 Diperbarui: 31 Mei 2019   20:35 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terkait hal kedua di atas, maka kita harus mau belajar dari siapa saja dan apa saja. "Lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang berkata" demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu janganlah kesombangan diri menutup menerima informasi atau ilmu, tidak bermutu. 

Bukankah terkadang kita sudah tahu, tapi bisa lupa, sehingga didatangkan pengingatnya agar kita kembali ingat. Lebih-lebih jika tidak tahu, maka kita harus mau bertanya agar tidak tersesat. Allah berfirman, artinya: "Bertanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui." (QS. An Nahl [16]: 43) Jadi jangan sok tahu, bisa tersesat, menyesatkan, dan membahayakan. "Sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tidak perguna", demikian peribahasa yang sudah mendarh daging di nadi kita. So ayo terus belajar!

Ketiga: "Ramadhan ini sudah mendapat apa?" demikian tanya teman bengkel kepadaku. "Wah ini bukan pertanyaan tukan bengkel biasa, tapi pertanyaan bengkel hati" gumamku. Seperti acara Ust. Dhanu saja. Dan ini adalah hal yang luar biasa. Semoga aku dan kita bisa terus instropeksi diri dalam rangka memperbaiki diri.

Akhirnya perbincangan kita mengalir seputar tujuan puasa dan Lailatul Qadar. Intinya saya minta doa agar Ramadhan ini benar-benar lolos smenjadi orang yang bertakwa, sebagaimana tujuan puasa Lallakum tattaquun,  agar menjadi orang yang bertakwa. Bertakwa adalah orang yang memahami dari dan sadar, untuk melaskanakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. 

Tentu kapan, dimana saja, bagaimana saja, dan dalam segala hal. Itu mahal dan kita harus terus belajar mengejar ketertinggalam pencapaian ketakwaan itu. Ingat takwa adalah bekal terindah manusia agar menjadi lebih baik.

Dalam perbincangan itu saya khusunya diingatkan, bahwa betapa banyak orang yang mengejar Lailatul Qadar,  namun melupakan siapakah pemiliknya. Ini hanya sebagai pengingat agar kita selalu memperbaiki niat. 

Seyampang kebaikan, maka jangan lupa selalu sandarkan kepadanya. Kita sama-sama belajar dan saya yakin tidak semua orang mencapai derajat keikhlasan sebersih nabi, rasul, dan para wali. Tapi jangan terhenti hanya mengejar sesuatu dan lupa diri, bahwa sesuatu itu ada empunyaNya.

Mari kita renungkan dan tadabburi hal-hal berikut ini, sebagai pelajaran bagi kita!

Lailatu Qadar,  malam yang lebih baik dari seribu bulan. Jika kita mendapatkannya dengan mengikuti taujihah, arahan Rasul: menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya untuk beribadah, dan mengencangkan ikat pinggan, semoga kita mendapatkan ibadah yang nilainya lebih dari 83,4 tahun. Tapi sadari bahwa yang menurunkan rahmat itu Allah yang berfirman Innaa anzalnaahu fii Lailatil Qadr, Sesungguhnya Kami yang menurunkan (Al Quran) pada malam kemulian. 

Mengejar  Lailatul Qadar itu syariat yang harus kita tempuh dan kita meminta kepadaNya untuk mendapatkannya adalah hakekat yang harus melekat dalam sanubari.

Thawaf  di Ka'bah adalah syariat yang harus kita jalani saat berhaji atau umrah dan kadang kita sempurnakan untuk bisa mencium Hajar Aswad disudut tenggara Ka'bah. So sesungguhnya kita menyembah Fal ya'buduu Rabba haadza al bait, maka sembahlah Tuhan Pemilik Ka'bah ini adalah hakekat yang harus direngkuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun