Mohon tunggu...
Agus Sugianto
Agus Sugianto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca/jangan lakukan pada orang lain aoa-apa,yang tidak ingin orang lain lakukan padamu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara

1 September 2022   11:57 Diperbarui: 1 September 2022   12:00 3444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kodrat zaman bisa diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Dalam konteks pembelajaran sekarang,kita harus bekali siswa dengan kecakapan Abad 21. Budi pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Kita juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia kepada anak.

Dalam pembelajaran di kelas hendaknya kita juga harus memperhatikan kodrati anak yang masih suka bermain. Lihatlah ketika anak-anak sedang bermain pasti yang mereka rasakan adalah 'kegembiraan' dan itu membuat suatu kesan yang membekas di hati dan pikirannya. Hendaknya guru juga memasukan unsur permainan dalam pembelajaran agar siswa senang dan tidak mudah bosan. Apalagi menggunakan permainan-permainan tradisional yang ada, selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan , kita juga mendidik dan mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan.

(https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/kesimpulan-dan-refleksi-pemikiran-pemikiran-ki-hajar-dewantara/)

  • Sistem among.Dalam pidato Asas-asas 1922 yang dilontarkan langsung oleh Ki Hajar Dewantara disebutkan bahwa pemakaian metode among dibuat untuk menghindari segala bentuk paksaan dari pendidik ke murid-murid.
  • "Pemakaian metode among, suatu metode yang tidak menghendaki "paksaan-paksaan", melainkan memberi "tuntutan" bagi hidup anak-anak agar dapat berkembang dengan subur dan selamat, baik lahir maupun batinnya," ujar Bapak Taman Siswa ini, yang juga menguraikan empat poin-poi lainnya yang dikenal dengan Asas-asas 1922, termasuk perlu adanya demokratisasi dalam pengajaran agar tidak hanya lapisan atas saja yang terpelajar.
  • Seperti diketahui, jauh sebelum Taman Siswa berdiri,telah berdiri juga beberapa lembaga pendidikan,dimana pada lembaga tersebut hanya untuk mendidik para calon pegawai (Sekolah Kabupaten-1854),kemudian disusul sekolah Boemi Poetra,dimana orientasinya mendidik mereka yang diperbantukan pada usaha perdagangan pemerintahan Belanda.Barulah pada tahun 1922 di Yogyakarta berdiri Taman Siswa yang menghapus orientasi dan tatanan pendidikan sebelumnya. Oleh sebab itu, melalui sistem pengajaran Among ini Ki Hajar Dewantara ingin melawan paradigma pendidikan kolonialisme yang mengutamakan intelektual, materialistis dan individualis. Sebaliknya, di Taman Siswa paradigma menekankan pada pendekatan Kodrat Alam dan Jaman Anak, yakni pendidikan tidak boleh menjauhkan anak dari alam dan keluarganya.

(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mengenal-sistem-among-dalam-konsep-belajar-taman-siswa/)

Azas Trikon.Pertama: Pendidikan harus bersifat Kontinyu artinya pengembangan pendidikan harus dilakukan secara berkesinambungan,terus-menerus dan dengan tata perencanaan yang baik.Pengembangan pendidikan harus dilakukan secara tahap demi tahap,dimana tahap selanjutnya memperbaiki tahap sebelumnya.Kedua: Pendidikan harus bersifat Konvergen artinya pengembangan pendidikan bisa dari segala arah dan dari berbagai sumber baik di dalam negeri maupun dari luar negeri.Jadi pengembangan pendidikan bersifat terbuka.Jadi dengan peralatan yang canggih seperti saat ini,kita bisa mempelajari pengembangan pendidikan dari negara manapun,kemudian yang sesuai dengan citra kepribadian serta kearifan budaya lokal bisa kita ambil,dan yang tidak sesuai bisa kita abaikan.jadi kita bisa memadukan budaya bangsa sendiri dengan kebudayaan asing yang dapat mendorong kita menuju pada generasi yang lebih maju.Ketiga: Pendidikan harus bersifat Konsentris artinya pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan pada kepribadian bangsa kita sendiri. Tujuan utama pendidikan adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hadjar menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain,tetapi semua itu ditempatkan secara konsentris dimana karakter budaya kita sebagai pusatnya.

Yang terakhir adalah Azas trilogi pendidikan yang sudah tidak asing lagi yaitu : Ing ngarso sung tulodo artinya seorang pendidik hendaklah ia menjadi suri teladan bagi para peserta didiknya.Ing madyo mangun karso artinya seorang pendidik hendaklah ia bisa menjadi motivator dalam membangun inspirasi bagi para peserta didiknya.seorang pendidik bisa menjadi teman bagi para peserta didiknya dalam mewujudkan cita-cita besarnya.Tut wuri handayani artinya seorang pendidik hendaknya bisa mendorong para peserta didiknya untuk bisa mengembangkan bakat dan potensi yang dimlikinya.

Dari beberapa pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan akhirnya merubah pola pikir penulis sebagai pendidik, diantaranya :

Murid bukanlah suatu kertas kosong yang bisa diisi oleh siapa saja.Tapi murid telah punya potensi kodrati alami masing-masing yang berbeda satu sama lain.Murid telah membawa guratan-guratan samar pada kertas kosong tersebut.Tugas penulis sebagai pendidik adalah menuntun (memfasilitasi/membantu) murid untuk menebalkan guratan-guratan samar tersebut,agar murid dapat memperbaiki lakunya/pekertinya untuk menjadi manusia seutuhnya.Adapun cara yang bisa penulis lakukan untuk menebalkan atau memperbaiki laku anak adalah dengan kekuatan konteks diri anak sendiri serta menebalkan dengan konteks sosio-kultural/budaya sekitarnya.Banyak kata-kata bijak,peribahasa bijak,dongeng daerah serta permainan tradisional dari budaya daerah kita sendiri,yang bisa kita angkat untuk menjadi sentral ketika pengaruh budaya luar berdatangan.

Filosofi menuntun selalu disertai dengan sikap memaksa peserta didik.Tapi sekarang saat menuntun,penulis sudah tidak melakukan pemaksaan kepada peserta didik.Penulis mencoba memerdekakan semua peserta didik dalam mengoptimalkan bakat dan potensi dirinya dalam berekspresi,berinovasi,bereksplorasi serta berkolaborasi dengan teman-temannya.

Penulis berpikir bahwa di dalam kelas ia menjadi subyek pembelajaran dan peserta didik menjadi obyek atau pembelajaran yang berpusat pada guru.Tapi sekarang pemikiran tersebut telah penulis tinggalkan.Pelan tapi pasti,penulis mereposisi diri untuk menjadi motivator dan fasilitator di dalam kelas selama proses pembelajaran.Penulis bisa saja beralih fungsi menjadi seorang ayah,seorang guru bahkan diwaktu tertentu penulis menjadi seorang teman bagi peserta didik,dengan kata lain di kelas sekarang penulis menerapkan pembelajaran berpusat pada murid.

Sanksi atau hukuman baik fisik maupun mental sering penulis lakukan.Tapi untuk saat ini sudah tidak lagi.Karena sanksi/hukuman tidak menyelesaikan masalah ataupun memberikan efek jera,bahkan terkadang malah sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun