Pembaca yang budiman saya yakin sebagian besar anda mungkin bergumam, hemmm dimanakah Sintang itu?...., Setelah ini pembaca yakinkan denan buka peta atau google map kalau Sintang adalah salah satu Kabupaten dibagian timur yang masuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Setidaknya 300 kilometer lebih dari Kota Pontianak Ibukota Provinsi Kalbar.Â
Sebelah utara Sintang berbatasan dengan Serawak-Malaysia, sebelah selatan dengan Kabupaten Melawi dan Timur dengan Kab.Kapuas Hulu dan Kalimantan Tengah.
Luas Kabupaten Sintang atau yang dikenal dengan nama lain Bumi Senentang ini 21.638 km, hampir sepadan luasnya dengan 4 kalinya Pulau Bali, 2 kalinya Provinsi Banten, 2/3-nya Jawa Tengah dan sepdan dengan Provinsi Sumatra Utara. Melihat perbandingan luasnya tersebut, sudah selayaknya Sintang jadi Provinsi. Oleh sebab itu tidak heran jika Sintang dan 4 kabupaten disekitanya sudah lama berniat dan berproses ingin memekarkan diri menjadi Provinsi baru yaitu Provinsi Kapuas Raya.Â
Di satu sisi kita turut bangga dengan predikat bahwa Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan versi Charities Aid Foundation (CAF) tahun 2018. Indonesia menempati posisi teratas dari 144 negara yang disurvei oleh lembaga ini. Tetapi bagaimana dengan tingkat dermawan kita untuk saudara-saudara kita di wilayah Sintang,Kalbar ? Apakah kita sudah ambil bagian didalamnya?
Faktanya nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terakhir untuk Kabupaten Sintang (65,16), masih jauh dibawah IPM Kalbar (66,26). Menariknya IPM Kalbar saja, terbawah nomor lima Nasional (71,39). Apalagi jika dibandingkan dengan IPM tertinggi nasional yaitu Jakarta sebanding dengan yang tertinggi di dunia saat ini yang ada di Norwegia sekitar 80 .
Di sisi lain angka kemiskinan di Kalbar per September 2018 masih di angka 7,37 % atau tertinggi  dari lima Provinsi yang ada di Pulau Kalimantan. Bahkan kemiskinan Sintang jauh lebih tinggi yaitu mencapai 10% lebih & justru cenderung naik dari tahun sebelumnya dari ± 365.000 penduduk. Baru satu desa  yang dikategorikan desa maju dan 21% dari 183 Desa masih kategori sangat tertinggal dan dianggap jadi kantong-kantong kemiskinan.Â
Susenas 2018 dalam BPS Kalbar 2018, mencatat proses kelahiran yang dilakukan di rumah mencapai 42%. Sedangkan warga mempunyai keluhan kesehatan dan berobat jalan dalam sebulan terakhir mencapai 50%. Belum lagi berbagai masalah penyakit, akses transportasi untuk kebutuhan ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang bisa menempuh waktu berhari-hari meskipun masih satu lingkup Kabupaten Sintang.
Sebagai contoh untuk menuju Kecamatan Ambalau dari Kota Sintang saja membutuhkan waktu seharian baik darat maupun sungai bahkan ada yang sampai 2-3 hari. Jika lewat darat medan yang berat karena jalan tanah dan rusak sepanjang -+ 200 kilometer, sedangkan lewat sungai, adrenalin dan mental harus siap menemani perjalanan hingga seharian bahkan lebih.Â
Ada cerita menarik ketika saya jadi panitia lomba kaligrafi se Kabupaten Sintang yang salah satu pesertanya dari Kecamatan Ambalau. Ketika saya tanya ini adek-adek (peserta lomba) dari mana aja, yang paling jauh dari mana? ada anak yang menjawab "dari Ambalau Pak". Wah jauh tu, kalau pulang habis berapa? anak itupun menjawab "biasanya kurang lebih habis 500 ribu pak sekali jalan, berangkat pagi jam 7 an sampai jam 5 sore" jawab anak itu.Â
Kebayang bukan lama dan mahalnya perjalanan dari Sintang ke salah satu kecamatan saja, belum perjalanan dari kecamatan lain atau dari desa ujung selatan ke desa ujung utara di Sintang.Â
Berikut sedikit potret akses sungai di Ambalau dari Sahabat saya yang juga tenaga kesehatan di SintangÂ
Contoh lainya adalah perjuangan warga Dusun Betungsari, Desa Ampar Bedang, Kecamatan Binjai Hulu, Kabupaten Sintang yang masih belum ada akses darat yang mudah dan dekat terutama untuk roda dua dan roda empat.Â
Bahkan saat ini masyarakat setempat, bersama ormas dan Bhabinkamtibmas Polsek Binjai Hulu yang juga adek kelas saya saat di Aliyah sedang bergotong royong membangun akses jalan darat yang lebih dekat sepanjang 5-6 Kilometer membuka hutan dan menyusun papan disepanjang jalan tersebut. Bukan hanya akses jalan, akses listrik PLN dari pemerintah pun belum masuk hingga kini.Â
Sementara akses lewat sungai jika naik sepit boat (motor air dengan mesin 24 PK) dari Kota Sintang hanya 20-30 menit tetapi biaya yang dikeluarkan bisa lebih mahal jika dibandingkan jalur darat. Itupun hanya sebagian kecil warga yang memiliki sepit/perahu motor yang belum tentu bisa di sewa atau di gunakan untuk jasa angkutan sungai sewaktu waktu-waktu oleh warga setempat.Â
Berikut ini beberapa jejak dokumentasi sahabat saya Brigadir Nurhilal Natadipura Anggota Polsek Binjai Hulu yang ikut mengawal langsung dalam pembuatan jalan swadaya tersebut viaÂ
Oleh karena itu, Mohon dao dan dukunganya semoga saya dan beberapa kawan-kawan lain di Sintang berusaha mengadakan donasi ambulan gratis dan beberapa program sosial lainya untuk sedikit bisa meringankan beban saudara-saudara kita.  info donasi bisa kunjungi link instagram saya dibawah ini.
Misteri #DonasiUntukSintang ini kami gagas salah satunya karena kami terinspirasi oleh beberapa pengalaman kami baik duka maupun suka selama kami hidup di Sintang. Sebagai makhluk yang sosial yang beragama di negara yang berprinsip Bhinika Tunggal Ika, dan beberapa referensi ilmiah yang menarik tentang The power of Sedekah atau Kekuatan Berbagi.Â
Hasil riset dari University of Zurich Neuroeconmosits di Swiss yang dipublikasikan Nature Communication membagi 50 partisipan dengan 2 kelompok. Hasilnya, kelompok pertama yang ditugaskan untuk bersedekah memperlihatkan aktivitas otak yang jauh lebih positif dan bahagia, ketimbang kelompok yang menggunakan uang untuk kebutuhan diri sendiri. Maka tidak heran jika Swiss pernah dinobatkan menjadi negara yang paling bahagia dari 158 negara yang dinilai dengan IPM yang masuk 10 besar tertinggi.
Temuan Peneliti di Departement of Psychologgy University of British Columbia dengan sampel 128 usia 40 keatas & 186 lansia yang semuanya menderita tekanan darah tinggi yang dilansir media Huffington post, menemukan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara berbagi uang untuk orang lain dengan penurunan tekanan darah. studi yang sama juga dilakukan oleh Prof. Rachel Piferi dari Johns Hopkins University dan Kathleen Lawler dari University of Tennessee, menunjukkan bahwa orang yang banyak memberikan dukungan sosial mempunyai tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak memberikan dukungan sosial.Â
Demikian Studi citra otak oleh National Institute of Health menunjukkan bahwa pusat kesenangan di otak seketika aktif ketika kita melihat orang bersedekah. Demikian juga temuan James Fowler dari UC San Diego dan Nicolas Christakis dari Harvard mendemonstrasikan kemurahan hati dapat menyebar ke orang lain.
Dalam bukunya yang berjudul Why Good Things Happen to Good People, Prof. Stephen G.Post dari Stony Brook University menyatakan bahwa bersedekah atau berbagi dengan orang lai  berdampak positif terhadap kesehatan seseorang, meskipun mereka telah mempunyai penyakit kronis seperti HIV dan multiple sclerosis.Â
Studi lainnya yang terkait dilakukan oleh Stephanie Brown dari University of Michigan pada tahun 2003 terhadap beberapa pasangan manula. Dalam penelitian tersebut, Stephanie menemukan bahwa manula yang menolong tetangga, teman, dan saudara, ataupun yang memberikan dukungan secara emosional kepada pasangannya, ternyata memiliki risiko lebih rendah untuk meninggal dunia di 5 tahun ke depan, dibandingkan dengan manula yang tidak memberikan bantuan praktikal maupun emosional kepada sesama.
Semoga cerita ini menjadikan amal ibadah kita semakin meningkat, selagi kita masih diberikan nikmat, sehat, & sempat. Guna meraih berkah & rahmat, untuk menyelamatkan diri & umat baik saat di dunia maupun akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H