Angka kematian dan kesakitan di Dunia termasuk Indonesia saat ini didominasi oleh penyakit tidak menular termasuk masalah gizi. Menurut teori H.L Blum dalam Muninjaya yang sebelumnya juga telah disampaikan dalam Alquran dan hadits yang teruji secara ilmiah bahwa faktor perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya penyakit dan berbagai masalah kesehatan lain pada status derajat kesehatan masyarakat Indonesia saat ini.
Jakarta 12/09/2015 lalu saya sempat berdiskusi langsung dengan Prof. Does Sampoerno penggagas paradigma sehat Era Soeharto dan BJ Habibie sekaligus salah satu pendiri fakultas dan Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Indonesia. Dikatakan secara singkat bahwa SKM adalah sebuah inovasi tenaga kesehatan yang lebih fokus kepada upaya pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit, tanpa mengabaikan upaya pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif (pemulihan) yang sekarang dan kedepan menjadi tugas pokok para SKM dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Data pendidikan dan sebaran SKM Indonesia dalam sebuah buku judul Gugus Opini Kesehatan Masyarakat jilid 3 oleh Persakmi berdasarkan data di kementerian riset pendidikan tinggi tertulis tahun 2016 saja sudah tersebar dilebih dari 170 perguruan tinggi negeri dan swasta yang setiap tahunya meluluskan puluhan hingga belasan ribu SKM.Â
Selama 13 tahun perjalanan menjadi pelajar, staf pengajar, dan praktisi kesehatan masyarakat di daerah tertinggal dan perkotaan, belum banyak melihat dan menemukan para praktisi kesehatan masyarakat menggunakan integrasi keilmuan, kesehatan dan spiritualisme sebagai bahan rujukan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Baik itu praktisi di instansi pemerintah maupun swasta.
Demikian juga akademisi baik di fakultas atau program studi kesehatan masyarakat belum banyak ditemukan rujukan yang digunakan dalam prosesnya yang mengkolaborasikan keilmuan, kesehatan dan spiritualisme baik di perpustakaan, saat proses pendidikan, penelitian, buku, kegiatan atau lainya. Meskipun tidak sedikit fakultas atau prodi kesehatan masyarakat itu berasal dari perguruan tinggi berbasis islam. Aspek spiritualisme sering terabaikan dan jarang menjadi rujukan dalam proses pengembangan keilmuan di sebuah pendidikan maupun pelayanan kesehatan masyarakat.
Konsep pelayanan kesehatan masyarakat berbeda dengan pelayanan kedokteran sebagaimana dijelaskan Azwar dalam buku pengantar administrasi kesehatan serta penelitian Sukowati dan Shinta 2003. Pelayanan kesehatan masyarakat memiliki fokus menjaga kesehatan dengan mengutamakan pencegahan penyakit melalui paradigma sehat dengan perubahan perilaku dan gaya hidup sehat. Hal tersebut sesungguhnya menjadi pondasi dasar karena sudah diajarkan oleh islam jauh sebelum Indonesia ada, jauh sebelum ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan masyarakat seperti sekarang. Apalagi Indonesia memiliki ideologi pancasila yang sila pertama nya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya semakin jelas dan kuat Indonesia telah mengamanatkan untuk selalu menggunakan aspek spiritualisme termasuk dalam pendidikan maupun pelayanan kesehatan masyarakat baik itu SKM sebagai praktisi maupun akademisi kesehatan masyarakat.
Secara bahasa spiritualisme dalam kamus besar bahasa indonesia adalah aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian. Masalah kerohanian di Indonesia memiliki ideologi dengan pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan Kelimuan berasal dari kata "ilmu" adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Kesehatan menurut Undang-Undang (UU) nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menerapkan keilmuan, kesehatan dan spiritualisme dalam meningkatkan kesehatan masyarakat seakan senada dengan sebuah kutipan bijak seorang ulama, aktivis sekaligus sastrawan Indonesia Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa di kenal dengan Buya Hamka dalam salah satu bukunya yang berjudul dibalik lindungan ka'bah. Kutipan Buya Hamka itu adalah "Iman tanpa ilmu, bagaikan lentera di tangan bayi, namun ilmu tanpa iman, bagaikan lentera di tangan pencuri". Kutipan lainnya yang seirama yaitu "Agama (spiritual) tidak melarang sesuatu perbuatan kalau perbuatan itu tidak merusak jiwa. Agama (spiritual) tidak menyuruh, kalau suruhan itu tidak membawa selamat dan bahagia jiwa". Berbagai rujukan diatas menjadi bukti sejarah yang menggambarkan secara langsung dan tidak langsung bahwa adanya hubungan antara keilmuan, kesehatan dan spiritualisme ibarat sebuah sistem yang tidak bisa dipisahkan dan saling terkait satu sama lain .
Jika diperhatikan dengan seksama definisi sehat dengan kutipan Buya Hamka tersebut, maka terlihat bahwa adanya keterkaitan dan persamaan kata maupun makna diantara keduanya. Dengan kata lain, untuk meningkatkan kesehatan, kita membutuhkan ilmu dan juga spritualisme. Begitu juga untuk meningkatkan spiritualisme seseorang/masyarakat diantaranya adalah dengan sebuah ilmu termasuk ilmu kesehatan.
Didalam "spiritualisme" (agama islam) mengajarkan sebuah ilmu atau pengetahuan termasuk ilmu kesehatan, kesehatan adalah karunia Allah yang wajib dijaga. Begitu juga dengan keilmuan kesehatan ada faktor spiritualisme yang mempengaruhinya. Ilmu dan kasehatan merupakan modal seseorang untuk meningkatkan spiritualisme. Spiritualisme dalam agama islam telah mengajarkan umatnya menjaga karunia dan rahmat berupa kesehatan, dan salah satunya adalah dengan keilmuan kesehatan.
Spiritualisme dalam islam memberikan pedoman kehidupan mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, mulai dari awal kehidupan sampai berakhirnya kehidupan baik fisik mental hingga sosial ekonomi. Kesehatan menjadi salah satu anjuran penting dalam agama islam bahkan beberapa hal seperti keilmuan hanya bisa didapatkan penjelasanya melalui pendekatan spiritualitas tersebut.