Mohon tunggu...
Agus Heriyanto
Agus Heriyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Karyawan Swasta dan Mahasiswa

Karyawan swasta yang bekerja disalah satu perusahaan pengembang yang berada di Lampung dengan hobi membaca dan saat ini juga beraktivitas sebagai mahasiswa di Salah satu Perguruan tinggi swasta di Jakarta (Universitas Siber Asia)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Konflik Penanganan Pandemi Covid-19

25 Juli 2021   11:45 Diperbarui: 25 Juli 2021   12:27 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik struktural didefinisikan sebagai situasi konflik antara kelas sosial atas yang ingin mempertahankan posisinya melawan kelas bawah yang menolak untuk berada di posisi itu selamanya. untuk mengatasinya.

Di tengah pandemi virus corona saat ini, konflik di masyarakat tidak bisa dihindari. Banyak konflik yang terjadi, seperti beberapa orang yang tidak setuju dengan pemberlakuan kebiasaan baru. 

Pasalnya, saat itu kurva kasus aktif virus corona belum landai sehingga situasi semakin tidak kondusif. Namun, sebagian orang setuju dengan pemberlakuan kebiasaan baru. Dengan tatanan kehidupan baru, masyarakat dapat melakukan aktivitas seperti biasa dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Berkaitan upaya pendistribusian bantuan sosial, sangat rentan sekali terhadap peristiwa konflik di kalangan masyarakat. Bahkan, ada rasa aib dan gejolak di masyarakat. Gejolak ini bisa terjadi jika bantuan sosial yang diberikan tidak tepat sasaran. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi kecemburuan dan ketidakharmonisan antar masyarakat yang berpotensi menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan. Gejolak itu bisa berubah secara vertikal jika konflik tidak ditangani dengan baik. 

Sebab, ada pihak yang menuding pemerintah tidak adil dan tidak tepat dalam memberikan bantuan tersebut. Padahal, pemerintah Indonesia telah berupaya agar bantuan sosial tersebut dapat disalurkan secepat mungkin. Namun, sering kali penyaluran bansos dinilai lamban. Akibatnya, hal itu mengarah pada peningkatan frustrasi dan keresahan sosial, terutama di kalangan masyarakat miskin. Masalah menjadi lebih rumit jika proses penyaluran bansos cenderung selektif.

MANAJEMEN KONFLIK

Manajemen konflik mengarah pada perilaku yang dilakukan orang untuk menangani konflik (Tjosvold et al., 2014). Model kepedulian ganda yang berfokus pada merawat diri sendiri dibandingkan dengan merawat orang lain, mendorong munculnya lima gaya manajemen konflik (Folger et al., 2001), yaitu:

  • Kolaborasi, kondisi ini dapat diwujudkan melalui eksposisi ide-ide pemersatu yang ditetapkan oleh banyak orang. Kolaborasi merupakan hasil perpaduan asertif dan kooperatif.
  • Akomodasi ialah dimana  kondisi salah satu pihak bisa mengalah untuk menyelesaikan suatu konflik.
  • Kompromi, terjadi ketika pihak-pihak yang berkonflik bersedia mengalah dan tidak mendapatkan atau mungkin hanya mendapatkan sebagian dari apa yang diinginkannya, demi menjaga hubungan dan kepentingan bersama.
  • Bersaing, pendekatan ini menitikberatkan pada menang-kalah, ada satu pihak yang kalah. Model ini dapat dilaksanakan jika hasil akhir dijadikan sebagai target utama, tanpa memikirkan hubungan yang telah terjalin. Bersaing adalah kombinasi dari ketegasan dan tidak kooperatif. Konflik yang saling bersaing ini merupakan kebalikan dari akomodatif.
  • Penghindaran, suatu kondisi di mana pengambil keputusan menghindari pengambilan keputusan dan mencoba untuk menunda konflik tanpa batas. Konflik penghindaran ini merupakan kombinasi dari sikap tidak tegas dan tidak kooperatif.

Berdasarkan model kepedulian ganda, kolaborasi adalah satu-satunya manajemen konflik yang berfokus pada win-win solution, di mana semua pihak senang karena ide mereka diterima. Walaupun terkadang kolaborasi tidak selalu cocok digunakan dalam segala situasi, terutama saat berhadapan dengan pihak yang curang, namun secara umum kolaborasi dianggap sebagai pendekatan yang sangat konstruktif karena cenderung menghasilkan solusi yang ideal dan dapat membangun hubungan yang positif (Rahim, 2015; Tjosvold et al. , 2014).

MINDFULNESS SEBAGAI ALTERNATIF MANAJEMEN KONFLIK

 Mindfulness ialah merupakan suatu kondisi kesadaran psikologis, atau suatu praktek kesadaran dengan memberikan perhatian apa adanya, tanpa menghakimi, pada saat sekarang (Kabat-Zinn, 2003). Individu yang menggunakan metakognisi hati-hati sangat mampu melepaskan dan mengesampingkan pikiran dan emosi mereka dan memperlakukan mereka hanya sebagai fenomena subjektif dari pikiran, bukan sebagai fitur objektif dari realitas (Vago dan Silbersweig, 2012). 

Selain itu, individu juga mampu mendesentralisasikan, atau mengubah posisi dari sebelumnya, sehingga dapat menjauhkan diri dari kecemasan dan kemudian bertindak sebagai pengamat kondisi yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun