Mohon tunggu...
Agus Salim Syukran
Agus Salim Syukran Mohon Tunggu... Guru - Pengajar di MA Al-Ishlah Paciran dan STIQSI Lamongan

Penggemar kearifan dan suka mencari makna di balik yang tampak.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Awal Tahun Yang Dingin di Kampung

7 Januari 2025   05:28 Diperbarui: 7 Januari 2025   05:39 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hujan Gerimis. Sumber: Freepik/computerworld

Awal tahun 2025 terasa dingin di kampungku. Bukan saja karena dinginnya cuaca, tapi juga dinginnya antusiasme masyarakat untuk merayakan tahun baru.

Di Kabupaten Lamongan, beberapa hari sebelum pergantian tahun, hujan mengguyur hampir setiap hari. Bahkan, pada malam tahun baru, hujan gerimis menyapa warga sejak sore hari. Hal ini menjadikan masyarakat pantai utara Jawa Timur ini “malas” merayakan tahun baru.

Hanya Lamongan kota yang menyambut Malam Tahun Baru 2025 dengan agak spesial. Ada tiga acara yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan untuk memeriahkan malam tahun baru 2025 di kota soto tersebut.

Pertama, Gebyar Sholawat bersama Habib Anis Syahab. Acara yang dilangsungkan di halaman Masjid Agung Lamongan ini dimaksudkan juga untuk memperingati haul KH Abdurrahman Wahid dan beberapa masyayikh (tokoh) setempat.

Kedua, Pagelaran Wayang Kulit bersama Ki Wahyu Jati Pamungkas. Acara yang digelar di halaman Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan ini dimeriahkan oleh campursari Ngesti Prasojo dengan dua bintang tamunya, Mareta dan Septi.

Ketiga, Panggung Guyon Bareng Campursari bersama Andik TB CS dan Proborini yang digelar di Tugu Bandeng Lele, Jalan Lamongrejo, Lamongan. Melalui lagu dan komedi yang disajikan secara jenaka, para artis mengocok perut warga yang hadir di selatan alun-alun kota Lamongan tersebut.

Meskipun demikian, suasana tahun baru di berbagai tempat lain terasa dingin-dingin saja. Hal ini tidak lepas dari sikap masyarakat yang pada umumnya tidak terlalu mengagungkan perayaan tahun baru.

Ada beberapa alasan mengapa masyarakat daerah ini kurang antusias merayakan Tahun Baru. Alasan pertama, dan ini yang pokok, adalah alasan religius. Hal ini terlebih untuk mereka yang beragama Islam.  

Sebagian besar kaum Muslimin beranggapan bahwa perayaan Tahun Baru Masehi tidak  memiliki landasan hukum dan moral dalam agama. Secara historis perayaan ini adalah tradisi kaum pagan yang masuk ke masyarakat Muslim sehingga tidak perlu diikuti. Dalam Islam ada kaidah bahwa meniru budaya asing yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dianggap perbuatan tercela yang patut dihindari.

Di sisi lain, agama Islam mengajarkan umatnya untuk menghindari perbuatan sia-sia yang tidak membawa manfaat. Pemborosan, hura-hura yang membuat manusia lalai pada Tuhannya, adalah hal-hal yang dilarang oleh agama. Perayaan tahun baru, dalam praktiknya, sering diwarnai kegiatan-kegiatan semacam itu.

Pada malam tahun baru orang begadang semalam suntuk untuk senang-senang dan berpesta-pora dengan aneka hiburan dan permainan. Orang juga menghamburkan uang, waktu dan tenaga untuk hal-hal yang tidak perlu. Bahkan terkadang dibarengi perbuatan maksiat seperti pesta miras, narkoba dan perbuatan yang berbau perizinaan. Semua itu tentu bertentangan dengan ajaran agama.

Bagi umat Islam, momen pergantian tahun lebih tepat jika digunakan untuk muhasabah. Yaitu kegiatan refleksi diri, melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah dan belum dilakukan, membuat resolusi untuk tahun depan yang lebih baik, serta mensyukuri nikmat Allah Swt dengan memperbanyak amal saleh. Kegiatan-kegiatan semacam ini tentu lebih baik dibanding hura-hura dan pesta pora.

Selain alasan religius, sebagian masyarakat yang memiliki kewarasan berpikir selalu melihat sesuatu berdasar manfaatnya. Kelompok ini biasanya lebih bijak memilih kegiatan. Mereka akan memilih kegiatan yang membawa manfaat dan menghindari hal-hal yang sebaliknya.

Perayaan Tahun Baru sering dikaitkan dengan pengeluaran dana yang tidak perlu. Entah untuk membeli terompet, kembang api, dan pernak-pernik tahun baru lainnya. Belum lagi waktu yang terbuang sia-sia di malam tahun baru. Sementara itu kenikmataannya boleh dikata tidak seberapa. Karena itu, bagi mereka yang berpikiran waras akan lebih memilih tinggal di rumah untuk melakukan hal-hal yang positif daripada membuang waktu, tenaga, dan dana untuk perayaan tahun baru yang tidak begitu penting.

Pertimbangan lain yang mendorong orang tidak merayakan tahun baru adalah risiko yang ditimbulkan oleh perayaan tersebut. Perayaan tahun baru sering membawa dampak ekologis dan sosial. Perayaan sering menyebabkan polusi lingkungan berupa sampah berserak di mana-mana, baik sampah makanan, minuman, atau pernak-pernik perayaan yang ditinggalkan warga di berbagai tempat.

Polusi lingkungan juga terjadi akibat pesta kembang api, suara musik yang ingar-bingar, dan kendaraan yang meraung. Kembang api dan petasan menghasilkan asap yang berkontribusi pada polusi udara, juga melepaskan bahan kimia yang berbahaya ke atmosfer. Sementara itu suara petasan, musik dan kendaraan bermotor yang keras juga dapat mengganggu ketenangan anak, orang, dan juga hewan yang sensitif terhadap kebisingan.

Perayaan tahun baru juga rawan menimbulkan kecelakaan. Penggunaan kembang api atau petasan dapat menyebabkan cedera, seperti luka bakar dan semacamnya. Peningkatan aktivitas di jalan dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan kecelakaan. Dan dalam beberapa kasus, kerumunan besar dapat memicu kerusuhan atau insiden yang tidak diinginkan.

Alhasil, perayaan tahun baru harus ditimbang manfaat dan mudaratnya, dampak positif dan negatifnya, serta risiko yang mungkin ditimbulkan olehnya. Pemerintah dalam hal ini memiliki peranan penting untuk mengelolanya sebaik mungkin sehingga segala dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dapat dihindarkan.

Sementara itu, sebagian masyarakat yang memilih untuk tidak merayakan tahun baru, dan lebih memilih untuk melakukan kegiatan yang positif di rumah atau di tempat ibadah, adalah orang-orang bijak yang patut diapresiasi pilihan mereka. Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun