Bagi umat Islam, momen pergantian tahun lebih tepat jika digunakan untuk muhasabah. Yaitu kegiatan refleksi diri, melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah dan belum dilakukan, membuat resolusi untuk tahun depan yang lebih baik, serta mensyukuri nikmat Allah Swt dengan memperbanyak amal saleh. Kegiatan-kegiatan semacam ini tentu lebih baik dibanding hura-hura dan pesta pora.
Selain alasan religius, sebagian masyarakat yang memiliki kewarasan berpikir selalu melihat sesuatu berdasar manfaatnya. Kelompok ini biasanya lebih bijak memilih kegiatan. Mereka akan memilih kegiatan yang membawa manfaat dan menghindari hal-hal yang sebaliknya.
Perayaan Tahun Baru sering dikaitkan dengan pengeluaran dana yang tidak perlu. Entah untuk membeli terompet, kembang api, dan pernak-pernik tahun baru lainnya. Belum lagi waktu yang terbuang sia-sia di malam tahun baru. Sementara itu kenikmataannya boleh dikata tidak seberapa. Karena itu, bagi mereka yang berpikiran waras akan lebih memilih tinggal di rumah untuk melakukan hal-hal yang positif daripada membuang waktu, tenaga, dan dana untuk perayaan tahun baru yang tidak begitu penting.
Pertimbangan lain yang mendorong orang tidak merayakan tahun baru adalah risiko yang ditimbulkan oleh perayaan tersebut. Perayaan tahun baru sering membawa dampak ekologis dan sosial. Perayaan sering menyebabkan polusi lingkungan berupa sampah berserak di mana-mana, baik sampah makanan, minuman, atau pernak-pernik perayaan yang ditinggalkan warga di berbagai tempat.
Polusi lingkungan juga terjadi akibat pesta kembang api, suara musik yang ingar-bingar, dan kendaraan yang meraung. Kembang api dan petasan menghasilkan asap yang berkontribusi pada polusi udara, juga melepaskan bahan kimia yang berbahaya ke atmosfer. Sementara itu suara petasan, musik dan kendaraan bermotor yang keras juga dapat mengganggu ketenangan anak, orang, dan juga hewan yang sensitif terhadap kebisingan.
Perayaan tahun baru juga rawan menimbulkan kecelakaan. Penggunaan kembang api atau petasan dapat menyebabkan cedera, seperti luka bakar dan semacamnya. Peningkatan aktivitas di jalan dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan kecelakaan. Dan dalam beberapa kasus, kerumunan besar dapat memicu kerusuhan atau insiden yang tidak diinginkan.
Alhasil, perayaan tahun baru harus ditimbang manfaat dan mudaratnya, dampak positif dan negatifnya, serta risiko yang mungkin ditimbulkan olehnya. Pemerintah dalam hal ini memiliki peranan penting untuk mengelolanya sebaik mungkin sehingga segala dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dapat dihindarkan.
Sementara itu, sebagian masyarakat yang memilih untuk tidak merayakan tahun baru, dan lebih memilih untuk melakukan kegiatan yang positif di rumah atau di tempat ibadah, adalah orang-orang bijak yang patut diapresiasi pilihan mereka. Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H