Mohon tunggu...
Agus Tula
Agus Tula Mohon Tunggu... Insinyur - This is me, Sihite

Just an ordinary man an amateur author.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Psikologi Sibolga dan Tapanuli Tengah dalam Pembentukan Provinsi "Tapanuli"

7 November 2020   22:51 Diperbarui: 8 November 2020   10:19 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan adanya titik kesadaran untuk lebih maju dijaman orde baru, sekelompok masyarakat Tapanuli menggagas dibentuknya propinsi sendiri lepas dari propinsi Sumatera Utara. Karena diyakini dengan rentang kendali pemerintah propinsi hingga mencakup seluruh wilayah Tapanuli dirasa terlalu jauh. 

Dari ibukota propinsi hingga daerah terjauh di Mandailing-Natal paling sedikit memakan waktu 10 jam perjalanan darat. Ketimpangan pembangunan antara Sumatera Timur dan Tapanuli juga sangat nyata. Kondisi jalan, sarana pendidikan, kondisi sosial, dan infrastruktur lain sangat tertinggal.

peta
peta
Kelompok penggagas propinsi awalnya berasal dari berbagai latar belakang dan ketokohan. Dan rasanya semua bekas Keresidenan Tapanuli tidak keberatan, bahkan Nias ikut mendukung saat itu. Tetapi belakang hari para tokoh pengusul pembentukan propinsi dirasa tidak lagi inklusif, terutama setelah reformasi. Inilah awal jalan terjal. 

Jalan yang ditempuh dengan pengusulan dari DPRD propinsi induk kelihatan lebih sulit. Hingga berujung unjuk rasa besar di Gedung DPRD propinsi dan meninggalnya ketua DPRD karena serangan jantung tahun 2009 itu, Abdul Azis Angkat asal Dairi. 

Sejak saat itu semua sejenak terdiam dan sebagian merasa dipojokkan dengan segala stigma demonstrasi rusuh. Keadaan ini tidak mudah. Tokoh unjuk rasa telah mendapat tuntutan hukum dan menjalaninya termasuk Chandra Panggabean, putra GM Panggabean tokoh yang sejak awal aktif mempelopori pembentukan propinsi Tapanuli dan sejak awal menyoroti keterbelakangan Tapanuli melalui surat kabar miliknya.

Setelah beberapa tahun kemudian pengusulan melalui jalan lain dengan langsung mengusulkan ke DPR pusat untuk dimasukkan dalam daftar pembahasan. Rasanya hingga saat ini tinggal menunggu pembahasan, tentunya setelah moratorium pemekaran di cabut, namun dengan daerah Tapanuli pengusul yang tidak lagi utuh. Daerah tidak utuh ini sangat disesalkan dan akan mengandung benih-benih kegagalan.

Kegagalan pengusulan di tahun 2009, harusnya jadi bahan introspeksi. Usulan pemebentukan propinsi Tapanuli yang dirasa terlalu ekslusif didominasi oleh sekelompok orang dan tidak lagi mengindahkan daerah lain di Tapanuli, adalah sumber masalah. Sejatinya usulan ibukota propinsi baru juga harus melalui pertimbangan.

Dari awal, kota Sibolga adalah yang paling layak. Saya tidak melihat hanya kepantasan secara infrastruktur tapi faktor sosio kultural. Secara umum Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah lebih majemuk dari segi suku, agama, walaupun suku Batak masih terasa dominan. Disana berdiam suku Batak, Pesisir, Nias, Minang, Jawa, Tionghoa, Melayu, Aceh, Bugis dll. 

Kerukunan tetap terjaga sejauh ini, walaupun tantangan nya juga tetap ada termasuk adanya penyebaran paham radikal global. Agama besar seperti Kristen, Katolik, Islam, Buddha hidup berdampingan, rumah ibadahnya mudah ditemukan. Adat Batak juga masih banyak dijalankan tanpa memandang agama, tentunya dengan penyesuaian disana sini. Saya masih ingat sewaktu krisis besar HKBP, gereja di daerah Sibolga dan Tapanuli Tengah tidak sampai terpengaruh sampai terpecah. Ini tidak terlepas dari keadaan sosial masyarakatnya dan ini modal besar dalam kohesifitas masyarakat menerima keterbukaan.

Seandainya keadaan sosiologi Sibolga dan Tapanuli Tengah ini jadi pertimbangan, daerah lain seperti Nias dan Tapanuli bagian Selatan pasti akan terakomodasi dengan mudah. Saya juga tidak habis mengerti mengapa usulan ibukota di Siborong-borong menjadi lebih kuat. Tidak bisa juga disebutkan daerah itu tepat di tengah-tengah jika melihat rentang Tapanuli sampai ke Mandailing-Natal. 

Bagaimana mungkin tokoh seperti GM Panggabean luput dari faktor pemersatu ini, dia sebagai tokoh kelahiran Sibolga mesti sangat paham sosiologi dan psikologi masyarakat Tapanuli secara umum. Bahkan dengan pertimbangan ini Sipirok juga layak demi inklusifitas Tapanuli. Sangat janggal jika propinsi Tapanuli terbentuk namun ada daerah dengan nama Tapanuli lainnya yang berada di propinsi lain. Saya tidak mengatakan ini masalah agama, ini adalah masalah keadilan. Bagaimana kita melihat kelak akan ada keadilan jika sekarang sudah terlihat tidak ada saling pengertian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun