Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Misteri Sabda Palon, Naya Genggong, dan Ajakan "Hidup Waskita" ala Leluhur Jawa

23 Januari 2021   21:03 Diperbarui: 23 Januari 2021   21:10 5949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sabda Palon atau Eyang Semar (Sumber gambar diolah dari: https://www.harianmerapi.com)

Bila dihitung berdasarkan penanggalan Jawa, maka tahun-tahun belakangan ini diyakini oleh banyak pihak sebagai tahun ke-500 yang pernah disabdakan oleh Eyang Sabda Palon dan Eyang Naya Genggong yang juga selalu dikait-kaitkan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit.

Sosok keduanya hingga kini masih dianggap misteri. Ada sebagian orang yang meyakini bahwa keduanya benar-benar ada; namun ada yang beranggapan bahwa sebenarnya sosok keduanya hanya rekaan dari hasil imajinasi manusia yang dianugerahi kaweruhan atau bisa disebut "waskita" dan mampu meramal masa depan.

Beberapa minggu terakhir, masyarakat Indonesia tersentak dengan berbagai bencana yang terjadi beruntun. Dimulai dari musibah tanah longsor di Sumedang -- Jawa Barat, kemudian peristiwan nahas jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182, yang disusul banjir bandang yang melanda 10 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan, gempa di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, meletusnya Gunung Semeru di Jawa Timur dan Gunung Merapi di Jawa Tengah, bencana banjir bandang di wilayah Puncak, Bogor, dan musibah banjiryang baru-baru ini melanda wilayah Manado, Sulawesi Utara.

Belum lagi selama setahun terakhir, hampir seluruh wilayah di Indonesia sedang menghadapi "peperangan" melawan pandemi Covid-19 yang telah merenggut banyak jiwa; dimana angka penderitanya semakin hari semakin bertambah.

Bencana di Nusantara = Sabda Palon "Nagih Janji"?

Lagi-lagi sebagian orang berpendapat dan berspekulasi bahwa aneka peristiwa dukacita tersebut berhubungan dengan pemenuhan ujaran yang pernah disampaikan Sabda Palon di masa lalu. Sabda Palon "Nagih Janji", demikian orang-orang biasa menyebutnya.

Dalam salah satu Sabda Palon tersebut tertulis demikian,

"Kasandung wohing pralaya,

Kaselak banjir ngemasi,

Udan barat salah mangsa,

Angin gung anggegirisi,

Kayu gung brasta sami,

Tinempuhing angina angun,

Katah rebah amblasah,

Lepen-lepen samya banjir,

Lamun tinon pan kados samodra bena."

Yang apabila diterjemahkan akan berbunyi seperti ini:

"Bahaya penyakit luar biasa.

Disana-sini banyak orang mati.

Hujan tidak tepat waktunya.

Angin besar menerjang sehingga

pohon-pohon roboh semuanya.

Sungai meluap banjir,

sehingga bila dilihat persis lautan pasang."

Apa yang terdapat pada salah satu bagian Serat Sabda Palon tersebut mirip dengan lukisan keadaan yang terjadi di Tanah Air akhir-akhir ini; di mana di tengah pandemi Covid-19, Indonesia dilanda bencana dimana-mana.

Sosok Sabda Palon dan Naya Genggong; "Apakah Sungguh Nyata?"

Dari berbagai referensi yang ada, diantaranya menyebutkan bahwa sosok Sabda Palon maupun Naya Genggong sejatinya "sungguh" nyata dan pernah hidup di muka bumi ini. Dan mereka yang meyakini keberadaan kedua sosok ini pun percaya bahwa Sabda Palon dan Naya Genggong adalah pemomong Tanah Jawi atau Jawa. Benarkah demikian?

Bila ditelusuri sumbernya, kedua sosok yang hingga kini masih dianggap "misterius" ini sebenarnya dapat kita temukan pada Serat Sabda Palon yang memuat percakapan antara dua sosok ini dengan Sang Prabu Brawijaya V (1478-1527) atau dikenal juga dengan Prabu Bhre Kerthabhumi, yang merupakan raja terakhir Kerajaan Majapahit.

Entah apa sebenarnya kaitan antara sosok Semar dan sosok Sabda Palon yang diyakini pernah hidup di muka bumi ini. Sementara dalam kisah Mahabarata versi Jawa, sosok Semar ini merupakan salah  satu karakter penting yang biasanya dikaitkan dengan tokoh-tokoh pewayangan lainnya.

Semar biasanya juga dihadirkan bersama anak-anaknya, diantaranya: Gareng, Petruk, dan Bagong. Sebuah pertanyaan lain mungkin akan muncul di benak kita: "Apakah Semar dan sosok punakawan lainnya juga pernah hidup di bumi dan turut mengisi sejarah kehidupan manusia di masa silam?"

Sementara itu, sosok Sabda Palon juga diyakini mempunyai nama lain Kyai Sapu Angin. Sedangkan Naya Genggong sering disapa dengan nama Kyai Sapu Jagad. Sementara itu Serat Sabda Palon atau juga dikenal sebagai Serat Jangka Jayabaya diketahui berisi ramalan masa depan Nusantara ini dipercaya ditulis oleh Maharaja Jayabaya sendiri; namun ada sebagian pihak yang meyakininya bahwa penulis naskah Ramalan Jayabaya bernama Raden Ngabehi Ranggawarsita.

Prabu Jayabaya merupakan Raja Kerajaan Kediri (1135-1157). Beliau bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Di masa kepemimpinannya, Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan.

Sedangkan Raden Ngabehi Ranggawarsita (1802-1873) merupakan pujangga besar Jawa yang hidup pada masa Kasunanan Surakarta. Beliau diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta pada zaman Sri Susuhunan Pakubuwana VII (1796-1858). Pada zaman itu, Ranggawarsita dikenal sebagai peramal ulung dengan banyak kesaktian.

Belajar Waskita dari Ajaran Para Leluhur Jawi

Pada salah satu naskah Serat Sabda Palon yang beredar, di bagian akhirnya berbunyi demikian,

"Miturut carita kuna,

wecane janma linuwih,

kang wus kocap aneng jangka,

manungsa sirna sepalih,

dene ta kang bisa urip

yekti ana saratipun,

karya nulak kang bebaya,

kalisse bebaya yekti,

ngulatana kang wineca para kuna."

Yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih seperti ini:

"Menurut cerita kuno dari para leluhur

yang memiliki kelebihan dalam spiritual,

semua cerita yang disampaikan para leluhur

telah tertulis dalam kitab Jangka.

Kelak umat manusia di masa depan akan lenyap separuh

dari jumlah total yang menghuni bumi.

Mereka yang bisa bertahan hidup harus berusaha dan bekerja

untuk menjauhkan diri sendiri dari berbagai marabahaya.

Cara untuk mempertahankan diri dari prahara di masa depan

adalah dengan membaca, meresapi dan menjalankan ajaran-ajaran para leluhur."

Jika dicermati, sesungguhnya ajaran para leluhur Tanah Jawi atau Tanah Jawa mempunyai tujuan yang baik demi menciptakan kehidupan manusia yang tata tentrem kerta raharja (tertib, tentram, serta sejahtera dan berkecukupan segala sesuatunya) dan gemah ripah loh jinawi (mendiami daerah yang subur dan makmur).

Dan dari berbagai sumber disebutkan bahwa Serat Sabda Palon ternyata memiliki beberapa versi yang beredar di masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun hingga kini. Bila disimak lebih lanjut, tentu mereka-mereka yang ahli di bidang kesusastraan Jawa-lah yang akan mampu memberikan penjelasan secara gamblang.

Namun dari semuanya itu, semua ajaran adiluhung ini hendak mengajak manusia di Bumi Nusantara ini untuk selalu ingat kepada Sang Penciptanya, menghargai sesama, sekaligus mencintai alam dan segala isinya, demi menciptakan kemaslahatan hidup yang menjadi impian semua orang dari zaman ke zaman.

Sebuah pertanyaan lain muncul: "Apakah manusia zaman ini sudah melaksanakan petuah luhur para leluhur tersebut?"

Banjarmasin, 23 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun