Barangkali hal demikian akan dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai "usaha akal-akalan/curang" agar bisa lolos dan masuk ke Indonesia dengan selamat sentosa.Â
Sebenarnya kelakuannya tidak jauh berbeda dengan para "calo pembuatan surat keterangan hasil swap PCR abal-abal" yang beroperasi di lapangan dan dalam beberapa pemberitaan dikabarkan sudah diamankan oleh pihak berwajib.
Dalam kasus ini, para calo "memuluskan usaha" para penumpang pesawat agar dapat terbang ke kota tujuan berikutnya tanpa melakukan swap sesuai prosedur yang seharusnya.Â
Karena praktik demikian sama-sama melanggar hukum, maka pihak berwajib/instansi berwenang harus mengambil tindakan tegas, agar perilaku menyimpang tersebut tidak beranak-pinak dan diikuti jejaknya oleh orang lain.
Kemudian ada dugaan bahwa WNA tersebut juga diduga tinggal di Pulau Bali tanpa mengantongi legalitas izin yang dipersyaratkan. Barangkali dalam realitasnya, ada juga WNI yang saat ini tinggal di negara-negara lainnya di luar Indonesia yang tidak mengantongi kartu identitas resmi, akibat proses masuknya WNI tersebut ke negara dimaksud pun dilakukan melalui jalur ilegal.
Jadi dalam situasi dan kasus tersebut, saya memandang WNA dan WNI sebagai pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang sama sebagai seorang manusia.Â
Bila melanggar hukum yang sudah ditetapkan oleh negara atau wilayah setempat, sebaiknya diberikan teguran terlebih dahulu.Â
Bilamana tidak memberikan respon yang baik atau justru mengulangi perbuatan "melanggar hukum" tersebut dengan sengaja dan berulang-ulang; maka sudah saatnya pihak berwajib segera mengambil tindakan tegas.
Saya pribadi selama ini memegang prinsip simpel dan sederhana saja tanpa mau mengambil pilihan yang terkesan muluk-muluk. Terkadang sebuah pertanyaan yang tendensinya bertujuan membandingkan antara seseorang dengan pribadi lainnya, menjadi sesuatu yang tidak mudah dijawab atau dicarikan jawabannya.
Boro-boro mampu memandang WNA dan WNI sebagai pribadi setara; lha wong ketika diminta memberikan penilaian terhadap orang yang berbeda agama, suku, ras, maupun golongan (SARA) saja masih kesulitan kok!Â
Belum lagi kalau segala sesuatunya kemudian diembel-embeli dengan berbagai latar belakang dan alasan yang ujung-ujungnya bertujuan untuk membenarkan diri.