Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Fabel: Pupi Kecil dan Matahari

7 Januari 2021   10:50 Diperbarui: 7 Januari 2021   10:59 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pupi si Pipit Kecil dan Matahari (Ilustrasi diolah dari umdgenm.org dan maxpixel.net)

Cerita fabel yang ingin saya bagikan untuk sahabat Kompasianer di awal 2021 ini akan berkisah tentang Pupi si pipit kecil yang mendapatkan kesempatan bertamasya bersama si Matahari. Dikisahkan, pada suatu hari Pupi tengah berada di atas sebuah ranting pohon sambil memandangi sinar matahari yang bersinar dari arah balik perbukitan.

Pupi kecil tampak begitu takjub dan terpesona memandangi matahari yang bersinar begitu indahnya. Rupanya bukan hanya Pupi saja yang terpesona pada sinar matahari pagi itu, tetapi banyak di antara teman-temannya sesama penghuni hutan rimba yang sama-sama mengagumi si matahari.

"Andai aku punya sayap yang lebar seperti burung rajawali, aku ingin sekali bertemu si matahari yang setiap hari muncul dari balik bukit itu," bisik Pupi dalam hati. "Tapi sayang,  sayap-sayapku terlampau kecil. Aku tentu tak akan pernah mampu untuk sampai di bukit itu," ucap Pupi sambil merenungi dirinya sendiri.

"Hm, andai aku bisa bertemu dengan si matahari, aku tentu akan diajaknya serta bertamasya keliling dunia. Aku pasti senang bisa berjumpa dengan saudara-saudaraku sesama pipit di belahan bumi yang lain. Pasti akan ada banyak keindahan yang belum pernah kulihat selama ini, akan kutemui dalam perjalanan ini. Hm, andai saja aku dapat bertemu dengan si matahari......" celoteh Pupi berulang kali dalam hatinya.

**

Malam harinya, Pupi telah berada kembali di dalam sarangnya yang cukup hangat untuk beristirahat. Wajah Pupi tampak kelelahan. Seharian tadi Pupi berkeliling dari satu dahan pohon ke dahan pohon yang lain untuk mencari makan.  Siang harinya, Pupi sempat bermain bersama Pepe dan Popo, dua ekor pipit kecil lainnya yang tinggal tak jauh dari sarangnya.

Akhir-akhir ini cuaca memang terasa tak menentu. Kondisi tersebut menjadikan Pupi dan teman-temannya menjadi kesulitan untuk memperoleh makanan mereka setiap harinya.

Bulan purnama telah memamerkan cahaya cantiknya di atas langit. Di atas sarangnya yang mungil, Pupi menguap beberapa kali. Rupanya ia sudah mulai mengantuk. Dan sejurus kemudian, Pupi tertidur pulas berselimut seonggok jerami kering yang hangat.

***

Keesokan harinya, pagi hadir dengan cuaca nan cerah. Pupi kembali bertengger di sebuah ranting pohon tak jauh dari sarangnya. Lagi-lagi ia memandangi matahari yang terbit di ufuk timur dengan takjub. Sambil menikmati sinar matahari, Pupi pun bernyanyi-nyanyi riang dan bersiul-siul dengan merdunya.

Tanpa disangka-sangka, angin topan yang sangat kencang mendadak muncul. Pupi bermaksud terbang menghindar. Namun terlambat. Angin itu telah membawa tubuh Pupi terbang entah ke mana. Di saat yang lain, Pupi sepertinya telah jatuh pingsan dan tak ingat apa-apa lagi.

Rupa-rupanya tubuh Pupi kecil melayang-layang hingga kemudian terjatuh di puncak sebuah bukit yang sangat tinggi. Lambat laun Pupi mulai siuman dari pingsannya ketika senja mulai menapaki cakrawala.

"Di mana aku? Apakah aku masih hidup? Tempat ini kelihatannya aneh..." seru Pupi penuh tanda tanya dalam hati.

Saat mulai membuka matanya lebar-lebar, betapa terkejutnya Pupi. Ia tak percaya dengan apa yang kini dilihatnya.

"Oh, benarkah engkau si matahari? Si matahari yang setiap pagi selalu kulihat dari atas ranting pohon di kejauhan sana?" tanya Pupi pada sosok yang bersinar lembayung terang di hadapannya.

"Benar Pupi, akulah si matahari. Aku yang selama ini selalu kamu lihat muncul dari balik bukit," jawab matahari dengan senyumnya yang ramah.

"Horeee, aku akhirnya bertemu si matahari, aku bertemu si matahari," teriak Pupi kegirangan. "Maukah engkau mengajakku bertamasya keliling dunia esok pagi?" tanya Pupi malu-malu.

"Oh, hohoho... dengan senang hati, Pupi. Sekarang beristirahatlah dulu. Esok pagi kita akan berangkat bersama-sama dari atas bukit ini. Siapkan dirimu baik-baik, sebab perjalanan kita esok hari akan cukup melelahkan. Seharian penuh engkau akan berada di angkasa raya bersama denganku. Dan, sepanjang hari itu kamu tidak bisa pergi ke mana-mana sebelum senja tiba." ucap matahari panjang lebar.

"Iya, iya..." sahut Pupi sembari mengangguk-angguk tanda setuju.

"Nah Pupi, sekarang tidurlah dengan tenang! Sampai bertemu lagi esok pagi di tempat ini," pesan matahari sebelum ia mulai menghilang sedikit demi sedikit ditelan awan.

****

Maka demikianlah, pada hari berikutnya Pupi bangun pagi-pagi sekali. Ketika itu langit masih tampak gelap, persis di saat si matahari telah berdiri di hadapan pipit kecil itu.

"Selamat pagi Pupi, ayo naiklah ke punggungku, kita akan pergi bertamasya sekarang. Bergegaslah. Hari sebentar lagi akan siang!" ucap si matahari dengan lembut.

"Baiklah," jawab Pupi sambil bergegas naik ke atas punggung si matahari.

Beberapa saat kemudian, Pupi pun mulai menikmati tamasyanya keliling dunia bersama matahari. Di sepanjang perjalanan, Pupi begitu girang dengan apa yang dialaminya kini. Semua mimpi yang selama ini hanya ada dalam angan-angannya, sekarang telah menjadi kenyataan!

Di atas punggung si matahari, Pupi dapat melihat hamparan pemandangan indah yang membentang luas di bawah sana.

Sawah-sawah dengan tanaman padi yang hampir menguning, deretan pepohonan di hutan belantara nan berjajar rapi kehijauan, aliran sungai yang sambung menyambung satu sama lain, samudra biru yang maha luas dengan ombak putihnya yang menakjubkan, hamparan tanah yang terlihat subur ditumbuhi beraneka macam tanaman, juga pemandangan-pemandangan menakjubkan lainnya yang selama ini hanya ada dalam khayalannya saja. 

"Mimpiku kini telah menjadi kenyataan! Terima kasih matahari, terima kasih Tuhan," seru Pupi lirih dalam hati.

Tak terasa waktu mulai beranjak siang. Meski sejak subuh tadi Pupi terus-menerus bercakap-cakap dengan si matahari, namun percakapan itu masih terus berlanjut. Sekali waktu terdengar tawa Pupi yang lucu dan menggelikan.

Sampai pada suatu ketika, tiba-tiba si matahari membisikkan sesuatu di telinga Pupi:

"Pupi, lihatlah di arah barat sana! Sepertinya sebentar lagi akan ada sekumpulan awan hitam yang lewat di depan kita. Berpeganglah erat-erat di pundakku agar engkau tidak terjatuh! Bersiap-siaplah Pupi, jangan sampai engkau terjatuh!"

"Baik matahari, aku akan berpegangan erat pada pundakmu," jawab Pupi gemetar dan takut.

Benar apa yang baru saja dikatakan oleh si matahari. Sejurus kemudian, cuaca mendadak berubah. Angin bertiup sangat kencang, disertai guyuran hujan dari atas langit.

Pupi kini mulai merasa kedinginan. Bulu-bulunya mulai basah. Kedua sayapnya gemetar tak menentu. Kian lama Pupi merasakan bahwa pegangan tangannya di pundak matahari kian melemah.

Ketika gumpalan awan hitam hampir seluruhnya berlalu, tubuh Pupi si pipit kecil sudah tak nampak lagi di atas punggung matahari. Mungkinkah Pupi terjatuh?

*****

Di suatu pagi yang cerah, di atas sebuah pohon tampak seekor pipit kecil tengah tertidur pulas dalam sarangnya. Pipit itu tak lain adalah Pupi. Tapi mengapa Pupi bisa berada kembali di dalam sarangnya?

"Uahem, hm... di mana aku sekarang ini, ya? Bukankah aku tadi bertamasya berkeliling dunia bersama si matahari? Oh iya, aku ingat sekarang. Tadi aku dan si matahari baru saja diserang segumpalan awan hitam yang jahat. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi..." seloroh Pupi dalam hati.

Bergegas Pupi bangkit dari dalam sarangnya lalu terbang kecil dan bertengger di sebuah ranting dahan.

"Oh, rupanya hari sudah siang sekali! Dan itu, bukankah itu si matahari yang beberapa waktu yang lalu mengajakku bertamasya? Tapi sekarang, si matahari telah berada jauh di atas bukit itu! Berarti..., tadi aku hanya bermimpi. Yah, aku hanya bermimpi! Bermimpi bertemu si matahari dan bertamasya berkeliling dunia," kata Pupi pada dirinya sendiri.

"Aku cuma bermimpi!!!" teriak Pupi lagi sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah matahari yang semakin meninggi.

Banjar, 7 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun