Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Sumpah Pemuda, Profil Pelajar Pancasila, dan Ekaprasetia Pancakarsa (Bagian 2 - Habis)

27 Oktober 2020   10:35 Diperbarui: 27 Oktober 2020   10:52 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Garuda Pancasila (Sumber foto: kaltim.tribunnews.com)

Pada hari Kamis, 1 Oktober 2020 lalu, Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Zainudin Amali meresmikan logo “Hari Sumpah Pemuda ke-92” tahun 2020. 

“Menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda, saya berpesan agar para pemuda kita bersatu dan bangkit. Kita tidak boleh tercerai-berai. Meskipun berbeda, kita harus tetap satu, semangat persatuan harus kita pelihara dengan baik. Tanpa persatuan, kita tidak akan bisa, makanya harus bersatu lalu kita bangkit,” demikian kata Menpora RI, seperti dikutip situs resmi Kemenpora di alamat resminya.

Bicara mengenai “pendidikan", tentu di antara pembaca masih ada yang ingat dengan salah satu film kolosal Indonesia berjudul “Laskar Pelangi”. Film bertema pendidikan ini merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Andrea Hirata. Kisah tersebut berlatar belakang Pulau Belitong yang pernah menjadi salah satu pulau terkaya di Indonesia melalui hasil timahnya.

Dalam film itu, kita bisa saksikan bagaimana Bapak Harfan dan Ibu Muslimah saling bahu-membahu mengajar di sebuah bangunan sekolah yang terbilang sederhana, bahkan nyaris roboh. Kisah yang dipaparkan dengan apik ini bercerita tentang sekumpulan anak-anak pinggiran yang berjuang gigih meraih cita-citanya di SD Muhammadiyah Gantong. Lagi-lagi profesi guru sangat ditonjolkan dan menjadi daya tarik tersendiri dalam film ini.

Saya ingin menggarisbawahi bahwa “pendidikan” adalah sebuah proses untuk mendidik dan membina karakter generasi bangsa ini. Menurut Buchori (2001:50), pendidikan yang baik ialah pendidikan yang mempersiapkan para murid untuk menghadapi kehidupan. 

Pendidikan yang baik tidak hanya mempersiapkan para siswa untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan itu, apapun masalahnya. Adapun para siswa harus dipersiapkan dalam menghadapi tiga tugas kehidupan, meliputi: (1) Untuk dapat hidup, (2) Untuk mengembangkan kehidupan yang bermakna, dan (3) Untuk turut memuliakan kehidupan.

Seberapa dalam dan kuatnya rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang tertanam dalam setiap benak siswa, sangat dipengaruhi oleh para gurunya. Jika beberapa tahun terakhir rasa nasionalisme kita kembali dipertanyakan; tentu sebagian pertanyaan ini dapat kita sampaikan kepada Bapak dan Ibu Guru yang mengajar di berbagai jenjang pendidikan di seluruh Tanah Air: “Sudah sejauh mana rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air ditanamkan dalam diri siswa selama mengikuti pembelajaran di sekolah?”.

Dan pertanyaan serupa juga bisa kita sampaikan kepada para orang tua yang setiap hari mendampingi putra-putrinya selama berada di rumah: “Apakah orang tua masa kini masih mengajarkan nasionalisme dan cinta tanah air kepada anak-anaknya? Ataukah sebagian dari para orang tua merasa lebih bangga mengajarkan ideologi bangsa lain, dengan berpandangan bahwa ideologi tersebut dianggap lebih moderen?”

Saya masih ingat sekali bagaimana rasa nasionalisme dan cinta tanah air menjadi salah satu perhatian dan diajarkan dengan penuh dedikasi oleh para guru sejak saya duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.

Melalui kegiatan upacara bendera di setiap hari Senin pagi, hingga pada hari-hari perayaan nasional lainnya seperti: HUT Kemerdekaan RI, Hari Sumpah Pemuda, Hari Kesaktian Pancasila, Hari Kebangkitan Nasional; juga melalui kegiatan Pramuka, Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Palang Merah Remaja (PMR), pendakian gunung, lomba gerak jalan, dan lain sebagainya. Yang pasti, semua kegiatan dan aktivitas tersebut bermuara pada penanaman jiwa dan semangat nasionalisme dan cinta tanah air agar sungguh-sungguh meresap ke dalam hati dan nurani saya sebagai rakyat Indonesia.

Rasanya teramat bangga ketika menatap Sang Saka Merah Putih berkibar di angkasa, ketika bendera-bendera kecil berada dalam genggaman anak-anak bangsa ini, ketika umbul-umbul merah putih berkibar dan berjajar rapi di jalanan. Di saat-saat seperti ini, kilasan berbagai adegan perang kemerdekaan dari beragam jenis film yang pernah kita tonton barangkali akan muncul kembali dalam ingatan masing-masing.

Ternyata perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan; tak semudah ketika kita mengucapkan “Selamat Hari Sumpah Pemuda!”

Menurut hemat saya, sudah tepat jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI kembali mengangkat Pancasila melalui jargon “Profil Pelajar Pancasila”-nya. Dan tidak salah dalam penanaman azas Pancasila dalam dunia pendidikan kita, P4 perlu diajarkan kembali di sekolah-sekolah kita; agar anak-anak lebih mencintai nilai-nilai luhur bangsanya sendiri.

Sebagai seorang guru, saya merasa begitu prihatin ketika anak-anak zaman sekarang mencintai (baca: nge-fans) terhadap artis-artis luar negeri, dengan kebudayaannya, tariannya (baca: dance-nya) barat, lagu-lagu berbahasa asing, dan seterusnya.

Perasaan saya juga terasa getir manakala anak-anak mencibir tari-tarian daerah sebagai tontonan yang tidak menarik, dan menutup telinga terhadap lagu-lagu daerah. Sebuah keadaan atau situasi yang membuat hati ini bertanya-tanya: “Apakah cinta anak-anak kita masih 100% untuk Indonesia sebagai Tanah Airnya? Ataukah cinta itu kini sudah terbagi-bagi dengan rasa cinta untuk bangsa lainnya?”

Akankah rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang kian hari terasa kian meluntur ini akan terus berlanjut? Semoga Bapak dan Ibu Guru yang membaca tulisan ini tergerak hatinya untuk kembali menggelorakan semangat kebangsaan Indonesia di hati anak-anak yang kita didik dan kita dampingi setiap harinya.

Jadikan mereka bangga dan percaya diri bahwa kita ini satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: “Indonesia!” Buatlah mereka mengamini bahwa semangat Sumpah Pemuda yang tahun ini dirayakan kembali di usianya yang ke-92 sungguh mampu membakar rasa cintanya pada Indonesia Raya!

Bersatu bangkit!

Banjarmasin 27 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun