Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Sumpah Pemuda, Profil Pelajar Pancasila, dan Ekaprasetia Pancakarsa (Bagian 2 - Habis)

27 Oktober 2020   10:35 Diperbarui: 27 Oktober 2020   10:52 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Garuda Pancasila (Sumber foto: kaltim.tribunnews.com)

Rasanya teramat bangga ketika menatap Sang Saka Merah Putih berkibar di angkasa, ketika bendera-bendera kecil berada dalam genggaman anak-anak bangsa ini, ketika umbul-umbul merah putih berkibar dan berjajar rapi di jalanan. Di saat-saat seperti ini, kilasan berbagai adegan perang kemerdekaan dari beragam jenis film yang pernah kita tonton barangkali akan muncul kembali dalam ingatan masing-masing.

Ternyata perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan; tak semudah ketika kita mengucapkan “Selamat Hari Sumpah Pemuda!”

Menurut hemat saya, sudah tepat jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI kembali mengangkat Pancasila melalui jargon “Profil Pelajar Pancasila”-nya. Dan tidak salah dalam penanaman azas Pancasila dalam dunia pendidikan kita, P4 perlu diajarkan kembali di sekolah-sekolah kita; agar anak-anak lebih mencintai nilai-nilai luhur bangsanya sendiri.

Sebagai seorang guru, saya merasa begitu prihatin ketika anak-anak zaman sekarang mencintai (baca: nge-fans) terhadap artis-artis luar negeri, dengan kebudayaannya, tariannya (baca: dance-nya) barat, lagu-lagu berbahasa asing, dan seterusnya.

Perasaan saya juga terasa getir manakala anak-anak mencibir tari-tarian daerah sebagai tontonan yang tidak menarik, dan menutup telinga terhadap lagu-lagu daerah. Sebuah keadaan atau situasi yang membuat hati ini bertanya-tanya: “Apakah cinta anak-anak kita masih 100% untuk Indonesia sebagai Tanah Airnya? Ataukah cinta itu kini sudah terbagi-bagi dengan rasa cinta untuk bangsa lainnya?”

Akankah rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang kian hari terasa kian meluntur ini akan terus berlanjut? Semoga Bapak dan Ibu Guru yang membaca tulisan ini tergerak hatinya untuk kembali menggelorakan semangat kebangsaan Indonesia di hati anak-anak yang kita didik dan kita dampingi setiap harinya.

Jadikan mereka bangga dan percaya diri bahwa kita ini satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: “Indonesia!” Buatlah mereka mengamini bahwa semangat Sumpah Pemuda yang tahun ini dirayakan kembali di usianya yang ke-92 sungguh mampu membakar rasa cintanya pada Indonesia Raya!

Bersatu bangkit!

Banjarmasin 27 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun